..::::::..

Hukum Ruqyah dan Jimat

Oleh : Khalid bin Abdurrahman

Tanya: Apa Hukumnya ruqyah dan jimat?

Jawab: Ruqyah disyariatkan jika dengan Al Qur`an atau nama-nama Allah yang baik dan dengan do`a yang disyariatkan atau bacaan yang berarti dari do`a itu disertai dengan keyakinan bahwa bacaan-bacaan itu semua adalah merupakan sebab dan sesungguhnya yang memiliki bahaya, manfaat dan penyembuhan adalah Allah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam : ruqyah dibolehkan sepanjang tidak mengandung kesyirikan, (1) Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam sendiri telah meruqyah dan diruqyah, sedangkan ruqyah yang dilarang adalah ruqyah yang bertentangan dengan yang telah kami sebutkan.

Sedangkan menggantungkan segala macam jimat adalah tidak dibolehkan, baik yang berasal dari Al Qur`an ataupun yang tidak berasal dari Al Qur`an, karena sifatnya umum yang terdapat dalam hadits-hadits yang ada. (2)

ETIKA ORANG YANG MELAKUKAN RUQYAH SYARI`AH

Tanya: Apakah sifat dan sikap yang harus dimiliki oleh orang yang melakukan ruqyah syari`ah?

Jawab: Bacaan atau Do`a tak akan menyembuhkan suatu penyakit kecuali dengan beberapa syarat-syarat:

Syarat pertama:

Seorang pelaku ruqyah harus bersikap baik, istiqomah, menjaga shalat, ibadah-ibadah lain, zikir, membaca Al Qur`an, banyak berbuat baik serta menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, bid`ah, kemungkaran, dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil serta tamak untuk makan dari yang halal dan waspada dari harta haram atau yang diragukan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam : Makanlah dari yang baik dan halal maka do`amu akan dikabulkan (3) dan beliau menyebutkan seseorang mengulurkan tangannya ke langit dengan mengucapkan Ya Allah, Ya Allah (berdo`a), sementara makanannya haram dan pakaiannya haram, maka bagaimana mungkin do`anya dikabulkan (4) , maka makanan halal adalah salah satu sebab dikabulkannya Do`a seseorang, oleh karena itu tidak boleh meminta upah dari si sakit dan menjauhkan diri untuk memiliki harta yang berlebihan dari kebutuhannya, suatu sifat yang lebih bermanfaat untuk melakukan ruqyah.

Syarat kedua:

Pelaksanaan ruqyah mengetahui keistimewaan ayat-ayat Al-Qur`an untuk penyembuhan: seperti Surat Al-Fatihah, Al-Falaq, An-Naas, Al-Ikhlas, Akhir Surat Al-Baqarah, Awal dan akhir surat Ali Imran, Ayat Kursi, Akhir Surat At-Taubah, Awal Surat Yunus, Awal Surat An-Nahl, Akhir Surat Al-Isra, Awal Surat Thaha, Akhir Surat Al Mu`minun (Ghafir), Akhir Surat Al-Jatsiah, Akhir Surat Hasyr.

Syarat ketiga:

Orang sakit yang akan disembuhkan adalah orang yang beriman, berbuat baik, bertaqwa dan konsisten dalam beragama, serta menjauhkan diri dari perbuatan haram, maksiat, zhalim, sesuai firman Allah [Dan Kami turunkan dari Al Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian. (QS Al Isra`:82) ] dan Firman Allah [Katakanlah: Al Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur`an itu suatu kegelapan bagi mereka (QS, Fuslihat:44)], umumnya ruqyah tidak berhasil dilakukan bagi pelaku maksiat, tidak melakukan ketaatan, orang sombong dan mereka yang lalai dalam melakukan ibadah kepada Allah.

Syarat keempat:

Sisakit harus yakin bahwa Al Qur`an adalah penyembuhan dan rahmat Allah yang mendatangkan manfaat, ruqyah tidak bermanfaat jika si sakit ragu dengan mengatakan: lakukanlah ruqyah itu bermanfaat dan jika tidak maka mngapa ia harus yakin bahwa ruqyah itu bermanfaat dan bisa menyembuhkan dirinya.

Jika syarat-syarat ini telah dilakukan , maka penyakit akan sembuh dengan izin Allah, Wallahu A`lam. (5)

Catatan kaki:

(1) Dikeluarkan oleh Muslim No.2200
(2) Fatawa Al-LajnahAd-Daimah, juz I, hal.207
(3) Dikeluarkan oleh Thabrani dalam Majma` Al Bahraini No.5026
(4) Dikeluarkan oleh Muslim No.1015 bab zakat
(5) Fatwa Syaikh Abdullah Al Jibrin

Dinukil dari: Pengobatan Alternatif dalam Islam, Khalid bin Abdurrahman. Penerjemah: Farizal Tarmizi. Penerbit: Pustaka Azzam, Cetakan I: Rabiul Akhir 1421 H/Juli 2000M : (*) hal:69-70 dan (**) hal:19-20

Majalah Baru
As Sunnah Edisi 08/VII/1424H/2003M - Merayakan Hari Raya Islam



Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Ngalap Berkah

Oleh : Ahmad faiz bin Asifuddin

Ngalap (mencari) berkah merupakan kecenderungan manusiawi semenjak nenek moyang bangsa manusia generasi pertama. Bahkan berkah adalah kebutuhan setiap insan. Demam ngalap berkah menjadi trend turun temurun disemua lapisan penduduk bumi hingga kini, di zaman moderen yang super canggih dan hubungan lintas dunia semakin global. Adakah ajaran Islam sejalan dengan arus tradisi ini dan memperkenankan orang ngalap berkah?.

Pengertian Berkah

Berkah berasal dari bahasa Arab `barakah`. Artinya, memiliki banyak kebaikan dan bersifat tetap -terus menerus-. Diambil dari kata `birkah` yang berarti tempat berhimpunnya air. Dan itu berbeda dengan tempat mengalirnya air karena dua hal : 1- jumlahnya yang banyak dan
2- sifatnya yang tetap.1)

Sementara ada juga yang mengatakan, barakah/berkah ialah adanya kebaikan ilahi secara tetap pada sesuatu. Demikian yang dikatakan oleh ar-Raghib al-Ashfahani.2) Dengan demikian, apabila sesuatu dikatakan berkah, artinya sesuatu itu memiliki banyak kebaikan yang bersifat tetap, karena dijadikan demikian oleh Allah.

Dan ngalap/mencari berkah, berarti mencari kebaikan atau manfaat melalui sesuatu yang diduga banyak memiliki berkah. Sesuatu itu bisa berbentuk pribadi manusia, benda, tempat atau waktu. Persoalannya, bisakah kegiatan tersebut dibenarkan oleh Islam?.

Hukum mencari berkah

Seperti dikatakan di muka, mencari berkah bisa melalui pribadi manusia, benda, waktu atau tempat tertentu. Dalam hal ini ada yang disyari`atkan, ada pula yang dilarang.3)

Mengapa dikatakan disyari`atkan?. Sebab, pribadi, benda, tempat atau waktu yang dicari berkahnya, benar-benar memiliki berkah berdasarkan ketetapan syari`at, dan dalilnya jelas. Hal itu menuntut cara pencarian berkah yang juga harus sesuai dengan tuntutan syari`at.

Di sisi lain, mengapa ada bentuk mencari berkah yang dilarang?. Sebab, pribadi, benda, tempat atau waktu yang dicari berkahnya ternyata merupakan pribadi, benda, tempat dan waktu yang tidak dinyatakan memiliki berkah oleh syari`at. Berkah-berkah yang dianggap ada pada benda-benda ini hanya ilusi kosong hasil rekayasa para kaki tangan Dajjal. Cara mencari berkah yang dilakukannyapun adalah cara-cara bathil dan menyimpang.

A. Mencari Berkah yang disyari`atkan.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (Seorang tokoh Ulama Ahlu Sunnah zaman sekarang) menjelaskan :

Mencari berkah tidak terlepas dari dua hal :

1 - Mencari berkah berdasarkan ketentuan syar`i yang jelas. Misalnya (mencari berkah) pada al-Qur`an al-Karim. Allah berfirman :

Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah (Shad : 29).

Di antara berkahnya al-Qur`an, siapa yang berpegang dengan al-Qur`an, ia akan memperoleh kemenangan. Dengan al-Qur`an-lah, Allah telah menyelamatkan banyak umat manusia dari kemusyrikan.

Di antara berkahnya lagi ialah, tiap satu huruf al-Qur`an memiliki kelipatan sepuluh kali kebaikan jika dibaca. Ini jelas meringankan waktu dan usaha manusia. Dan masih banyak berkah-berkah al-Qur`an lainnya.

2 - Mencari berkah berdasarkan perkara nyata dan jelas serta bisa diraba dengan indra.
Misalnya mencari ilmu pada Ulama atau minta didoakan atau yang lainnya. Ulama bisa dicari berkahnya melalui penggalian terhadap ilmu agama yang dimilikinya, atau melalui nasihat serta dakwah yang dilakukannya. Jadi ulama itu berkah, sebab orang dapat meraih kebaikan yang banyak dengan kehadiran mereka.4)

Tetapi mencari berkah melalui al-Qur`an atau ulama, tidak boleh menggunakan cara-cara yang tidak berdasarkan tuntunan syari`at. Misalnya dengan menciumi, mengusap-usap, atau memeluk al-Qur`an supaya mendapat berkah. Ini salah.

Atau dengan meminum atau menyimpan sisa air wudhu` ulama, atau dengan menciumi lututnya. Inipun jelas bathil. Apalagi mencium lutut ulama, bisa menyebabkan syirik, karena harus bersujud atau ruku` kepada selain Allah.

Yang jelas, berkah semuanya hanyalah milik Allah dan berasal dari Allah. Seperti halnya rizki, pertolongan, dan keselamatan, juga hanyalah milik Allah dan berasal dari Allah. Oleh karena itu berkah tidak boleh diminta kecuali dari Allah saja. Dia-lah Pemberi berkah.

Imam Bukhari telah meriwayatkan -dengan sanadnya- dari Ibnu Mas`ud, ia berkata : Kami pernah bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan, ternyata persediaan air semakin sedikit. Maka beliau bersabda : `Carilah sisa air`. Lalu kamipun datang membawa bejana yang berisi sedikit air. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu mengatakan :

Marilah menggunakan air suci yang diberkahi. Dan sesungguhnya berkah (hanya) berasal dari Allah. Sungguh aku melihat air memancar dari celah-celah jari jemari Rasulullah -al-hadits. (HSR. Al-Bukhari, Fathul Bari VI/433)-5).

Segala sesuatu yang dinyatakan oleh syari`at mengandung berkah, tidak lain hanya merupakan sebab bagi diperolehnya berkah, bukan sebagai pemberi. Bisa saja berkah itu tidak dapat diperoleh karena hilangnya syarat tertentu atau adanya penghalang tertentu. Dan itu sudah dimaklumi berkenaan dengan kaidah `sebab-sebab syar`iyah`.6)

Dan meminta berkah kepada selain Allah jelas hukumnya syirik.7)

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah keterangan lebih rinci.

1 - Mencari berkah yang disyari`atkan melalui pribadi-pribadi tertentu. Misalnya melalui pribadi Rasulullah ketika beliau masih hidup. Banyak hadits shahih menerangkan tentang berkahnya pribadi Rasulullah.8)

Disamping pribadi Rasulullah, ada pula pribadi-pribadi lain yang dinyatakan sebagai sebab diperolehnya berkah. Misalnya Abu Bakar, A`isyah dan keluarganya.

Dalam sebab turunnya ayat tayammum, disebutkan bahwa A`isyahlah penyebab datangnya hukum tayammum ketika kalungnya hilang dalam suatu perjalanan bersama Nabi dan para sahabat.
Perjalanan mereka tertunda karena harus mencari kalung A`isyah yang hilang, padahal mereka kehabisan air. Akhirnya turunlah berkah dari Allah berupa keringanan hukum untuk bertayammum ketika tidak mendapatkan air. Saat itu Usaid bin Hudhair mengatakan :

Berkah ini bukan untuk pertama kalinya yang disebabkan oleh kalian wahai keluarga Abu Bakar. (Lihat Shahih Bukhari dengan Fathul Bari I/431-434).

2 - Mencari berkah yang disyari`atkan melalui perkataan-perkatan atau perbuatan-perbuatan atau bentuk-bentuk kegiatan yang diberkahi.

Jika hal itu dilaksanakan sesuai dengan tuntunan sunnah Nabi, maka akan diperoleh berkah dan kebaikan sesuai dengan niat dan kesungguhan usahanya. Selama tidak ada penghalang syar`i yang dapat menghalangi diperolehnya kebaikan tersebut.

Misalnya, berdzikir kepada Allah dan membaca al-Qur`an al-Karim. Berkah yang terkandung di dalamnya sangat banyak. Di antaranya pahala, diampunkannya dosa-dosa, masuk sorga, terjaga dari godaan setan dan seterusnya. Hadits tentang ini banyak sekali.

Misal lain, berjihad fi Sabilillah untuk memperoleh mati syahid.

Begitu pula berkumpul untuk makan bersama dari satu tempat dan mengawali makan dari arah tepinya.

Rasulullah bersabda:

Berkumpulllah kalian disekeliling makananmu dan sebutlah nama Allah untuk makan, niscaya Allah akan memberikan berkah kepada kalian di dalamnya. (Hadits Hasan, di hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud II/717).

Jika seseorang di antara kamu makan suatu makanan, maka janganlah memakan mulai dari bagian atasnya, tetapi hendaknya ia makan mulai dari bagian bawahnya, karena berkah akan turun dari bagian atasnya. (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh al-Albani II/719)

Jadi setiap perkataan atau perbuatan yang diperintahkan oleh Allah atau oleh Rasulullah, kemudian dilaksanakan oleh seorang hamba karena keimanannya kepada Allah dan karena kepercayaannya kepada Rasulullah, dengan cara yang sessuai dengan tuntunan, maka hamba itu akan memperoleh barakah yang banyak.9)

3 - Mencari berkah yang disyari`atkan melalui tempat-tempat tertentu.

Misalnya, masjid-masjid Allah. Berdasarkan sabda Rasulullah,

Tempat yang paling dicintai Allah dalam suatu negeri adalah masjid-masjidnya. Sedangkan tempat yang paling dibenci Allah dalam suatu negeri adalah pasar-pasarnya. (Shahih Muslim, Syarh Nawawi V/171).10)

Mencari berkah melalui masjid-masjid tidak dengan cara meng-elus-elus (mengusap-usap) tanahnya atau menciumi temboknya atau nyepi dan bertapa di dalamnya, atau cara-cara sejenisnya. Itu adalah bid`ah. Mencari berkah melalui masjid-masjid ialah dengan cara shalat berjama`ah di dalamnya, duduk menunggu waktu shalat, menghadiri majlis dzikir atau majlis ilmu di dalamnya dan kegiatan-kegiatan lain yang disyari`atkan.11)

4 - Mencari berkah yang disyari`atkan melalui waktu-waktu tertentu.

Misalnya bulan Ramadhan, dengan cara melaksanakan ibadah shiam dan ibadah-ibadah lain yang disyari`atkan serta tidak melakukan kegiatan-kegiatan maksiat atau kegiatan-kegiatan bid`ah.
Misal lain, malam lailatul Qadar. Dengan cara memperbanyak ibadah. Allah berfirman:

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (Al-Qadr : 1-5).

Misal lain lagi, waktu sepertiga malam terakhir. Rasulullah bersabda

Allah, Rabb kita turun ke langit dunia pada tiap-tiap sepertiga malam terakhir. Ia berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan doanya, siapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku beri dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni. (HSR Bukhari).

Dan waktu-waktu lainnya.12)

B. Mencari berkah yang dilarang oleh syari`at.

Dalam hal ini ada dua sebab :
-Karena sesuatu yang dicari berkahnya ternyata tidak memiliki berkah/tidak ada nashnya.
-Karena cara yang dilakukannya menyimpang.

1 - Mencari berkah melalui pribadi-pribadi tertentu.

Misalnya melalui orang-orang shalih yang telah mati atau melalui orang shalih yang masih hidup tetapi dengan cara-cara menyimpang hingga sampai pada bentuk permintaan kepada selain Allah. Hukumnya adalah syirik.

2 - Mencari berkah melalui benda-benda atau tempat-tempat tertentu.

Pada zaman jahiliyah dahulu orang-orang kafir mencari berkah melalui berhala Lata, Uzza, Manat dan lain-lainnya.

Allah berfirman berkaitan dengan mereka :

Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan; Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. (An-Najm : 19-22).

Maksudnya, mereka menyembah berhala-berhala itu dengan asumsi bahwa berhala tersebut merupakan anak perempuan Allah, padahal mereka menyukai laki-laki untuk anak mereka sendiri. Permintaan berkah melalui berhala-berhala ini, menyebabkan mereka dikatakan telah beribadah kepada selain Allah.13)

Mereka juga terbiasa ngalap berkah melalui pohon atau benda-benda yang dikeramatkan, seperti yang dikisahkan oleh Abu Waqid al-Laitsi menjelang perang Hunain.14)

Di zaman sekarang ada bentuk-bentuk ngalap berkah yang dilakukan oleh sementara kalangan yang mengaku Islam, persis seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir zaman jahiliyah. Ada ngalap berkah melalui kuburan orang shalih, batu, kayu, sabuk dan amalan-amalan bid`ah. Semua itu adalah perbuatan syirik, atau minimal bid`ah.

3 - Mencari berkah melalui waktu-waktu tertentu.

Misalnya mempergunakan waktu-waktu tertentu seperti, bulan Sya`ban untuk nyadran atau khusus untuk ziarah kubur karena dianggap banyak berkahnya. Ini merupakan perbuatan bid`ah. Atau bulan tertentu dianggap sebagai bulan keberuntungan untuk menikah, sementara bulan lainnya dianggap bulan sial. Keyakinan ini adalah keyakinan syirik. Atau merayakan perayaan-perayaan pada hari-hari tertentu diluar yang disyari`atkan ajaran Islam, seperti mengadakan perayaan maulid Nabi, isra`-mi`raj, Nuzulul Qur`an dan sebangsanya. Dengan anggapan kegiatan-kegiatan tersebut berpahala, karena menjunjung tinggi syi`ar Islam. Itu adalah kegiatan-kegiatan bid`ah yang sudah salah kaprah.

Dan lain-lainnya.

KESIMPULAN

Demikianlah, pada prinsipnya, berkah itu hanya kepunyaan Allah. Dia-lah yang memberikannya. Sedangkan pribadi-pribadi, benda-benda, tempat-tempat serta waktu-waktu yang dinyatakan banyak mengandung berkah oleh syari`at, tidak lain hanyalah sebab semata bagi diperolehnya berkah. Bukan pemilik dan pemberi berkah.

Cara mencari berkah melalui hal-hal yang diakui menurut syari`at, juga harus mengikuti petunjuk syari`at, agar tidak terjerumus dalam perbuatan bid`ah atau syirik.
Siapa yang mencari/meminta berkah kepada selain Allah, ia terjerumus ke dalam syirik akbar. Dan siapa yang mencari berkah melalui hal-hal yang dibenarkan menurut syari`at, tetapi dengan cara yang berlawanan dengan syari`at, ia terjerumus dalam bid`ah. Na`udzu billah min Dzalik. Wa Nas`alullah al-`Afiyah.


-----------
[1) Lihat al-Qaul al-Mufid `Ala Kitab at-Tauhid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin I/191 Daar al-`Ashimah KSA cet. I 1415]
[2) Dinukil oleh Dr. Ali bin Nafayyi` al-Alyani dalam buku kecilnya at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, pada sub tamhidi hal. 11, dari kitab asy-Syirku wa Mazhahiruhu karya al-Maili hal. 99]
[3) Lihat at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, karya Dr. Ali bin Nufayyi` al-`Alyani.]
[4) Lihat al-Qaul al-Mufid `Ala Kitab at-Tauhid I/191 dengan bahasa bebas dan dengan sedikit tambahan.]
[5) Lihat at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, karya Dr. Ali bin Nufayyi` al-`Alyani hal. 17.]
[6) Buku yang sama, hal 18 dan 19.]
[7) Buku yang sama, hal. 17.]
[8) Buku yang sama, hal. 25 dst.]
[9) Lihat buku yang sama, hal 33-37.]
[10) Dalam tahqiq Khalil Ma`mun Syiha terdapat pada hadits no. 1526 juz V.
[11) Lihat lebih luas buku at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, karya Dr. Ali bin Nufayyi` al-`Alyani hal. 41-42.]
[12) Lihat buku yang sama hal. 45-46.] Yang jelas mencari berkahnyapun tidak boleh menyimpang dari ketentuan syari`at yang terkait.
[13) Lihat al-Qaul al-Mufid `Ala Kitab at-Tauhid I/197 dan seterusnya.]
[14) Lihat Kitab yang sama, hal. 201 dan seterusnya.]

-------------
(Ditulis ulang dari majalah As Sunnah Edisi 06/VI/1423H-2002M)Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Jenis-jenis perbuatan syirik

Setelah kita tahu, walaupun sedikit tentang bahaya syirik terhadap kehidupan umat manusia secara keseluruhan, kita sebagai umat Islam yang tahu lebih dahulu tentang hal ini, mestinya harus berhati-hati daripadanya. Karena itu kita harus memahami apakah syirik itu dan apa pula jenis-jenisnya. Agar dengan pemahaman yang tepat dan mantap tentang permasalahan ini, kita akan terus waspada terhadap bahaya yang akan tetap mengancam keutuhan aqidah kita bahkan keadaannya.

PENGERTIAN SYIRIK

Sebelum kita membahas tentang jenis-jenis syirik, kita harus memahami dulu tentang pengertian syirik menurut syariat Islamiyah. As Syaikh Al Allamah Hafidh bin Ahmad Hakami rahimahullah menerangkan :
Syirik itu ialah bila seseorang hamba Allah menjadikan segala yang selain Allah sebagai sesuatu yang sederajat dengan-Nya, sehingga mencintainya seperti mencintai Allah, takut kepadanya seperti takut kepada Allah, mengikutinya didalam hal yang tidak diridhoi Allah, mentaatinya padahal dengan perbuatannya itu dia bermaksiat kepada Allah, dan mensejajarkan dengan-Nya dalam hal mendapatkan haq peribadatan.

As-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Ali Syaikh menerangkan:
Yang dinamakan syirik itu ialah menyerupakan makhluk dengan Khaliq Yang Maha Tinggi dan mengkuduskan makhluq dengan sifat-sifat kebesaran sebagai sesembahan, sepetrti memiliki kemampuan untuk memberikan kerugian dan kemanfaatan, mampu memberikan apa yang dibutuhkan makhluq dan menahan segala apa yang dibutuhkan makhluq, mampu memenuhi segala do’Allah, ditakuti dengan sebenar-benarnya takut, dijadikan tempat bergantung harapan kepadanya dan bertawakal kepadanya serta mempersembahkan kepadanya segala macam ibadah yang sesungguhnya semuanya itu hanya boleh ditujukan kepada Allah-lah saja. Maka barangsiapa yang menunjukkan hal-hal tersebut di atas kepada selain Allah, berarti dia telah menyerupakannya dengan Al-Khaliq.

Al Imam Muhammad bin Isma’il Al Amir As Shan’ami Al Yamani, menerangkan:
Barangsiapa berkeyakinan bahwa pohon, batu, kuburan, malaikat, jin, & orang hidup atau mati, semuanya itu dapat memberikan kemanfaatan dan madhorot atau menjadi perantara dalam menyampaikan amal ibadah kepada Allah (tanpa seizin-Nya) dan dalam memenuhi keperluan-keperluan dunia, hanya meminta kepada selain Allah itu dan bertawassul dengan selain Allah itu kepada-Nya maka sesungguhnya dia telah melakukan syirik dengan selain-Nya dan berarti dia telah ber`itikadnya dengan `itikad yang tidak benar sebagaimana `itikadnya kaum musyrikin terhadap berhala-berhalanya.

Jenis-jenis syirik

Untuk mengetahui akibat-akibat syirik terhadap keimanana seorang muslim, kita perlu mengenal berbagai macam syirik. Secara garis besarnya, syirik itu dibagi dalam dua jenis yaitu :

1. Syirikul Akbar (syirik besar) yang akibatnya dapat membatalkan iman pelakunya. Yang termasuk jenis ini adalah segala bentuk peribadatan yang ditujuakn kepada selain Allah Ta’ala, ka rena meyakini bahwa selain Allah itu adalah dzat yang berhak mendapatkan peribadatan tauhid ersebut sebagaimana Allah Ta’ala.

2. Syirkul Ashghor (syirik kecil) yang akibatnya dapat merusak amal ibadah kita dan tidak membatalkan iman kita. Yang termasuk jenis ini ialah segala macam peribadatan yang diperuntukkan selain Allah disamping menari ridho Allah. Atau dalam pengagungan kepada Allah dicampuri dengan niat pengagungan kepada selain Allah.

Dengan demikian pelaku syirkul akbar dianggap sebagai orang yang keluar dari Islam atau murtad dan harus disikapi sebagai orang murtad. Sedangkan pelaku syirkul Ashghor dianggap sebagai seorang muslim yang melakukan kemaksiatan besar. Pelaku syirkul Akbar dianggap tidak lagi mempunyai amalan sholih disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Allah telah menegaskan dalam firman-Nya yang kurang lebih artinya : Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan nabi-nabi sebelummu, kalau engkau berbusat syirik, sungguh-sungguh kamu akan menjadi golongan yang merugi. (Az Zumar : 65)

Bahkan Allah ta’ala tidak akan menimbang amalan mereka di hari kiamat mereka ini sesungguhnya tidak memiliki amalan sholih disisi Allah, sebagaimana firman-Nya yang kurang lebih artinya : Mereka itulah orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat tuhan mereka danterhadap hari perjympaan dengan-Nya (yakni hari kiamat) sehingga Allah batalkan amalan mereka. Maka Kami tidak akan menegakkan amal timbangan mereka dihari kiamat. (Al Kahfi : 105)

Demikianlah nasib orang yang mati dalam keadaan belum sempat bertaubat dari perbuatan syirik akbar. Adapun keadaan orang yang mati dalam keadaan belum bertaubat dari syirkul Ashghor, dia tidak di ampuni dosa syiriknya dan akan masuk neraka walaupun tidak kekal didalamnya. Karena seluruh dosa syirik itu yang akbar maupun yang ashghor adalah ternmasuk dalam pernyataan Allah Ta’ala pada firman-Nya yang kurang lebih artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang menyekktukan-Nya dengan selain-Nya dan akan mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendakin-Nya. (An Nisa : 84)

Yakni bila seseorang mati dalam keadaan membawa dosa syirik mereka tidak akan diampuni Allah, akan tetapi dia mati dalam keadaan membawa dosa selainnya (selain dosa syirik), maka dia berada dibawah jehendak Allah Subhanahu Was Ta’ala apakah akan mengampuninya atau akan menyiksanya dineraka walaupun tidak kekal didalamnya bila menyangkut syirkul Ashghor.

Demikianlah yang dinyatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam salah satu fatwanya tenteng syrikul Ashghor. Amalan syirkul ashghor ini hanya membatalkan amalan yang ada padanya syirik jenis ini. Adapun amalan lainnya yag tidak terdapat padanya syirik ini, sangat diharapkan untuk diterima Allah Ta’ala sebagai amalan shalih. Karena pada dasarnya pelaku syirkul ashghor ini masih tergolong mukmin yang `ashyi (yakni mukmin yang melakukan perbuatan kemaaksiatan).

Adapun macam-macam amalan syirik dari kedua jenis syirik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Macam-macam perbuatan syirik yang tergolong jenis syirkul akbar adalah segala jenis ibadah yang ditujukan kepada selain Allah Ta’ala karena meyakini bahwa selain Allah Ta’ala itu berhqmendapatkan peribadatan tersebut. Sedangkan jenis-jenis ibadah itu banyak sekali, antara lain ialah sebagaimana y ang disebutkan oleh Syikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah : Dan macam-macam Ibadah yang Allah perintahkan untuk beramal dengannya ialah seperti Al-islam, Al-iman, dan Al-ikhsan. Dan termasuk daripada ibadah adalah do’a. Al khauf yakni takut (dengan keterlaluan), Ar raja’ yakni berharap (dengan sangat kuat) untuk di beri, tawakal menyandarkan hidup dengan sepenuhnya kepada yang di imani), Ar Rahbah (takut dari ancaman siksaan dari yang di imani), Ar Raghbah (mempunyai keinginan rahmat dari yang di imani dengan keinginan yang sangat kuat), Al Khusyu’ (tunduk dan mantap serta tenang terhadap yang di imani), Al Khsyyah (ketakutan untuk tidak mendapatkan rahmat dari yang diimani), Al Inabah (bertaubat dari perbuatan syirik dan kembali kepada Islam), Al Isti’anah (meminta tolong dalam perkara yang makhluk tidak mampu melakukannya), Al Isti’adhah(meminta tolong dari bahaya dalam hal makhluk tidak mampu mengatasinya), Al Istighotsah (meminta tolong dalam hal makhluk tidak mampu menolongnya), bernadzar(berjanji akan melakukan suatu perkara bagi dzat yang dimuliakan dan diagungkan bila mendapatkan ni’mat),dan lain-lainnya yang Allah perintahkan yang kesemuanya itu diperuntukkan bagi Allah semata. Maka barang siapa yang mempersembahkan amalan-amalan tersebut bagi selain Allah maka pelakunya tergolong musyrik dan kafir.

Selanjutnya syaikh Muhammad bin Abdulwahhab menyatakan bahwa: Syirik Akbar itu ada empat macam yaitu :

a. Syirkud Dakwah (yakni mempersekukan Allah dalam berdoa kepada Allah Ta’ala dengan berdoa kepada selain-Nya) hal ini sebagaimnana termaktub dalam firman Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 65.

b. Syirkun Niyyah wal Iradah wal Qashad (yakni mempersekutukan Allah dalam hal niat keinginan dan tujuan). Yaitu ibadahnya disamping diniatkan kepada Allah juga diniatkan kepada selain-Nya, menginginkan dengan amalannya itu selain ridha Allah juga keridhaan untuk yang lain-Nya, menujukkan ibadahnya kepada Allah juga kepada selain-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Hud ayat 15-16.

c. Syirkut Ta’ah (yakni mentaati selain Allah dalam hal menyatakan baik dan buruknya sesuatu, halal dan haramnya sesuatu walaupun itu semua diketahui bert entangan dengan syariat Allah. Hal ini dinyatakan dalam firman Allah dalam surat At-taubah:31(termasuk syirkut ta’ah ialah bila seseorang membikin undang-undang yang melanggar syariat Allah dengan berkeyakinan bahwa undang-undang tersebut lebih baik atau sama baiknya dengan hukum Allah, sehingga mentaati undang-undang yang menyeleweng dengan syariat A llah itu dengan sepenuh-penuh ketaatan. Hal ini dinyatakan dalam surat An Nisa’ 65 dan Al An’am 121).

d. Syirkul Mahabbah (yakni menyekutukan Allah dengan lain-Nya dalam hal mencintai-Nya. Karena ibadah itu sendiri adalah merendahkan diri dengan serendah-rendahnya disertai cinta yang sepenuh-penuhnya. Menyikapi selain Allah Ta’ala dengan sikap seperti ini berarti telah melakukan syirkul mahabbah) hal ini dinyatakan oleh Allah dalam surat Al Baqarah: 165.

2. Macam-macam perbuatan syirkul ashghor ialah seperti riya’ (yakni melakukan ataau meninggalkan sesuatu amal sholih karena Allah tetapi akan lebih semangat amalan tersebut bila dilihat manusia). Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah didalam surat Al Kahfi: 110 dan dari hadits Nabi shalallauh alahi wasalam diriwayatkan: dari Jundab radhiyallahu `anhu dia mengatakan: Rasulullah shalallahu `alahi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang beramal untuk didengar orang, Allah akan perdengarkan kepalsuannya si hari kiamat, dan barang siapa yang beramal untuk dilihat orang, maka Allah akan memperlihatkan kepalsuannya di hari kiamat di hadapan segenap makhluk. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Termasuk syirkul asghar ialah bersumpah dengan selain nama Allah, umpamanya bersumpah atas nama nabi seperti menyatakan : Wan Nabi (Demi Nabi), atau dengan Ka’bah, seperti Wal Ka’bah (Demi Ka’bah) atau dengan nama para wali : Wa Syaikh Abdul Qadir Jailani dan selanjutnya. Smua ini adalah perbuatan syirkul asghar bila yang melakukan ini meyakini bahwa zat yang disebut namanya dalam sumpah tersebut mulia akan tetapi tidak semulia Allah Ta’ala. Akan tetapi bila yang bersumpah tersebut meyakini bahwa zat yang disebut itu mempunyai kemuliaan seperti kemuliaan Allah, maka pelkunya telah melakukan syirkul akbar. Demikinlah yang diteragkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.

Diriwayatkan dari Sa’ad bin Ubaidah bahwa Ibnu Umar mendengar seorang mengatakan :Tidak, demi Ka’bah. Maka berkatalah Ibnu Umar radhiyallahu anhum: Janganlah dipakai sumpah-sumpah selain Allah karena aku sungguh pernah mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka sungguh dia telah kafir atau telah berbuat syirik. (Riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud).

At Tirmidzi mengomentari hadits ini demikian :

Ini adalah hadits hasan dan hadits ini ditafsirkan oleh sebagian ulama bahwa pernyataan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam : Maka sesungguhnya ia telah kafir atau telah berbuat syirik adalah pernyataan yang maksudnya mengancam pelakunya dengan ancaman yang keras(yakni pelakunya tidaklah kafir keluar dari Islam), pengertian demikian berdalil dengan hadits ibnu Umar bahwa Nabi shalallau alaihi wasallam mendengarkan Umar bin Khattab berkata : Demi ayahku, demi ayahku. Maka Nabi bersabda : Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan bapak-bapak kalian. (yakni disini ditunjukkan bahwa Umar tidak dianggap kafir atau keluar dari Islam, sebab Nabi tidak memerintahkan masuk Islam kembali), and juga hadits dari Abu Hurairah radhiyuallahu anhu bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bresabda : Barangsiapa bersumpah dalam su,pahnya dengan perkataan : Demi berhala latta dan Uza, maka hendaklah ia mengatakan Laa ilaha illa Llahu.

BERTAUBAT DARI SYIRIK

Adapun bertaubat dari perbuatan kedua jenis syirik tersebut tentunya disesuaikan dengan jenis syiriknya. Bila bertaubat dari syirik akbar tentunya dengan masuk Islam kembali, karena pada hakekatnya pelakunya telah murtad (keluar dari Islam). Sedangkan bretaubat dari syirik ashghor ialah dengan meminta ampun kepada Allah Ta’ala dan menyempurnakan tauhidnya sehingga terjauh dari kedua jenis syirik tersebut. Maka kita harus rajin-rajin mempelajari tauhid dan segala prebuatan syirik yang akan merusakkannya. Dan setiap saat kita harus bertaubat dari perbuatan syirik yang kita ketahui atau yang kita tidak ketahui.
Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Hak Allah atas HambaNya

Soal 1: Mengapa dan untuk apa Allah menciptakan kita?

Jawab:

Allah menciptakan kita agar kita beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya berdasarkan firman Allah:

Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah pada-Ku (adz-Dzariat:56)

Dan sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:

Hak Allah atas hamba-Nya adalah supaya hamba itu beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. (HR. Bukhari Muslim)

Soal 2: Apa itu ibadah?

Jawab:

Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai Allah, baik perkataan maupun perbuatan, seperti berdoa, shalat, menyembelih hewan dan lain sebagainya, seperti firman Allah subhanahu wa ta`ala:

Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, qurbanku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Pencipta Alam, (al-An`am: 162)

Dan sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:

Tidaklah mendekatkan diri hamba-Ku kepada-Ku dengan sesuatu pun yang lebih aku cintai kecuali apa yang Aku wajibkan kepadanya. (Hdits Qudsi riwayat Bukhari)

Soal 3: Bagaimana kita beribadah kepada Allah?

Jawab:

Beribadah kepada Allah adalah sebagaimana yang diperintah Allah dan Rasul-Nya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan janganlah kalian rusak amal-amalmu. (Muhammad: 33)

Barangsiapa yang beramal tanpa ada perintah dariku, maka ia tertolak. (HR. Muslim)

Soal 4: Haruskah kita beribadah kepada Allah dengan rasa takut dan harap?

Jawab:

Ya, demikianlah kita beribadah kepadaNya, sebagaimana Allah mensifati orang-orang mukmin:

Mereka berdoa kepada Allah dengan rasa takut dan harap. (as-Sajdah: 16)

Dan sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:

Aku memohon surga kepada Allah dan aku berlindung kepada-Nya dari neraka.(HSR. Abu Dawud)

Soal 5: Apa yang dimaksud ihsan dalam beribadah?

Jawab:

Ihsan adalah mendekatkan diri kepada Allah dalam beribadah.

Allah berfirman:

Dialah yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat pula) perubahan gerak-gerik badanmu di antara orang-orang yang sujud. (asy-Syu`ara: 218-219)

Dan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

Ihsan itu adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya dan jika kamu tidak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. Muslim)

--------------

diambil dari:
Khud Aqidataka, Penulis: Muhammad bin Jamil Zainu, Edisi Indonesia: Koreksi Aqidahmu, Penerjemah: Abu Hamdan, Penerbit: Pustaka Istiqomah, Surakarta, Cetakan I, Rajab 1415 H/ Januari 1995, Halaman: 3-7
Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Pokok-pokok sunnah dan I'tiqad dalam beragama

Aku bertanya kepada ayahku dan Abu Zur`ah radhiyallahu `anhuma tentang madzhab Ahlus Sunnah dalam masalah ushuluddin (pokok-pokok agama) juga tentang pemahaman para ulama di berbagai kota yang mereka berdua ketahui, serta apa saja yang mereka berdua yakini. Maka, keduanya berkata: Kami telah berjumpa dengan para ulama di seluruh kota baik di Hijaz, Irak, Mesir, Syam, maupun Yaman, maka di antara madzhab yang mereka anut adalah,

1) Imam itu berupa perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.

2) Al-Qur`an adalah kalam Allah dan bukan makhluk, dalam segala aspeknya.

3) Takdir yang baik maupun yang buruk adalah dari Allah `Azza wa Jalla.

4) Di kalangan ummat ini, sebaik-baik orang setelah nabi mereka adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Al-Khaththab, lalu Utsman bin Affan, lalu Ali bin Abi Thalib -semoga Allah meridhai mereka semua-. Mereka Khulafaur Rasyidun Al-Mahdiyun para khalifah yang berpegang teguh kepada agama dan mengikuti kebenaran.

5) Bahwa sepuluh sahabat yang disebut dan dinyatakan oleh Rasulullah -semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya-, masuk jannah, mereka itu sesuai dengan pernyataan beliau dan perkataan beliau itu benar.

6) Memintakan rahmat bagi seluruh sahabat serta keluarga nabi Muhammad -semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya-, serta menahan pembicaraan dari perselisihan yang terjadi di antara mereka.

7) Bahwa Allah `Azza wa Jalla berada di atas `Arsy-Nya, terpisah dari seluruh makhluk-Nya, sebagaimana sifat yang diinformasikan-Nya dalam kitab-Nya melalui lisan Rasul-Nya -semoga Allah mebmerikan shalawat dan salam kepadanya-, tanpa diketahui kaif (bagaimana) nya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

8) Allah Tabaraka wa Ta`ala akan dapat dilihat di akhirat. Segenap penduduk jannah akan melihat-Nya dengan mata kepala mereka. Allah berbicara, sebagaimana Dia berkehendak.

9) Jannah adalah benar dan neraka adalah benar (adanya). Keduanya adalah makhluk yang kekal abada. Jannah adalah balasan bagi para wali-Nya sedangkan neraka adalah hukuman bagi orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya, kecuali yang mendapatkan rahmat-Nya.

10) Shirath adalah benar.

11) Mizan (timbangan), yang memiliki dua sisi timbangan untuk menimbang amalan para hamba, yang baik maupun yang buruk adalah benar.

12) Haudh (telaga) yang dijadikan sebagai penghormatan bagi Nabi -semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya- dan segenap keluarganya adalah benar.

13) Syafa`at adalah benar. Dan bahwa sebagaian ahli tauhid keluar dari neraka berkat adanya syafa`at adalah benar.

14) Adzab kubur adalah benar.

15) Munkar dan Nakir adalah benar.

16) Malaikat mulia yang mencatat amal perbuatan manusia adalah benar.

17) Kebangkitan setelah mati adalah benar.

18) Para pelaku dosa besar berada dalam masyi`ah (kehendak) Allah subhana wa ta`ala. Kita tidak mengkafirkan ahli kiblah disebabkan dosa mereka. Kita menyerahkan urusan batin mereka kepada allah subhana wa ta`ala.

19) Kita melaksanakan kewajiban jihad dan haji bersama imam-imam kaum muslimin, di setiap masa.

20) Kita tidak boleh melakukan pembelotan terhadap para imam atau peperangan di masa fitnah.

21) Kita mendengar dan mentaati siapa saja yang dijadikan oleh Allah sebagai pemimpin kita. Kita tidak akan melepaskan diri dari ketaatan.

22) Kita mengikuti sunnah dan jamaah serta menghindari sikap menyimpang, perselisihan, dan perpecahan.

23) Jihad berlaku semenjak Allah mengutus nabiNya -semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya- hingga terjadinya hari kiamat, bermasa imam-imam kaum muslimin, tanpa ada sesuatupun yang menghapuskannya.

24) Demikian pula haji.

25) Begitu pula pembayaran zakat saimah kepada imam kaum muslimin yang menjadi pemimpin bagi kita.

26) Pada aslinya manusia secara umum digolongkan mukmin berdasarkan hukum-hukum dan pewarisan, adapun hakekat keimanan maka di sisi Allah tidaklah diketahui. Barangsiapa yang berkata bahwa ia seorang mukmin sejati, maka ia adalah orang yang berbuat bid`ah. Barangsiapa yang berkata bahwa ia adalah orang yang mukmin di sisi Allah, maka ia termasuk pendusta. Sedangkan orang yang mengatakan saya beriman kepada Allah, maka yang dilakukannya itu benar.

27) Kaum murji`ah adalah kaum yang berbuat bid`ah dan tersesat.

28) Kaum qadariah adalah kaum yang berbuat bid`ah dan tersesat. Barangsiapa di antara mereka yang menyatakan bahwa Allah Ta`ala tidak mengetahui apa yang akan terjadi sebelum terjadinya, maka ia kafir.

29) Kaum Jahmiyah adalah kafir.

30) Kaum rafidhah adalah kaum yang menolak Islam.

31) Kaum khawarij adalah kaum yang meluncur keluar dari agama.

32) Barangsiapa menyatakan bahwa Al-Qur`an itu makhluk, maka ia orang yang kafir kepada Allah Yang Maha Agung; dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari millah. Barangsiapa yang faham tetapi meragukan kekafirannya, maka ia kafir.

33) Barangsiapa yang ragu terhadap kalam Allah `Azza wa Jalla, bimbang mengenainya dan mengatakan, saya tidak tahu apakah makhluk ataukah bukan makhluk, maka ia orang yang berfaham jahmiyah.

34) Orang yang bimbang mengenai Al-Qur`an dikarenakan kebodohan, maka musti diajari dan dibid`ahkan, tetapi tidak dikafirkan.

35) Barangsiapa yang mengatakan Bacaan Al-Qur`an-ku adalah makhluk atau Al-Qur`an dengan bacaanku adalah makhluk maka ia adalah orang yang berfaham jahmiyah.

Syaikh Abu Thalib berkata: Ibrahim bin Umar berkata: Ali bin Abdul Aziz berkata: Abu Muhammad berkata: Saya mendengar ayahku -semoga Allah meridhainya- berkata:

36) Tanda-tanda ahli bid`ah adalah mengumpat ahlul atsar (orang-orang yang berpegang teguh kepada sunnah. Pent)

37) Tanda-tanda orang zindiq adalah mereka menyebut ahlul atsar sebagai kaum hasywiyah, karena ingin menghapuskan sunnah.

38) Tanda-tanda kaum jahmiyah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum musyabbihah.

39) Tanda-tanda kaum qadariyah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum yang berfaham jabriyah.

40) Tanda-tanda kaum murji`ah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum mukhalifah (yang suka mempertentangkan) atau nuqshaniyah (yang suka mengurangi).

41) Tanda-tanda kaum rafidhah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum tsaniyah.

42) Dalam perkara in telah tersesat banyak kelompok (dalam memahami ahlus sunnah), padahal ahlus sunnah hanya menyandang satu nama dan nama-nama ini semua tidak mungkin menyatu (ada) pada mereka.

43) Abu Muhammad bercerita kepada kami, katanya:

Dan saya mendengar ayahku dan Abu Zur`ah mengisolasi orang yang memiliki pemahaman yang menyimpang dan melakukan bid`ah, menyalahkan pendapat mereka dengan keras, menolak penulisan buku-buku dengan pendapat tanpa berdasarkan atsar, melarang berteman dengan ahli kalam atau membaca buku-buku mutakallimin, serta berkata: Penganut ilmu kalam tidak akan beruntung selamanya.

Telah saya sampaikan semuanya, dan segala puji bagi Allah Rabb semua alam, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad -shalallahu `alaihi wasallam- dan para keluarganya. Akhir Kitab I`tiqaduddin.

----------------

Dikutip dari buku: Kitab Ashlussunnah, Abi Hatim Ar-Razi (240-327 H). Penerbit: Darussunnah-Solo, cetakan pertama Mei 1998. Penerjemah: Hawin Murtadha. Catatan kaki di dalam buku tersebut tidak diikutkan dalam artikel ini. Apabila ingin mengetahuinya, silakan membaca buku tersebut.Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Sikap Terhadap Pekuburan

Oleh : Abul Hasan Musthafa bin Ismail As Sulaimani Al Mishri

TANYA

Di beberapa negara Islam banyak terjadi bentuk-bentuk pelecehan terhadap kuburan, ada yang menjadikan perkuburan sebagai tempat bermain bola, ada yang menjadikannya sebagai jalan tempat lalu lalang hewan ternak, atau kendaraan mereka, ada yang duduk diatasnya dan ada yang melintas diatasnya.

Apakah nasehat anda dalam hal ini ?

JAWAB:

Seorang muslim tetap dihormati dan dimuliakan, baik pada waktu ia masih hidup atau pun sesudah matinya. Ia tidak boleh dihinakan baik di dalam kuburnya maupun di dalam rumahnya. Dalam sebuah riwayat dari Basyir bin Al Khashashiyah, ia berkata

Ketika aku berjalan bersama Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam sambil bergandeng tangan, beliau berkata :

Wahai putra Khashashiyah, janganlah engkau menjadi orang yang mengeluh terhadap Allah, engkau sekarang sedang berjalan bersama Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam - (Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam, mengatakan demikian kepada Basyir karena ia menampakkan kegelisahannya, sebab ia sudah terlalu lama berpisah dari keluarganya)- Lalu aku berkata: Wahai Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam ! Ayah dan ibuku menjadi tebusannya, aku bukanlah orang yang mengeluh terhadap Allah, semua yang dianugerahkan-Nya kepadaku adalah baik

Beliau kemudian melewati perkuburan orang-orang musyrik seraya berkata :

Sesungguhnya mereka telah terluput dari kebaikan yang banyak (Karena mereka mati dalam keadaan musyrik).

KemUdian beliau mendatangi kuburan orang-orang mukmin seraya berkata

Sesungguhnya mereka akan mendaptkan kebaikan yang banyak sekali, beliau mengulanginya sebanyak tiga kali.

Saat Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam berjalan bersamaku, pandangannya tertuju kepada seseorang yang sedang berjalan di pekurburan dengan memakai sandal, kemudian beliau menegurnya:

Wahai pemakai sandal, celakalah engkau ! Lepaskanlah kedua sandalmu.

Orang itu kemudian menoleh dan ketika ia mengetahui bahwa yang menegurnya adalah Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam, segera saja ia lepaskan sandalnya (HR. Abu Dawud ,Hakim dan lainnya). Lihat Ahkamu Janaiz jhal 136 - 137 dan 209.

Dari Uqbah bin Amir ia berkata : Menginjak bara api atau mata pedang yang melukai kakiku lebih aku sukai dari pada berjalan di atas kuburan seorang muslim. Sama buruknya bagiku, membuang hajat di kuburan dengan buang hajat di pasar yang di tonton orang banyak.

(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah secara mauquf * (NO.11773 dan 11780) Diriwayatkan secara marfu' -( di sandarkan kepada Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam ,pent)- oleh Ibnu Majah no 1567, namun menurut pendapat kami, riwayat marfu' adalah riwayat syadz**. Maksudnya adalah : sebagaimana seorang yang buang hajat dipasar telah berbuat senonoh, demikian pula dengan seorang yang melintas diatas kuburan. Kedua-duanya adalah perbuatan tercela. Di dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dari Rasulullah, beliau bersabda :

Seandainya salah seorang di antara kamu duduk di atas bara api sehingga terbakar pakaiannya dan melahap tubuhnya, lebih baik daripada ia duduk diatas kuburan. (HR.Muslim dalam Kitab Janaiz)

Apabila sekedar duduk di atas kuburan telah mendapat sanksi yang demikian berat, bagaimana pula dengan orang yang melintas di atasnya. Apalagi Rasulullah telah memerintahkan kepada orang yang berjalan di sela-sela kuburan agar melepaskan alas kakinya. Demikian pula para salaf juga melarang perbuatan tersebut. Akan tetapi yang sangat memprihatinkan sekarang ini adalah kuburan-kuburan tersebut telah diajdikan sebagai tempat bermain bola. Bukan hanya itu saja, bahkan orang-oragn yang mengaku sebagai juru dakwah mengadakan perlombaan-perlombaan (permainan-permainan) di atas perkuburan kaum muslimin, padahal di antara penghuni perkuburan tersebut terdapat ulama, ahli ibadah, ahli zuhud dan para penghafal Al- Quran.Hanya kepada Allah sajalah mengadukan orang-orang yang tidak percaya akan kebesaran Allah. Kita khawatir bahwa Allah akan menghinakan orang-orang yang melecehkan kuburan kaum muslimin, di dunia maupun di akhirat.

Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak ada seorang pun yang memuliakannya (Al- Hajj 18)

Dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syair Allah , maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (Al- Hajj 32)

----------------

Catatan kaki:

* : mauquf adalah, apa-apa yang dinukil dari sahabat berupa ucapan atau perbuatan mereka

** : Syadz adalah riwayat perawi tsiqah (terpercaya) menyelisihi yang lebih tsiqah darinya atau riwayat seorang tsiqah menyelisihi tsiqah-tsiqah lainnya

Dari: Bunga Rampai Fatwa-Fatwa Syar'iyyah Jilid I, Abul Hasan Musthafa bin Ismail As Sulaimani Al Mishri. Penerjemah: Abu Ihsan, Editor: Muslim Al-Atsari, Penerbit: Pustaka At-Tibyan, Solo. Cetaan I, Agustus 2000, hal. 66-68
jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Membongkar kerancuan dalam Tauhid (2)

Oleh : Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata : “jika anda telah mengerti apa yang telah aku katakan dengan pengertian yang meresap ke dalam hati,. Telah mengerti arti syirik yang telah dinyatakan oileh Allah Subhanahu Wa Ta`ala dalam firman-Nya (yang artinya) :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar (An-Nisa’: 48)

Telah mengerti pula din (agama) Allah yang dibawa oleh para rasul dari rasul yang paling pertama hingga rasul terakhir, dan telah mengerti pula kebodohan yang dialami oleh kebanyakan orang tentang ini, maka semua pengertian anda itu akan memberi dua faidah kepada anda:

Pertama: Kegembiraan karena mendapat karunia serta Allah sebagaimana firman-Nya (yang artinya):

Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmad-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmad-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Yunus: 58).

Kedua: Rasa takut yang besar sebab apabila anda telah memahami bahwa seseorang bisa menjadi kafir disebabkan sebuah kalimat yang keluar dari mulutnya, sedangkan ia mengucapkannya karena kebodohannya, padahal kalimat kufur tersebut tidak termaafkan sebab kejahilannya itu, atau terkadang seseorang mengucapkan kata-kata kufur sedangkan ia menyangka bahwa perkataannya itu merupakan perkataan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik. Apalagi jika anda telah memahami berdasarkan petunjuk Allah -kisah tentang (kebodohan) kaumnya Musa `alaihis salam yang berkata kepada beliau seraya berkata- padahal mereka adalah orang-orang shalih dan berilmu- :

“Buatkanlah untuk kami sebuah sesembahan (berhala) sebagaimana sesembahan-sesembahan (berhala) yang mereka miliki” (Al-A`raaf: 138)

pada saat ini (ketika anda telah memahami semua ini –pen), maka rasa takut anda akan menjadi sangat besar dan semangat anda untuk membersihkan diri dari hal-hal semacam di atas pun menjadi besar pula.

Maksudnya apabila anda telah memahami semua perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di atas, anda telah memahami makna kalimat “la ilaha illallahu” dengan sebenar-benarnya dan anda telah mengerti kebodohan banyak orang terhadap kalimat tersebut, baik kebodohan yang bersifat sederhana maupun kebodohan yang keterlaluan. Maka pemahaman anda itu akan memberi anda dua faidah besar buat anda:

Pertama: Kegembiraan karena anda mendapat karunia Allah. Hal ini karena dua sisi nikmat sebagai berikut:

1. Bahwa Allah telah membukakan dan menganugrahkan pemahaman kepada anda hingga anda dapat memahami makna yang benar dari `la ilaha illallahu’

2. Bahwa anda telah terselamatkan dari kesesatan kebanyakan orang disebabkan kesalahan mereka dalam memahami kalimat tersebut.

Kegembiraan semacam ini yang termasuk diperintahkan Allah dalam firman-Nya (yang artinya:) Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmad-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmad-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Yunus: 58).

Sementara itu kegembiraan seseorang karena mendapat nikmat Allah adalah ibadah, dan kegembiraan ini termasuk hal yang terpuji seperti yang diterangkan dalam sebuah hadits (yang artinya) :

Orang-orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, satu kegembiraan di saat berbuka, dan satu kegembiraan lagi disaat bertemu dengan Rabbnya (dikeluarkan oleh Bukhari: 4/144- Fathul Bari dan Muslim : 8/278)

Rasa takut yang amat besar apabila anda sampai jatuh ke dalam kekufuran kaum musyrikin. Sebab seseorang terkadang mengucapkan kata-kata kufur, padahal kekufuran tersebut tidak termaafkan hanya karena ketidak mengertiannya bahwa itu kufur. Maka jadilah ia orang yang kafir karena kata-kata yang diucapkannya itu sebagaimana telah diterangkan dalam sebuah hadits (yang artinya) “Sesunggunhnya seseorang berkata dengan suatu kalimat berupa kebencuan terhadap Allah, ia menganggap perkataannya itu tidak mengapa, tetapi dengannya ia terhempas ke dalam neraka (jauhnya) begini dan begini (dalam riwayat lain: (jauhnya/dalamnya) sejauh timur dan barat)(dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam Fathul bari: 11/314, dan Muslim hadits no. 17/117 dan lain-lain)

Kita memohon kepada Allah agar kita menjadi orang-orang yang selamat.

Selanjutnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengingatkan agar hendaknya seorang muslim merasa takut bila dirinya memiliki persangkaan seperti yang dilakukan oleh kaum musyrikin berkenaan dengan makna tauhid; yaitu bahwa tauhid dipahami sebagai: “Hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemberi rizki dan Pengatur”. Oleh karena itu beliau mengingatkan agar hendaknya manusia terus-menerus takut, kemudian disusul dengan selalu mengingat kisahnya kaum nabi Musa `alaihis salam ketika mereka berkata kepada Musa (yang artinya) “Buatkanlah untuk kami sebuah sesembahan (berhala) sebagaimana sesembahan-sesembahan (berhala) yang mereka miliki” (Al-A’raaf: 138)

Musa menjawab (yang artinya):

“Sesungguhnya kalian ini orang-orang yang bodoh”

” sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang mereka kerjakan” (Al-A’raaf: 139)

Jadi dalam ayat diatas, Musa menjelaskan bahwa permintaan kaumnya agar Musa membuatkan berhala sebagaimana kaum musyrikin mempunyai berhala-berhala merupakan suatu kebodohan. Maka kalau peristiwa itu diingat, niscaya akan menimbulkan rasa takut di hati seseorang apabila dirinya sampai terjatuh ke dalam kesesatan serta kejahilan karena berprasangka bahwa makna `la illaha illallahu’ adalah “tidak ada Pemberi rizki, Pencipta dan pengatur kecuali Allah.

Itulah dia yang dingatkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan yang banyak dialami oleh orang-orang ahlul kalam, yaitu orang-orang yang banyak bicara berdasarkan logika tentang Tauhid Rububiyah. Mereka beranggapan bahwa `la illaha illallahu adalah “ tiadaPencipta dan tidak ada Yang Maha Kuasa untuk mencipta kecuali Allah”

Meraka menafsiri kalimat yang agung ini dengan pebafsiran yang salah dan batil, penafsiran yang tidak perbah dikenal seorangpun di kalangan kaum muslimin, bahkan orang-orang musyrik arab dahulunya tidak dikenal penafsiran ini, bahkan orang-orang musyrik Arab dahulu jeuh lebih memahami kaliamt “la illaha illallahu” dibandingkan dengan orang-orang ahlu ilmu kalam.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah selanjutnya berkata: “Ketahilah bahwa dengan hikmah-Nya, Allah subhanahu wata’ala tidak mengutus seorang nabipun untuk membawa tauhid ini, melainkan Dia ciptakan musuh-musuh yang menentang nabi-Nya tersebut, sebagaimana firman Allah (yang artinya):

Dan demikian kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan(dari jenis) Jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manus ia) . Jikalau Rabb-mu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan (al-An’am: 122)

Dan tidak jarang musuh-musuh nabi Allah itu memiliki banyak ilmu, banyak kitab dan banyak hujjah, seperti yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya):

Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul ( yang diutus kepada) mereka dengan membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka….(al-Mu’min:83)

Disini Rahimahullah mengingatkan adanya satu pelajaran besar, yakni satu diantara hikmah Allah Ta’ala yaitu bahwa setiap kali Dia mengutus nabi-Nya, maka Dia ciptakan pula musuh-musuh penentangnya yang terdiri dari manusia dan jin.

Adanya musuh ini berguna untuk menyaring dan memperjelas kebenaran, sebab setiap kali ada penentang, maka hujjah (bukti kebenaran ) nabi pun akan semakin kuat. Sebaliknya, apabila nabi diutus demikian saja tanpa penentang, akhirnya kebenaran (al haq) yang menjadi misinya tidak akan menjadi jelas, justru dengan adanya penentang itulah akan tejadi penentangan yang bakal mempertegas dan memperjelas al-haq.

Rintangan yang ditetapkan oleh Alah untuk para nabi-Nya ini juga ditetapkan bagi para pengikut mereka. Setiap para pengikut nabi pasti akan menghadapi penentang atau musuh-musuh seperti apa yang pernah dihadapi oleh para nabi, sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam surat al-An’am ayat 112 diatas.

Juga firman Allah (yang artinya)

Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang yang berdosa. Dan cukuplah Rabbmu menjsadi pemberi petunjuk dan penolong

Renungkanlah firman Allah pada ayat diatas yang artinya berbunyi:

“Cukuplah Rabb-mu menjadi pemberi petunjk dan penolong”

Kalau ayat diatas diperhatikan, orang-orang yang berdosa (penjahat) yang memusuhi para nabi itu, melakukan permusuhannya kepada para rasul melalui dua jalan;

1. Peragu-raguan (tasykik)

2. Permusuhan.

Adapun yang berkenaan dengan jalur tasykik (peragu-raguan), maka untuk mengatasinya Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya:

“Cukuplah Rabb-mu menjadi pemberi petunjuk dan penolong “

Jadi Allah Ta’ala pasti senantiasa memberi petunjuk kepada para rasul dan para pengikut-pengikutnya, dan pasti senantiasa memberi pertolongan kepeda mereka untuk mengalahkan musuh-musuhnya sekalipun musuh itu merupakan musuh yang paling kuat.

Disamping itu yang paling penting untuk diketahui ialah, bahwa seringkali musuh-musuh para rasul itu memiliki ilmu yang banyak, hingga dengan imunya mampu menjadikan kebenaran dan kebatilan kabur di mata manusia. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah (Q.S al-Mu’min:83) (yang artinya) :

Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mmereka dengan membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh adzab Allah yangb selalu mereka perolok-olokkan itu.

Kegembiraan (kebanggaan)yang termaktub dalam ayat ini jelas tercela, sebab ia merupakan kegembiraan yang tidak diridhai oleh Allah. Yang jelas berdasarkan ayat ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ingin menunjukkan agar seyogyanya setiap muslim mengetahui bahwa banyak diantara musuh Allah yang memiliki ilmu. Dengan pengetahuan ini, seorang muslim hendaknya bersiap diri menggalang bekal untuk menghadapi mereka.

Begitu pula petunjuk yang diberikan rasul shallallahu `alaihi wa sallam ketika beliau mengutus Mu’adz ke Yaman. Beliau bersabda (yang artinya) :

Sesungguhnya kamu akan datang kepada suatu kaum dari kalangan ahli kitab (Bukhari 7/661 dan Muslim : no. 19).

Artinya: Nabi menginginkan agar Mu’adz bersiap-siap menghadapi mereka yang tentunya banyak memiliki hujah, karena mereka adalah ahlul kitab.

Selanjutnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan: “bila anda telah mengerti semua itu dan telah memahami bahwa jalan menuju Allah itu pasti dihadang oleh musuh yang ahli bicara, ahli ilmu dan pandai berhujjah, maka kewajiban anda ialah mempelajari dinullah (secara baik) supaya nanti bisa menjadi senjata yang akan anda gunakan untuk memerangi para syaitan yang dedengkotnya dahulu pernah berkata kepada Allah (berisi ancaman bagi hambanya pen.) yaitu (yang artinya):

Iblis menjawab karena engkau telah menghukum saya tersebut, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka dari kanan dan kiri mereka. Dan engkau tidak akan mendapati mereka bersyukur(taat) (al-A’raf: 16-17).

Tetapi manakala anda telah menghadapkan muka wajah anda kepada Allah, dan telah mendengarkan hujjah-hujjah dan penjelasan Allah maka anda tak perlu lagi merasa takut dan sedih, (sebab) Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya):

Sesungguhnya tipu daya syaitan adalah lemah. (An-Nisa’: 76)

Yakni apabila anda telah memahami bahwa musuh-musuh Allah tersebut mempunyai banyak kitab dan ilmu pengetahuan yang dengannya bisa digunakan untuk merancukan antara hak dan batil maka anda harus bersiap sedia menghadapi mereka dengan dua hal :

Pertama: seperti diisyaratkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, anda harus memiliki hujjah syar’iyyah dan aqliyah agar bisa melibas hujjah serta kebatilan mereka.

Kedua: Anda harus mengenal kebatilan mereka, supaya anda dapat mengalahkan mereka.

Selanjutnya, seorang muslim tidak perlu takut menghadapi hujjah-hujjah mereka (para musuh tauhid), karena hujjah mereka adalah batil dan itu merupakan tipu daya setan,sedangkan tipu daya setan itu lemah.

Selanjutnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menegaskan bahwa seorang awam dari kalangan orang yang bertauhid akan mampu mengalahkan seribu ulama musyrikin itu,dasarnya adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya):.

”Dan sesungguhnya tentara Kami,betul-betul pasti menang. (Ash-Shaffat : 173).

Yang dimaksudkan dengan satu orang awam dari kalangan orang-orang bertauhid adalah orang yang mengikrarkan tauhid dengan segenap macamnya yang tiga, yaitu tauhid Rububiyah Asma’ was-sifat serta Uluhiyah.(Orang awam menurut pandangan kaum tarekat sufiyah adalah orang yang seperti disebutkan oleh syaikh Muhammad bin Abdul Wahab ini, yaitu orang yang mengikrarkan tiga Tauhid :Uluhiyah, Rububiyah dan asma’ was-sifat. Sebab menurut mereka: tauhid terbagi menjadi tiga peringkat diantaranya (peringkat yang paling rendah): tauhidnya orang-orang awam, yaitu tauhidnya orang yang mengikrarkan tauhid Rububiyah, Uluhiyah dan Asma’ Was-Sifat [1]

Orang awam yang bertauhid ini pasti akan mampu mengalahkan seribu ulama musyrikin, sebab ulama musyrikin tersebut tidak sempurna dalam mentauhidkan Allah, mereka hanya mentauhidkan Rububiyah Allah saja.

Mengimati tauhid rububiyah semata jelas tidak benar, bahkan pada hakekatnya itu bukanlah tauhid yang sebenarnya. Buktinya Nabi Shalallahu `Alaihi Wa Sallam telah telah memerangi musyrikin yang secara rububiyah telah mentauhidkan Allah, namun tauhid semacam ini tidak berguna dan tidak menyebabkan darah serta harta mereka terpelihara

Dengan demikian satu orang awam dari kalangan awam dari kalangan orang yang bertauhid masih lebih baik dari mereka. Karena itulah Allah Ta’ala berfirman (yang artimya) :

“Dan sesungguhnya tentara kami betul-betul akan menang”(Ash-Shaffat: 173)

(Jadi orang awam yang bertauhid itu masih merupakan tentara Allah -pen), Tentara Allah ini menang berdasarkan hujjah serta penjelasannya sebagaimana ia juga menang dengan pedang serta anak panahnya. Tentara Allah berjihad fi sabilillah dengan dua cara:

Pertama: Dengan hujjah dan penjelasan; hal ini dilancarkan katika menghadapi kaum munafiqin, orang-orang yang menyembunyikan permusuhan kepada kaum muslimin.

Kedua: berjihad dengan pedang dan anak panah. Ini dilancarkan kepada orang-orang kafir yang secara terang-terangan menyatakan kekufuran dan permusuhannya.

Dua bentuk jihad ini sesuai denga firman Allah (yang artinya):

Maka mereka merasakan akibat yang buruk akibat perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka kerugian yang besar. (Ath-Thalaq: 9)

Terkadang jihad dengan hujjah dan penjelasan juga dilakukan kepad kaum kuffar yang terang-terangan menyatakan kekafirannya, sebab orang-orang kafir terseb ut tidak diperangi dengan pedang sebelum tegak alasan untuk itu (belum ada hujjah untuk itu atas mereka).

Jundullah (tentara Allah) adalah hamba-hamba Allah yang membela Allah dan rasul-Nya. Akhirnya Syaikh rahimahullah mengingatkan bahwa yang dikhawatirkan adalah apabila ada seorang yang bertauhid tetapi ia tidak memiliki kesiapan senjata (hujjah), hingga dikhawatirkan ia akan kalah manakala menghadapi hujjah lawan sehingga menimbulkan fitnah.

Oleh karena itula seyogyanya setiap muslim yang bertauhid senantiasa siap sedia mempersenjatai dirinya dengan ilmu agamanya yang mapan. Wallahu `alamu bish-shawab.

[1] Lihat catatan kaki Ta’liqat `Ala Kitab Kasyfusy Syubhat, hal: 27.

Disadur dari At-Ta’liqot `Ala Kitab Kasyfisy-Sybhat Li Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, ta’liq syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal: 20-28.Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Membongkar kerancuan dalam Tauhid (1)

Syaikul Islam Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah berkata :”Ketahuilah semoga Allah merahmati anda bahwa tauhid ialah mengesakan Allah dengan beribadah. Inilah dia agama semua Rasul Allah yang diutus untuk para hamba- Nya. Utusan paling pertama adalah adalah Nuh `alaihis-salam [1] yang diutus Allah ta’ala kapada kaumnya ketika mereka berlaku ghuluw (berlebih-lebihan ) terhadap para ulama sholihin yaitu Wadd, Suwa`, Yaghuts, Ya`uq, serta Nasr “. Makna tauhid menurut syar`i ialah mengesakan Allah dengan cara mempersembahkan segala apa yang khusus menjadi hak Allah; berupa asma`, sifat-sifat, perbuatan-perbuatan dan peribadatan hanya kepada Allah semata, baik secara ilmu maupun secara aqidah (keyakinan).

Tauhid tidak akan menjadi sempurna kecuali jika meliputi dua hal nafi (penolakan) dan itsbat (penetapan) [2] . Sebab nafi semata-mata berarti masih mengandung kemungkinan adanya penyekutuan. Pola-pola itsbat serta nafi ini didalam Al-Qur`an terdapat banyak sekali.

Sementara sejumlah ahli ilmu (ulama`) telah mendefinisikan tauhid [3] dalam beberapa pengertian, namun maknanya satu diataranya :

Al Qodhi ‘Iyadh rahimahullah dalam as-Syifa`(1/388) mengatakan:”tauhid ialah menetapkan satu zat yang tidak sama dengan zat-zat lain dan tidak lepas dari sifat-sifat”.

Al-Hafidz Qowam as Sunnah At Taimi al Ashfahani mengatakan: ”At tauhid mengikuti wazan at-taf`il; merupakan mashdar dari wahhada-yuwahhid. Arti wahhad-tullaha yakni: Aku meyakini bahwa hanya ALLAH sendiri yang ESA dalam dzat maupun sifat-sifatnya, tiada sesuatupun yang menyerupainya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimmahullah dalam majmu Fatawanya (4/150) mengatakan : ”Adapun tauhid yang karenanya para utusan Allah diutus dan kitab-kitab Allah diturunkan ialah perintah Allah kepada para hambanya agar beribadah hanya kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan (syirik) sesuatupun dengan-Nya, sehingga selain Allah tidak memiliki sebagian kecil pun apa yang menjadi hak khusus Allah berupa peribadatan dengan segala rangkaianya. Ini jika dilihat dari segi pengamalan (amaliyah lahir maupun batin). Adapun jika dilihat dari sisi perkataan maka tauhid ialah iman terhadap suatu sifat yang Allah telah menatapkan bagi diri-Nya dan Rasulullah shallallahu alaihi wa salam telah menetapkan bagi Allah.

Syaikh Abdul Haq Al-Hasyimi rahimmahullah dalam Syarh Kitabit–Tauhid min Shahih Bukhari hal 11 mengatakan : Tauhid ialah penetapan ke-Esaan Allah Ta`ala. Dan penetapan sifat-sifatnya dengan cara menafikan (meniadakan) penyerupaan (tasybih) dan ta`thil (penolakan terhadap sifat-sifatNya)”

Selanjutnya diterangkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa tauhid itu adalah diin (agamanya) para rasul. Mereka diutus untuk membawa din ini.

Rasul Allah paling pertama adalah Nuh alihis-salam, beliau diutus untuk menyeru kaumnya agar mereka mentauhidkan Allah serta mengingatkan mereka supaya jangan menyembah kepada patung : Wadd, Suwa`, Yaghuts, Ya`uq dan Nashr.

Sebab-sebab peribadatan mereka terhadap patung-patung itu ialah karena ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang–orang shalih.

Nama-nama Wadd, Suwa`, Yaghuts, Ya`uq dan Nashar, sebelumnya nama orang-orang shalih yang telah wafat, kemudian mereka dimonumenmtalkan menjadi patung-patuing. Mula-mula tidak disembah, namun ketika zaman menjadi semakin panjang, akhirnya patung-patung innipun disembah.

Karena itulah Nuh ‘alaihi salam mengajak mereka untuk kembali bertauhid kepada Allah dan mengingatkan mereka supaya jangan syirik kepada Allah Azza wa Jalla. Begitu pulalah semua rasul Allah, mereka diutus untuk mengemban prinsip ini, prinsip Tauhidullah.(Al-Ambiya`:25)

Kemudian rasul paling akhir adalah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam. Beliau inilah yang telah membinasakan patung-patung orang shalih tersebut.

Manakala terjadi Fathul Makkah, ketika beliau masuk Ka`bah, beliau mendapati patung-patung yang jumlahnya mencapai 360 buah patung, terdapat didalam dan disekitar Ka`bah, lalu dihancurkan lah patung–patung itu oleh beliau dengan kampak seraya mengucapkan : “yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap, sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap (Al-Isra`:81)

Allah Ta`ala telah (sengaja) mengutus Nabi Muhammad sallahu ‘alaihi wa salam ini ketengah-tengah manusia yang beribadah, berhaji, shadaqoh dan berdzikir (banyak-banyak) kepada Allah, namun bersamaan dengan itu, mereka menjadikan para makluk sebagai wasilah (perantara) yang dianggap bisa menjadi penghubung antara diri mereka dengan Allah. Mereka mengatakan: “Kami menginginkan mereka untuk menjadi wasilah yang mendekatkan diri kami kepada Allah, kami menghendaki syafa`at mereka.”

Begitulah manusia jahiliyah, mereka menyembah patung-patung, kayu-kayu, kuburan-kuburan dan monumen-monumen orang–orang shlih dengan anggapan bahwa apa yang mereka lakukan itu bukanlah peribadatan tetapi hanyalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Allah Ta`ala telah berfirman mengenai meareka:

Kami tidak mnyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. (Az-Zumar: 3) [4]

Mereka sebenarnya yakin dan mengakui bahwa benda serta patung-patung tesebut tidaklah akan mampu memberikan manfaat atau madharat apapun kepada mereka, hanya saja mereka beranggapan bahwa semua itu adalah pemberi syafa`at kelak disisi Allah. akan tetapis eungguh sayang, syafa`at semacam itu adalah syafa`at yang tiada bermanfaat, sebuah syafaat yang hakikatnya tidak ada, sebeb tiada seorangpun yang bisa memberi syafaat tanpa idzin dari Allah, padahal Allah ta`ala tidak mungkin akan mengijinkan seseorang untuk memberikan syafa`atnya (kelak di hari kiamat) kecuali kepada orang yang diridhai-Nya.

Siapapun yang tidak diridhai oleh Allah baik yang memberi syafa`at maupun yang diberi, maka Allah tidak mungkin memberi izin padanya ubntuk memeri atau mendapat syafa`at. Firman-Nya :

Maka tidak berguna lagibagi mereka syafaat dari orang –orang yang memberi syafaat (Al Mudatsir: 48)

Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah –Maha Rahman- telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya. (Taha : 109).

Demikianlah, orang-orang Quraisy Jahiliah dahulu banyak melakukan kebaikan, sengang bersadaqah dan suka berhaji di Baitullah, namun segala kebaikan mereka itu tidak bermanfaat sama sekali karena mereka adalah orang-orang kafir, musyrik dan penyembah berhala. Kepada mereka dan kepada orang-orang semisal mereka Nabi shalallahu alaihi wasallam diutus.

Demikianlah, mereka terus menerus berada dalam kekufuran dan kemusydikan, mereka menuhankan malaikat, Isa bin Maryam, orang-orang shalih dan berhala-berhala dengan anggapan bahwa merekalah calon pemberi syafaat di sisi Allah. Maka (sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab), diutuslah Muhammad Shalallahu alaihi wasallam ketengah-tengah mereka guna memperbaharui kembali millah Ibrahim alaihis salam yang telah dirusak oleh tangan-tangan kotor jahiliah. Beliau menegaskan bahwa amaliyyah taqarub (pendekatan diri kepada Allah) dan peribadatan hanyalah menjadi hak mutlak Allah Ta`ala, dengan demikian tidaklah layak sama sekali tindakan taqarub serta peribadatan ini ditujukan kepada selain Allah walaupun kepada seoran malaikat atau seorang nabi, apalagi kepada selain keduanya.

Itulah kemusyrikan mereka, kemusyrikan yang terjadi dalam masalah uluhiyyah. Al Qur`an telah banyak menjelaskan bahwa kemusrikan Quraisy jahiliah dahulu hanyalah terjadi dalam hal peribadatan saja. Adapun secara Rububiyyah maka sebenarnya mereka telah meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb pencipta segala sesuatu, satu-satunya Dzat Yang Maha mengabulkan do`anya orang yang sedang dalam keadaan kritis dan satu-satunya Dzat Yang Kuasa melepaskan segala marabahaya. Begitu pulalah keyakinan-keyakinan meraka lainnya sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah dalam Al Qur`an Al Karim berkenaan dengan ikrar mereka terhadap Rubbubiyyah Allah. Akan tetapi tetap saja mereka sebatgai orang-orang musyrik secara ubudiyyah, sebab mereka juga melakukan peribadatan kepada selain Allah. kemusyrikan semacam ini jelas merupakan kemusyrikan yang mengeluarkan seseorang dari keislaman.

Sementara itu pengertian tauhid secara lafzhi ialah menjadikan sesuatu menjadi satu. Jadi mentauhidkan Allah artinya menjadikan segala sesuatu hanya tertuju kepada Allah semata.

Allah Tabaraka wa Ta`ala memiliki hak wajib yang hanya kepada Dia saja hak itu diberikan, dan tidak boleh diberikan kepada selain-Nya. Hak Allah tersebut terbagi menjadi beberapa bagian :

1. Hak pemilikan kekuasaan (Rububiyyah)

2. Hak Peribadatan (Uluhiyyah), dan

3. Hak Asma` wa Shifat.

Jadi seperti yang telah dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, orang-orang musyrik (Arab dahulu) yang Nabi shalallahu alaihi wasallam diutus ketengah-tengah meraka itu, secara Rububiyyah beriman kepada Allah. Mereka meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta alam semesta dan satu-satunya pemberi rizki, tiada pencipta dan pemberi rizki selain Allah, tiada yang menghidupkan serta mematikan selain Dia, tiada yang mengatur segala urusan alam semesta ini melainkan Dia. Mereka yakin betul bahwa langit-langit yang tujuh serta penghuninya dan bumi yang tujuh beserta segenap isinya adalah hamba bagi Allah dan semuanya berada dalam genggaman serta kekuasaan-Nya.

Banyak sekali ayat Al Qur`an yang menerangkan tentang ikrar mereka terhadap tauhid rububiyyah, tetapi ikrar mereka tersebut tidak memberikan arti apa-apa bagi mereka bagi mereka, sebeb yang mereka ikrarkan hanyalah tauhid rububiyyah belaka.[5] Selamanya, iman terhadap tauhid rububiyyah tidak akan memberi manfaat apapun kepada pelakunya sebelum ia juga berikrar terhadap tauhid uluhiyyah[6] dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah semata.

Ketahuilah bahwa ikrar terhadap tauhid rububiyyah mengandung konsekuensi untuk ikrar terhada tauhid uluhiyyah, sedangkan ikrar terhadap tauhid uluhiyyah menngandung pengertian ikrar terhadap tauhid rububiyyah. Penjelasanya adalah :

Bahwa macam tauhid yang pertama (rububiyyah) merupakan petunjuk pasti untuk sampai kepada tauhid yang kedua (uluhiyah) yankni ikrar terhadap tauhid rububiyah secara pasti mengharuskan pula untuk ikrar terhadap tauhid uluhiyah . sebeb apabila telah diyakini bahwa Allah-lah satu-satunya pencipta dan pengatur segala sesuatu, dan bahwa ditangan-Nyalah segala kekuasaan, maka Dia menjadi wajib untuk disembah dan bukan selain-Nya.

Sedangkan macam tauhid yang kedua (uluhiyah) ketika seseorang telah mengimani, otomatis ia (mestinya) mengimani tauhid yang pertama (rububiyah), sebab tidak ada yang bisa dijadikan Ilah (sesembahan) kecuali Ar Rabb Ta`ala, Dzat yang memiliki sifat Rububiyyah, maha pencipta dan maha pengatur segala urusan.

Dalil-dalil al Qur`an yang menegaskan bahwa orang-orang musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam itu telah mengikrarkan rububiyyah Allah antara lain :

“Katakanlah : Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan dari bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan pengelihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab : Allah. Maka katakanlah : mengapa kamu tidak bertakwa( kepada-Nya) ?”(Yunus : 31).

“Katakanlah : Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab : Kepunyaan Allah. Katakanlah : Maka apakah kamu tidak ingat?. Katakanlah : Siapakah yang empunya langit yang tujuh dan yang empunya ‘arsy yang besar? Mereka akan menjawab : kepunyaan Allah. Katakanlah : Maka apakah kamu tidak bertakwa?. Katakanlah : iapakah yang ditangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab : Kepunyaan Allah. Katakanlah : Kalau demikian, maka dari jalan manakah kamu ditipu? (Al Mukminun : 84-89).

Dengan demikian adalah amat nyata bahwa kaum musyrikin benar-benar telah mengikrarkan tauhid rububiyah, namun hal itu tidaklah cukup bagi mereka untuk disebut sebagai orang-orang yang bertauhid, dan tidak cukup pula untuk menjadikan terpeliharanya darah serta harta benda mereka.

Dari sini menjadi amat terang pula bahwa barang siapa yang mengingkari tauhid al-ibadah (uluhiyah), maka bukanlah ia termasuk golongan orang muslim, sekalipun ia mengimani rububiyyah Allah.

Itulah ! kejahilan mereka dalam memahami makna tauhidullah, hingga mereka hanya ikrar terhadap tauhid rububiyyah saja tanpa tauhid uluhiyah, menyebabkan mereka terjerumus dalam peribadatan kepada selain Allah.

[1] Hadits ini dikeluarkan oleh bukhari 6/256; muslim194; dan juga diriwayatkan oleh attirmidzi dan lain-lain

[2] Laa ilaaha: nafi, illallah: itsbat. Maksud semata-semata berertimenolak adanya sesembahan (ilah) secara mutlak , tentu saja ini adalah batil . Sedangkan “irtsbat” semata-mata juga berarti masih mungkin mengandung penetapan adanya sesembahan lain selain Allah. Tentu inipun batil (pen).

[3] Lihat catatan kaki dari kitab At-Ta`liqat `Ala Kitab Kasyfisy Syubuhat li Syaikhil Islam Muhammad bin Abdul Wahab, yang dita`liq oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

[4] Lihat Fathul Majid Syarh Kitab At-Tauhid

[5] pengertian tauhid rububiyyah ialah meyakini bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Penguasa dan Pengatur segenap urusan.

[6] Pengertain tauhid uluhiyyah adalah : meyakini dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah semata, yakni dengan cara tidak melakukan peribadatan kepada selain Allah. selanjutnya perlu diketahui bahwa pembagian tauhid menjadi tauhid rububiyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid asma` wa shifat adalah berdasarkan tatabbu` (penelitian) yang dilakukan oleh para ulama Islam rahimahullah ketika berbagai macam kemusyrikan bermunculan. (Diambil dari Syarh Kitab at Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dan Syarh Kitab At Tauhid wa Ar Raad ‘ala Al Jahmiyyah Min Shahih al Bukhari, karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga.Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Diamanakah Allah (2)

TANYA :

Kami mendengar kebanyakan kaum muslimin mengatakan bahwa Allah ada di mana-mana ! Apakah ucapan seperti ini sesuai dengan aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah ? Ataukah aqidah seperti ini adalah aqidah ahlul bidah ? Apa nasehat Anda bagi yang mengatakan ucapan seperti itu ?

JAWAB :

Setiap muslim wajib memegang teguh pedoman salafus sholeh (pedoman Ahlus Sunnah Wal Jamaah ) serta menjauhi penyimpangan ahlul bidah dan pengikut hawa nafsu. Ucapan seperti yang tersebut dalam soal bukan termasuk aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Ucapan seperti itu adalah ucapan mayoritas jahmiyah, yaitu sebuah kelompok sesat pengikut Jahm bin Shofwan seorang ahli bid’ah yang sesat. Ia meniadakan sifat-sifat Allah dan nama-nama -Nya - Maha suci Allah yang memiliki Nama-Nama yang husna dan Sifat-Sifat Yang Maha Tinggi dari yang ia katakan -.

Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah meyakini bahwa Allah azza wa jalla bersemayam di atas arsy sesuai dengan ke-Maha Agungan-Nya. Tidak seperti makhluk yang bersemayam di atas kendaraan atau di atas kapal dan sejenisnya. Sifat Sang Pencipta tentulah tidak sama dengan sifat makhluk-makhluk-Nya. Sebagaimana zat Allah tidak sama dengan zat makhluk-makhluk-Nya. Dalilnya firman Allah ta’ala :

1.

Tidak ada sesuatu yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy Syura : 11)
2.

Dan tidaklah ada seorang pun yang serupa dengan-Nya (Al Ikhlas: 4)
3.

Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia. (Maryam : 65)

Di dalam Al Quran, banyak sekali ayat yang menyebutkan tentang ke-Mahatinggian Allah Azza wa jalla, diantaranya :

1.

Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy. (Thaahaa : 5)
2.

Mereka takut kepada Tuhan mereka yang ada di atas mereka. (An Nahl :50)
3.

Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang sholih dinaikkan-Nya. (Fathir :10)
4.

Tetapi sebenarnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. (An Nisa : 158)
5.

Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga tiba-tiba bumi itu bergoncang. Atau Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. (Al Mulk: 16-17)

Oleh karena itu, para pemuka madzhab Syafi’i berkata bahwa di dalam Al Quran terdapat lebih dari seribu ayat yang menunjukkan bahwa Allah Maha Tinggi atas segala makhluk-Nya dan Allah berada diatas hamba-hamba-Nya. Sedangkan yang lain mengatakan tiga ratus ayat. (silakan lihat Majmu’Fatawa 5/21)

Secara fitrah Allah telah menggariskan bahwa semua bani adam akan mengulurkan kedua tangan mereka ke langit dan menengadahkan wajah mereka ke atas ketika berdoa kepada -Nya. Seandainya Allah ada di mana-mana, maka akan kita saksikan orang-orang yang berdoa dengan mengulurkan tangannya ke bawah atau ke belakang atau ke kanan dan ke kiri.

Cobalah perhatikan ! Ucapan tersebut sangat bertentangan dengan ayat -ayat Al Quran yang jelas, bertentangan dengan As Sunnah dan bertolak belakang dengan fithrah dasar yang tidak dapat di tolak. Demikian pula, ucapan tersebut (yaitu Allah berada di mana-mana ) berarti Allah berada di tempat-tempat kotoran atau sejenisnya - Maha Tinggi Allah dari apa yang diucapkan oleh orang-orang yang jahil.-

Sangat memprihatinkan jika seorang muslim tidak tahu-menahu di mana Tuhan yang di sembahnya. Hanya kepada Allah saja tempat mengadu akan asingnya kebenaran dan hilangnya panji-panji tauhid.

Lebih mengherankan lagi ucapan tersebut bukan hanya beredar di kalangan awam, akan tetapi juga diucapkan oleh beberapa kalangan terpelajar dan para tokoh kelompok dakwah sekarang ini. Mereka begitu garang di atas mimbar, namun jika anda tanya dimana Allah? Ia akan menjawab : Allah ada di mana-mana tidak ada satu tempat pun yang luput dari-Nya. Inna lillahi wainnailaihi rajiun.

Wahai saudaraku, pegang teguhlah aqidah Salafus Sholeh, jauhilah kebodohan orang-orang jahil dan penyimpangan para pengikut kebatilan. Ketahuilah bahwa Allah `Azza wa Jalla bersemayam di atas `arsy dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, tidak ada satu pun perkara yang samar atas-Nya. Pendengaran dan penglihatan -Nya meliputi segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. (Al Hadid : 4)

Yaitu bersama kamu dengan ilmu-Nya. Kebersamaan Allah dengan makhluknya ada dua macam, yaitu :

1. Kebersamaan umum, yaitu Allah bersama mereka dengan ilmu-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat di atas tadi.

2. Kebersamaan khusus, yaitu Allah bersama mereka dengan pertolongan-Nya dan bantuan-Nya, seperti dalam ayat

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan. (An Nahl : 128)

Yaitu bersama mereka dengan pertolongan dan bantuan-Nya.

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa kelompok yang lebih sesat dari mayoritas jahmiyah adalah Hululiyah dan wihdatul wujud. Mereka adalah orang-orang yang menyatakan bahwa Allah ada pada semua benda dan Dia adalah segala benda dan ada di mana-mana ! Maha Tinggi Allah dari kekufuran dan kekejian ucapan mereka. Cobalah perhatikan ! Tidak akan kamu dapatkan seorang yang berpikiran sehat meyakini zat Allah ada di mana-mana . Tidaklah patut bagimu mengikuti kesesatan mereka dan meninggalkan salafus sholeh, generasi yang utama, tidak akan celaka orang-orang yang mengikuti mereka.

Ketahuilah, wahai saudaraku, bahwa ada beberapa kaum muslimin yang mengatakan :

Allah berada di mana-mana ! Tapi bukan maksudnya Zat Allah ada dimana-mana, bahkan ia meyakini bahwa Allah ada di atas langit.

kami nasehatkan agar mereka mengganti ucapan tersebut agar tidak menyerupai ucapan kelompok-kelompok sesat yang Allah tidak menghendaki untuk membersihkan hati mereka. Dan hendaklah mereka tetap berpegang teguh dengan ucapan-ucapan salafus sholeh. Semoga Allah memberi hidayah kepada jalan yang lurus.Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Dimaanakah Allah (1)

Dalam pembahasan ini kami ingin membawakan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama`ah tentang ketinggian Allah subhanahu wa ta`ala atas seluruh makhluk-Nya dan istiwa`-Nya di atas arsy-Nya. Ketinggian Allah subhanahu wa ta`ala telah nyata dengan dalil-dalil Al Qur`an, As Sunnah, akal, fithrah dan ijma` ummat.

Adapun dalil dari Al Qur`an tentang ketinggian Allah subhanahu wa ta`ala telah Allah subhanahu wa ta`ala firmankan dalam Al Qur`an pada delapan tempat.

1. Surat Al-A`la : 1

Sucikan nama Rabbmu Yang Paling Tinggi.

Ayat di atas merupakan dalil yang jelas bahwa Allah subhanahu wa ta`ala berada di atas semua makhluknya. Rasulullah shalallau `alaihi wasallam juga menyuruh kita untuk mengucapkan subhäna rabbiyal a`lä [Maha suci rabbku yang Maha Tinggi] pada saat sujud merupakan pengakuan atas ketinggian Allah subhanahu wa ta`ala dan pengakuan rendahnya makhluk dengan bersujud.

2. Surat Al-Baqarah : 255

… dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Agung.

Imam At Thabari menjelaskan tentang nama Allah subhanahu wa ta`ala [Al Aliyyu] : `Dia yang mempunyai ketinggian atas segala sesuatu dan semua berada di bawah-Nya.

Ibnu Abil Izzi Al Hanafi berkata: `Penetapan makna ketinggian ini semata-mata mengandung penetapan ketinggian secara mutlak dari segi bentuk. Bagi-Nya seluruh kesucian, ketinggian, kekuasaan, kemampuan dan ketinggian Dzat. Barangsiapa menetapkan sebagian sifat-Nya dan menafikan sebagian sifat-Nya yang lain, sungguh dia telah merendahkan Allah subhanahu wa ta`ala.

3. Surat An Nahl : 50

Mereka takut kepada Rabb mereka yang (berada) di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).

Ibnu Katsir mengatakan: Allah subhanahu wa ta`ala mengkhabarkan tentang keagungan dan kebesaran serta kesombongan-Nya yang segala sesuatu tunduk kepada-Nya. Semua makhluk, baik yang hidup ataupun mati, baik yang mukalaf (makhluk yang dibebani syariat yaitu manusia dan jin) maupun malaikat, baik yang mempunyai bayangan yang menaungi kanan maupun kirinya, mereka sesungguhnya bersujud kepada Allah subhanahu wa ta`ala.

Usamah bin Taufiq Al Qashas berkata: Aku tidak menduga seorangpun yang mempunyai pengetahuan bahasa Arab yang tidak mengetahui apa yang terkandung dalam ayat ini berupa penetapan ketinggian Allah subhanahu wa ta`ala, karena Allah subhanahu wa ta`ala dalam ayat ini menyebutkan para malaikat yang takut kepada rabb mereka yang berada di atas mereka. Sedangkan para malaikat itu berada di langit dan di atas kita, dan di atas mereka adalah Rabbul `Izah.

4. Surat Al Mulk : 16

Apakah kalian merasa aman terhadap Allah subhanahu wa ta`ala yang berada di langit..

Ayat ini menunjukkan ketinggian dan keberadaan Allah subhanahu wa ta`ala serta menutup jalan untuk menghilangkan atau meniadakan sifat Allah subhanahu wa ta`ala atau mentakwilnya (memalingkan makna dari lafadz dhahirnya). Dan ayat ini merupakan penentu bahwa Allah subhanahu wa ta`ala di atas langit sesuai dengan kesempurnaan dan keagungan-Nya.

5. Surat Fathir : 10

…kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya…

Rasulullah shalallau `alaihi wasallam bersabda Sesungguhnya pada waktu itu dibuka pintu-pintu langit, maka aku suka amal-amal shalihku naik pada saat ini. (Riwayat Shahih Tirmidzi dan Ahmad).

Dalam hal ini Imam Nawawi mengatakan: hadits ini adalah dalil yang jelas tentang naiknya perkataan secara hakekat dengan sabdanya pada waktu itu dibuka pintu-pintu langit. Maka mengapa pintu langit dibuka? Bukankah karena naiknya perkataan tersebut kepada Allah subhanahu wa ta`ala dalam ketinggian-Nya.

6. Surat Al-Ma`arij : 4

Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada-Nya (Rabbnya).

Imam At Thabari mengatakan bahwa para malaikat dan ruh (yaitu Jibril) naik kepada-Nya yaitu Allah subhanahu wa ta`ala, maka jelaslah bahwa Allah subhanahu wa ta`ala benar-benar berada dalam ketinggian.

7. Surat Al-A`raf : 54

Sesungguhnya Rabb kalian adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam waktu enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy.

Imam Al Qurtubi berkata dalam tafsirnya : Tak seorang pun dari salafus shalih mengingkari bahwa bersemayam-Nya Allah subhanahu wa ta`ala di atas Arsy-Nya itu secara hakikat dan pengkhususan Arsy-Nya dengan bersemayam-Nya karena Arsy adalah makhluk-Nya yang paling besar.

Ibnu Jarir dalam Sharihus Sunnah berkata : Dan cukuplah seseorang mengetahui bahwa Rabb-Nya bersemayam di atas Arsy-Nya. Barangsiapa yang memahami selain yang demikian sungguh dia telah gagal dan merugi.

8. Surat Fushilat : 6

Diturunkan dari (Tuhanmu) Yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Dalil-dalil tentang ketinggian Allah subhanahu wa ta`ala dari Sunnah Rasulullah shalallau `alaihi wasallam.

I. Dalil dari sunnah Qauliyah

Dari Abi Said Al Khudri bahwasanya Rasulullah bersabda, Kenapa kalian tidak percaya kepadaku, sedangkan aku dipercaya oleh Dzat yang berada di atas langit yang menurunkan kepadaku khabar dari langit pada waktu pagi dan sore? (Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, An Nasai dan Baihaqi).

Dari Jabir bin Abdillah bahwasanya dia meendengar Nabi shalallau `alaihi wasallam bersabda, Barangsiapa yang tidak menyayangi apa yang berada di bumi, tidak disayang oleh Dzat yang ada di atas langit. (Hadits Darimi, Adz Dzahabi dan Ath Thabrani).

Dari Abdillah bin Amr bahwa Nabi shalallau `alaihi wasallam bersabda, Rahmatillah siapa yang ada di bumi pasti kalian akan dirahmati oleh Dzat yang ada di atas langit. (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Bukhari, Al Hakim dan Al Baihaqi, dishahihkan oleh Al Albani)

Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi shalallau `alaihi wasallam bersabda, Apabila Allah subhanahu wa ta`ala menetapkan perintah di atas langit, para malaikat mengepak-ngepak sayap-sayapnya karena patuh akan firman-Nya, seakan-akan terdengar seperti gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata, hal itu memkakkan mereka (sehingga mereka jatuh pingsan karena takut). Ketika dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata : Apakah yang difirmankan oleh Tuhanmu?. Mereka menjawab : Firman Al Haq yang benar dan Dialah yang Maha Tinggi dan Maha besar…(Riwayat Bukhari, Ibnu Majjah, Ibnu Khuzaimah dan Al Baihaqi disahihkan oleh Al Albani).

Dari Abdillah bin Umar berkata, bersabda Rasulullah shalallau `alaihi wasallam, Hati-hati kalian dari doa orang yang terdzalimi, karena doa tersebut naik kepada Allah subhanahu wa ta`ala seperti bunga api (dalam riwayat lain naik ke langit). (riwayat Al Hakim, Ad Dailami dan Adz Dzahabi disahihkan oleh Al Albani).

II. Dalil-dalil dari Sunnah Fi`liyah

Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shalallau `alaihi wasallam bersabda pada khutbah hari Arafah, Apakah aku sudah menyampaikan (risalahku)? Para sahabat menjawab, Ya. Kemudian Rasulullah shalallau `alaihi wasallam mengisyaratkan telunjuknya ke langit kemudian beliau menunjuk ke arah sahabat sambil bersabda, Ya, Allah saksikanlah. (Riwayat Muslim, Abu Dawud, Darimi dan Ibnu Majjah disahihkan oleh Al Albani).

Dari Anas bin Malik berkata bahwasanya seorang laki-laki masuk masjid pada hari Jum`at sedang Nabi shalallau `alaihi wasallam sedan berdiri berkhutbah. Kemudian laki-laki tersebut berkata : wahai Rasulullah telah hancur harta-harta, telah putus jalan-jalan, maka berdoalah kepada Allah subhanahu wa ta`ala agar menghujani kami. Kemudian Nabi shalallau `alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya dan berdoa, Ya Allah hujanilah kami, Ya Allah hujanilah kami. (riwayat Bukhari dan Muslim).

III. Dalil dari Sunnah Taqririyah

Dari Mu`awiyah bin Al hakam As Shahmi berkata, Dulu aku punya kambing yang berada di antara gunung Uhud dan Al Jawaniyah yang digembalakan oleh budak perempuankau. Pada suatu hari aku melihat seekor serigala membawa mangsa salah satu dari kambing gembalaan dan aku adalah seorang dari Bani Adam lalu aku marah. Kemudian aku memukulnya, lalu aku datangi Nabi shalallau `alaihi wasallam dan aku sebutkan kejadian tersebut kepadanya, Ya, Rasulullah aku lepaskankah dia? Rasulullah menjawab, panggil ia. Maka aku panggil ia. Kemudian Rasulullah menanyainya, Dimanakah Allah? Kemudian ia menjawab : `Allah subhanahu wa ta`ala di langit.` Dan siapakah aku? `Anda Rasulullah shalallau `alaihi wasallam.` Rasulullah shalallau `alaihi wasallam bersabda, Bebaskan ia karena sesungguhnya dia adalah seorang mukmin. (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Abu Awanah, Darimi dan Baihaqi).

Al Hafidz Adz Dzahabi berkata, Dan kami berpendapat setiap orang yang ditanya dimana Allah subhanahu wa ta`ala dan dia akan segera menjawab dengan fitrahnya di langit, maka pada hadits di atas ada dua masalah:

1. Disyariatkannya pertanyaan dimana Allah subhanahu wa ta`ala

2. Jawaban bagi orang yang ditanya seperti demikian adalah, `Allah subhanahu wa ta`ala berada di atas langit`.

Al Imam Utsman Ad Darimi berkata, `Pada hadits di atas terdapat dalil bagi seseorang yang ditanya : Dimana Allah `. Dan dia tidak tahu jawabannya bahwa Allah subhanahu wa ta`ala di atas langit, maka dia bukanlah seorang mukmin.`

Ijma` ulama menyatakan bahwa ketinggian adalah sifat kesempurnaan dan kerendahan adalah sifat kekurangan. Dan semua orang yang berakal telah sepakat bahwa sifat Allah subhanahu wa ta`ala adalah sempurna.

Ijma` ulama menyatakan ketinggian Allah subhanahu wa ta`ala sebagaimana dinukil oleh Ibnu Taimiyah, bahwa para salafus shalih bersepakat atas ketetapan bahwa Allah subhanahu wa ta`ala berada dalam ketinggian.

Imam Sa`ad bin Ali Az Zanjani berkata, `Dan kaum muslimin telah berkata bahwa Allah subhanahu wa ta`ala adalah Yang Maha Tinggi dan berada dalam ketinggian dan Allah subhanahu wa ta`ala pun telah memfirmankan tentang ketinggiannya dalam surat Al A`la.`

Abdullah bin Mas`ud berkata, `Al Arsy berada di atas air dan Allah subhanahu wa ta`ala berada di atas Arsy. Tidak ada yang tersembunyi atasnya sedikitpun dari amal-amal kalian.`

Ka`ab bin Al Ahbar (seorang pendeta Yahudi yang masuk Islam pada jaman sahabat) berkata, `Allah subhanahu wa ta`ala berfirman dalam Taurat : Aku adalah Allah subhanahu wa ta`ala, berada di atas hamba-hamba-Ku, dan Arsy-Ku, Aku mengurus seluruh perkara hamba-KU. Tidak sedikitpun yang tersembunyi atas-Ku baik di langit maupun di bumi.

Wallahu a`lam.

Dinukil dari Majalah Salafy edisi VIII/Rabi`ul Awwal/ 1417 hal 27-3Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Hakikat tauhid

Firman Allah Ta`ala:

Aku menciptakan jin dan manusia, tiada lain hanyalah untuk beribadah (1) kepada-Ku. (Adz-Dzariat:56)

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut.(2). (An-Nahl:36)

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya mencapai usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya ah dan janganlah kamu membentak mereka, serta ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu kepada mereka berdua dengan penuh kasih sayang, dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka keduanya telah mendidikku waktu kecil. (Al-Isra`:23-24)

Beribadahlah kamu sekalian kepada Allah (saja) dan janganlah berbuat syirik (3) sedikitpun kepada-Nya. (An-Nisa`:36)

Katakanlah (Muhammad): Marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan membari rizki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi; dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikianlah yang diwasiatkan Allah kepadamu, supaya kamu memahami(nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga ia mencapai kedewasaannya; dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun dia adalah kerabat(mu); dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu, agar kamu ingat. Dan (kubacakan): Sungguh inilah jalan-Ku, berada dalam keadaan lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan menceraiberaikan kamu dari jalan -Nya. Yang demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. (Al An`am:151-153)

Ibnu Mas`ud Radhiyallahu `anhu berkata:

Barang siapa yang ingin melihat wasiat Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam, yang tertera diatasnya cincin stempel milik beliau, maka supaya membaca firman Allah Ta`ala: Katakanlah (Muhammad): Marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya .... dan seterusnya, sampai pada firmannya: Dan (kubacakan): Sungguh inilah jalan-Ku berada dalam keadaan lurus .... dan seterusnya.(4)

Mu`adz bin Jabal, Radhiyallahu `anhu, menuturkan:

Aku pernah diboncengkan Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam di atas seekor keledai. Lalu beliau bersabda kepadaku: Hai Mu`adz, tahukah kamu apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah? Aku menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau pun bersabda: Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-nya ialah supaya mereka beribadah kepada-Nya; sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah adalah: bahwa Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya. Aku bertanya: Ya Rasulullah, tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang? Beliau menjawab: Janganlah kamu menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka, sehingga mereka nanti akan bersikap menyandarkan diri. (Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih mereka).

Kandungan bab ini:

1. Hikmah diciptakan jin dan manusia oleh Allah Ta`ala.

2. Ibadah adalah hakekat tauhid, karena pertentangan yang terjadi [antara Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam dengan kaum musyrikin] dalam masalah tauhid ini.

3. Barangsiapa belum melaksanakan tauhid ini, belumlah ia beribadah (menghamba) kepada Allah. Disinilah letak pengertian firman Allah Ta`ala: Dan sekali-kali kamu sekalian bukanlah penyembah (Tuhan) yang aku sembah. (Al Kafirun:3)

4. Hikmah diutusnya para rasul, [ialah: untuk meyerukan tauhid dan melarang syirik]

5. Pengutusan Rasul telah mencakup seluruh umat.

6. Bahwa ajaran tuntunan para nabi adalah satu, [yaitu:tauhid (pemurnian ibadah hanya kepada Allah)]

7. Masalah besar, yaitu: bahwa ibadah kepada Allah tidak akan dapat terwujud dengan sebenar-benarnya kecuali dengan mengingkari thaghut. Dan inilah pengertian firman Allah Ta`ala: Barangsiapa yang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah, maka ia telah benar-benar berpegang teguh pada tali yang paling kuat. (Al : Baqarah:256)

8. Pengertian thaghut bersifat umum, meliputi setiap yang diagungakan selain Allah.

9. Ketiga ayat muhkamat yang tersebut dalam surah Al-An`am penting kedudukannya menurut kaum salaf; terkandung di dalamnya sepuluh masalah, yang pertama adalah larangan terhadap perbuatan syirik.

10. Ayat-ayat Muhkamat yang tersebut dalam surah Al-Isra`, mengandung delapan belas masalah, dimulai dengan firman Allah: Janganlah kamu menjadikan bersama Allah sesembahan yang lain, agar kamu tidak menjadi terhina lagi tercela. (Al-Isra`:22)

Dan diakhiri dengan firman-Nya:
Dan janganlah kamu menjadikan bersama Allah sesembahan yang lain, sehingga kamu (nantinya) dicampakkan ke dalam neraka jahannam dalam keadaan tercela lalu dijauhkan (dari rahmat Allah). (Al-Isra`:39)

Serta Allah mengingatkan kepada kita akan pentingnya masalah-masalah ini dengan firman-Nya:
Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. (Al-Isra`:39)

11. Ayat dalam surah An-Nisa`, disebutkan di dalamnya sepuluh hak, yang pertama yaitu sebagaimana firman Allah Ta`ala:
Beribadahlah kamu sekalian kepada Allah (saja) dan janganlah kamu berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya. (An-Nisa`:36)

12. Perlu diingat wasiat Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam di saat akhir hayat beliau.

13. Mengetahui Hak Allah yang wajib kita laksanakan.

14. Mengetahui hak para hamba Allah yang pasti akan dipenuhi-Nya, apabila mereka melaksanakan hak-Nya.

15. Bahwa masalah ini tidak diketahui oleh sebagian besar Sahabat. (5)

16. Boleh merahasiakan ilmu pengetahuan masalah ini untuk maslahat.

17. Dianjurkan untuk menyampaikan kepada sesama muslim suatu berita yang menggembirakannya.

18. Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam merasa khawatir terhadap sikap menyandarkan diri kepada keluasan rahmat Allah.

19. Jawaban orang yang ditanya sedangkan dia tidak tahu, adalah: Allahu wa Rasuluhu A`lam (Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui).

20. Boleh menyampaikan ilmu kepada orang-orang tertentu, tanpa yang lain.

21. Kerendahan hati Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam karena ketika mengunggang keledai, beliau mau memboncengkan orang lain di belakangnya.

22. Boleh memboncengkan seseorang di atas binatang, jika binatang itu kuat.

23. Keutamaan Mu`adz bin Jabal.

24. Bahwa tauhid mempunyai kedudukan yang sangat mendasar.

Catatan kaki:

(1). Ibadah, ialah: penghambaan diri kepada Allah Ta`ala dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Dan inilah hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah pernyerahan diri kepada Allah semata-mata yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya dengan penuh rasa rendah diri dan cinta.

Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai dan diridhai Allah. Dan suatu amal diterima oleh Allah sebagai suatu ibadah apabila diniati ikhlash, semata-mata karena Allah; dan mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam. back>

(2). Thaghut, ialah: setiap yang diagungkan -selain Allah- dengan disembah, ditaati, atau dipatuhi; baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia, ataupun syetan.

Menjauhi thaghut: mengingkarinya; membencinya; tidak mau menyembah dan memujanya baik dalam bentuk dan dengan cara apapun. back>

(3). Berbuat syirik: memperlakukan sesuatu -selain Allah- sama dengan Allah dalam hal yang merupakan hak khusus bagi-Nya. back>

(4). Atsar ini diriwayatkan At-Tirmidzi, Ibnu Al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim. back>

(5). Tidak diketahui oleh sabagian besar para Sahabat, karena Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam menyuruh Mu`adz agar tidak memberitahukannya kepada mereka, dengan alasan beliau khawatir kalau mereka nanti akan bersikap menyandarkan diri kepada keluasan rahmat Allah sehingga tidak mau berlomba-lomba dalam mengerjakan amal shaleh. Maka Mu`adz pun tidak memberitahukan masalah tersebut kecuali di akhir hayatnya dengan rasa berdosa. Oleh sebab itu, di masa hidup Mu`adz masalah ini tidak diketahui oleh kabanyakan sahabat. back>

*Diketik ulang dari: Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad At-Tamimi. Terjemahan dan catatan kaki: Muhammad Yusuf Harun. Penerbit: Yayasan Al-Sofwa Jakarta, cetakan pertama, Shafar 1416 H, hal.15-23.
Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com

Read More......

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP