..::::::..

Di Manakah Kebahagian ?

Di Manakah Kebahagiaan ? PDF Cetak E-mail

Kebahagiaan adalah suatu kata yang begitu singkat, memiliki makna yang sangat luas. Sebuah kata yang maknanya didambakan semua makhluk yang bernama manusia.

Banyak jalan yang ditempuh oleh manusia untuk memiliki makna yang terdapat dalam kata bahagia. Kebahagiaan laksana barang hilang yang dicari-cari oleh kebanyakan manusia. Ia akan dicari dalam setiap masa dan tempat.


Dengan berbagai cara, manusia mencari kebahagiaan. Ada yang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, ada pula yang mengejar popularitas.



Di Manakah Kebahagian ?
Apakah kebahagiaan itu terdapat pada kekayaan dan kemewahan hidup?
Tidak sedikit manusia yang memliki asumsi demikian, mereka mengira bahwa kebahagiaan terdapat pada kekayaan, kemewahan hidup, harta yang melimpah ruah, dan kesejahteraan hidup.


Tapi kenyataannya, persepsi ini bahkan terkadang terbalik. Harta yang melimpah, ketenaran, akan menjadi bencana bagi pemiliknya di akhirat.


Allah سبحانه وتعلى berfirman tentang orang munafik,
"Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir." (QS. At-Taubah: 55).


Siksa yang dimaksud dalam ayat ini adalah kesengsaraan, rasa sakit, keresahan dan penyakit. Kasus inilah yang menimpa orang yang menjadikan harta dan dunia sebagai cita-cita utamanya dan puncak asanya. Dia akan selalu sakit hati, terkena tekanan jiwa, bingung, pikiran dan nuraninya tidak tenteram.



Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menggambarkan jiwa tersebut dalam satu sabdanya,

مَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا قُدِّرَ لَهُ

“Barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai cita-citanya, maka Allah akan menjadikan dia orang yang kaya hati, mengumpulkan kekuatannya, dan dunia akan mendatanginya sedangkan dia tidak suka. Dan barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai cita-citanya Allah akan menjadikan kefakiran di depan kedua bola matanya, mencerai-beraikan kekuatannya. Dan dia dikarunai dunia tidak lebih lebar dari kadar yang memang sudah ditetapkan untuknya.” (HR. Tirmizdi. Dinyatakan shahih oleh Al Albani).


Harta bisa saja membawa kebahagiaan, asalkan memenuhi kedua syarat berikut ini:


Pertama; harta benda yang halal, yang didapatkan oleh seseorang atas kerja keras dan keringatnya sendiri.


Kedua; harta yang tidak digunakan untuk kejahatan.


Jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka harta hanya akan menjadi bencana bagi pemilkinya.


Sumber Kebahagiaan Hakiki
Islam sebagi din yang sempurna telah memberikan kepada ummat manusia jalan atau cara untuk mencapai kebahagiaan tersebut. Dan di antara sumber kebahagiaan tersebut adalah:


1. Kebahagiaan terdapat pada keimanan
Kebahagiaan tidak terletak pada harta yang melimpah ruah, tidak juga pada pangkat yang tinggi, bukan pula pada jumlah anak yang banyak, bukan karena keberhasilan mendapatkan kepentingan dan tidak pula pada ilmu material.


Kebahagiaan adalah sesuatu yang timbul dari diri manusia, tidak datang dari luar manusia. Jika kebahagiaan diibaratkan pohon, maka tempat tumbuhnya adalah jiwa dan hati manusia, sementara percaya kepada Allah سبحانه وتعلى dan hari akhir adalah tempat tinggalnya, makanannya, ventilasinya, cuacanya, dan cahanya.


Orang yang tidak beriman kepada Allah سبحانه وتعلى, sebagi tempat bertumpu, tempat bersandar dan sebagai pemberi pertolongan saat berada dalam kesulitan, maka dia laksana bangunan tanpa pondasi dan rumah tanpa tiang. Karenanya, kita melihat orang yang paling sengsara dalam hidup ini adalah mereka yang banyak membangkang. Mereka memiliki harta benda yang melimpah ruah, memperoleh rejeki yang banyak, tapi jika tertimpa musibah mereka pasti gelisah. Karena sudah menjadi tabiat jiwa pasti takut kehilangan sesuatu yang ia miliki.


Iman adalah tempat bertumpu manusia yang dapat dipercaya, yang dapat dijadikan tempat berlindung jika kehidupan ditimpa badai dan dikelilingi kegelapan.


2. Kebahagiaan terdapat pada ketenangan jiwa.
Diyakini bahwa ketenangan jiwa merupakan sumber utama yang dapat melahirkan kebahagiaan.


Selama di dunia, orang non Muslim disibukkan dengan keinginan dan tujuan yang beraneka ragam. Dia kebingungan, bagaimana dia harus menyinkronkan antara memenuhui keninginan hawa nafsunya dan mengikuti tuntutan masyarakat di sekitarnya. Sementara orang Mukmin terlepas dan terbebaskan dari semua itu, dan mengakumulasikan seluruh targetnya dalam satu target, yaitu untuk mendapatkan ridha Allah سبحانه وتعلى. Dia tidak peduli apakah manusia ridha atau murka. Yang penting Allah سبحانه وتعلىridha.


Tidak ada yang lebih lapang dari dada dan hati seorang Mukmin dan tidak ada yang lebih sempit dari dada seorang yang membangkang dan meragukan keberadaan Allah سبحانه وتعلى dan hari akhir.


"Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thaha: 22-23).


Dan di antara faktor utama yang bisa membuat seseorang kehilangan ketenangan jiwa (resah) adalah orang yang menyesali masa lalunya. Tidak mau menerima realita dan pesimis terhadap masa depan.


3. Kebahagiaan terdapat pada qanaah dan wara'
Qanaah adalah sikap menerima apa adanya. Adapun wara' adalah sikap berhati-hati terhadap segala hal yang dilarang oleh Allah سبحانه وتعلى dan hal-hal yang tidak jelas halal haramnya (syubhat).


Orang-orang yang qanaah mau dengan lapang dada mengambil bagian terkecil dari kenikmatan yang diberikan kepada mereka untuk menyisakan bagian kepada orang lain, agar ikut merasakan kebahagiaan seperti yang mereka rasakan.


Sa'ad bin Abi Waqqash pernah berkata kepada anaknya, "Hai, Anakku! Jika kamu menginginkan kekayaan, maka carilah dengan qanaah. Jika kamu tidak memiliki sifat qanaah, kamu tidak akan pernah merasa kaya, meski sudah memiliki harta sebanyak apa pun."


Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

"Barangsiapa di antara kalian merasa hatinya tenteram, jasmaninya sehat, dan tercukupi kebutuhan sehari-harinya, maka seolah-olah dikumpulkan untuknya dunia dan seluruh isinya." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Dinayatakan hasan oleh Al Albani).


Betapa bahagianya orang yang dikaruniakan nikmat oleh Allah سبحانه وتعلى sementara dia termasuk bagian dari orang-orang yang pandai mensyukuri nikmat.


4. Kabahagiaan ada pada kepandaian mensyukuri nikmat
Sebagai salah satu bentuk kelalaian adalah jika kita baru merasakan nikmat Allah سبحانه وتعلى setelah nikmat tersebut lenyap dari hadapan kita, padahal kita tahu bahwa nikmat bisa kekal dengan cara disyukuri. Dan dia akan hilang dengan pengingkaran.



Allah سبحانه وتعل berfirman, artinya:
"Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7).


Abu Hazim berkata, ”Setiap nikmat yang tidak membuat orang yang menerimanya lebih dekat kepada Allah, maka nikmat tersebut merupakan musibah."


5. Kebahagiaan ada pada rasa malu
Malu adalah sikap menahan dan menghindarkan diri untuk melakukan semua hal yang tidak disukai Sang Khalik.


Rasa malu dapat memproteksi seseorang agar tidak terjerumus ke dalam lumpur dosa dan kemungkaran. Orang yang tidak mempunyai rasa malu tidak akan pernah melakukan bentuk kebaikan dan keutamaan apa pun.


Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

الْحَيَاءُ مِنْ الْإِيمَانِ وَالْإِيمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَالْبَذَاءُ مِنْ الْجَفَاءِ وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ

”Rasa malu itu bagian dari iman, sedangkan orang yang beriman dijamin masuk surga. Ucapan tidak sopan bagian dari bentuk perangai yang kasar, orang yang mempunyai perangai kasar tempatnya di neraka." (HR. Ahamad dan Tirmdzi).


Seorang bijak pernah berkata, “Barangsiapa yang mengenakan pakaian malu maka orang-orang tidak akan pernah melihat celanya.”

Wallahu Haadi li Ahsanil Akhlaaq (Al Fikrah)


Syandri Syaban

Sumber: Bahagiakan Dirimu dan Orang Lain, karya DR. Hassan Syamsi Basya

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com



Artikel Terkait:

0 komentar:

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP