..::::::..

Kuliah Ikhtilath Penuh Dilema

Berikut ini adalah kutipan fatwa yang diberikan oleh Syeikh ‘Utsman Khumais, salah seorang ulama ahli sunnah yang berasal dari Kuwait sebagaimana yang terdapat dalam situs resmi beliau.

عنوان الفتوى: اسئلة متنوعة
بيانات الفتوى
التاريخ 02-12-26
عنوان السؤال اسئلة متنوعة
السؤال السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
اما بعد فهذه مجموعة من الأسئلة أرجو الأجابة عليها:
1-الاسلام دين يسر كيف يكون ذلك هل بالتساهل في الدين؟هناك مجموعة من الناس من يقول ذلك فبماذا ارد عليهم؟
2-اذا ارادت المراة اخذ العلم في مكان يحصل فيه الاختلاط بين الرجال والنساء فهل يجوز لها ذلك؟اذا كانت الاجابة لا فهل يجوز للرجل ذلك ؟ (اذا كان العلم المراد دراسته هو الطب و الاختلاط امر لابد منه في هذه الكلية) مع ذكر الادلة
3-رجل شعر لحيته يصل الى اسفل عينيه مما يجعله بشع المنظر فهل يجوز له نتفه(تحديد اللحية)؟
سائلين المولى ان ينفع الاسلام بكم.

Judul fatwa: Pertanyaan yang Beraneka Ragam

Data tentang fatwa
Fatwa ini dikeluarkan pada tanggal 26 Desember 2002

Teks pertanyaan:

Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barokatuh
Berikut ini adalah sejumlah pertanyaan yang aku berharap agar mendapatkan jawaban.
1. Islam adalah agama yang mudah. Bagaimanakah realisasinya, apakah dengan bermudah-mudah dalam masalah agama? Ada sejumlah orang yang beranggapan demikian. Bagaimanakah cara aku membantah mereka?
2. Jika seorang perempuan ingin mengambil ilmu di tempat yang di sana terjadi ikhtilat antara laki-laki dan perempuan. Apakah hal ini diperbolehkan untuk perempuan tersebut? Jika jawabannya adalah tidak, bagaimana dengan laki-laki? Jika ilmu yang dipelajari adalah ilmu kedokteran dan ikhtilat adalah sebuah keharusan. Tolong sebutkan dalil dalam masalah ini.
3. Ada seorang laki-laki yang bulu lihyahnya (jenggotnya) sampai di bawah matanya sehingga penampilannya menjadi jelek. Apakah boleh baginya memangkas bulu tersebut?
Semoga Allah menjadikanmu sebagai orang yang bermanfaat bagi Islam.

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين ، والصلاة والسلام على خاتم المرسلين صلى الله وسلم عليه وآله وصحبه أجمعين
أما بعد
1- يسر من حيث التكليف فالله سبحانه وتعالى لا يكلفنا ما لا نستطيع ، وأن المشقة تجلب التيسير.
2- يجوز إذا كان هناك ستر واحتشام وأدب ، والله أعلم .
3- نعم يجوز فالعظم الذي تحت العين – ويقال له الوجنة – ليس من العين فيجوز له أخذ هذا الشعر ، وإنما اللحية ما نبت على اللحى والذقن ، واللحى هو العظم الذي يكون على الفك.
هذا ، والله أعلم

Jawaban fatwa

Bismillahir Rahmanir Rahim

Segala puji itu milik Allah, tuhan semesta alam. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada penutup para rasul, keluarga dan seluruh shahabatnya.
1. Kemudahan Islam adalah dari sisi pembebanan hukum. Allah itu tidak akan membebani kita suatu aturan yang kita tidak mampu memikulnya. Sesungguhnya kesulitan itu mendatangkan kemudahan.
2. Belajar di tempat tersebut diperbolehkan asalkan perempuan tersebut mengenakan pakaian muslimah yang benar, menjaga rasa malu dan memperhatikan adab pergaulan antar lawan jenis.
3. Boleh merapikan bulu tersebut. Tulang yang terletak di bawah pipi atau tulang pipi itu bukan bagian dari mata sehingga boleh memangkasnya. Jenggot adalah rambut yang tumbuh di dagu dan tulang rahang. Wallahu a’lam.
[Sumber: http://almanhaj.net/fatwaa/fatwaa_detail.php?fatwaa_id=138]

Catatan:
1. Fatwa ulama itu tidak bersifat mengikat, beda dengan putusan seorang hakim di sebuah pengadilan. Yang mengikat dalam sebuah fatwa adalah dalil yang dibawakan. Setiap muslim terikat untuk taat dengan Al Qur’an dan sunnah.
2. Seorang itu tidak boleh menerima suatu fatwa sampai dia merasa mantap dengan muatan kebenaran yang ada dalam fatwa tersebut. Selama belum mantap, seorang boleh untuk tidak menerima sebuah fatwa.
3. Boleh jadi ada pendapat lain dalam masalah kuliah di tempat ikhtilat namun demikianlah pendapat yang beliau pilih. Moga kita bisa bersikap proposional dalam menyikapi perbedaan pendapat.

sumber: ustadzaris.com
dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Hukum Memakai Toga untuk Wisuda

حكم لبس أرواب التخرج

Hukum memakai toga dalam rangka wisuda

سؤال : ما حكم لبس أرواب التخرج في حفل الخريجات ووضع القبعات على الرأس؟

Pertanyaan, “Apa hukum memakai baju toga wisuda dalam acara wisuda dan apa hukum memakai topi wisuda?”

الجواب : الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
أمّا بعد:
فإن وضع القبعات على الرأس على الهيئة التي تصنع عند الاحتفال بتخرج الطلاب ليس من لبس المسلمين، بل من نوع الألبسة التي فيها خصوصية بالكفار، ومعلوم النهي الشديد عن التشبه بهم فيما هو من خصائصهم!

Jawaban Syaikh Muhammad Bazmul, “Topi wisuda sebagaimana yang dipakai dalam berbagai acara wisuda tidaklah termasuk pakaian kaum muslimin bahkan termasuk pakaian khas orang-orang kafir. Telah kita maklumi bersama adanya ancaman keras dalam perbuatan menyerupai orang kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka.

أخرج التــرمذي بإسناد حسن عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ: “أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ”

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang berkualitas hasan dari Abdullah bin Amr bin al ‘Ash, Rasulullah bersabda, “Bukanlah umatku seorang yang menyerupai selain kami (baca:orang kafir). Janganlah kalian menyerupai Yahudi ataupun Nasrani karena sesungguhnya salam orang Yahudi itu berupa isyarat jari sedangkan salam orang Nasrani itu berupa isyarat telapak tangan”.

وأخرج أبـوداود في سننه في كتاب اللباس بإسناد حسن عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ”.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang berkualitas hasan dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang menyerupai sekelompok orang maka dia adalah bagian dari mereka”.

وهذه النصوص كافية في بيان التحريم الشديد للتشبه بالكفار.

Dalil-dalil di atas sudah cukup untuk menunjukkan betapa haramnya perbuatan menyerupai orang kafir.

وكذا تخصيص لبس الأرواب عند الاحتفال بالتخرج ليس هو من شأن المسلمين بل من شأن الكفار ـ فيما يظهر لي والله اعلم ـ فلا يجوز تخصيصه باللبس.

Demikian pula, mengkhususkan baju toga untuk acara wisuda bukanlah perilaku kaum muslimin, namun perilaku orang-orang kafir. Demikianlah pendapat kami. Oleh karena itu tidak boleh mengkhususkan pakaian toga untuk acara wisuda.

نعم لا بأس ـ إن شاء الله تعالى ـ من إظهار الفرح بالتخرج والاحتفال بذلك، لأنه من باب العادات والأصل فيها الإباحة،

Memang, tidaklah mengapa, insya Allah, mengekspresikan kegembiraan karena telah lulus atau mengadakan acara wisuda karena acara wisuda itu termasuk perkara non ibadah yang pada asalnya adalah diperbolehkan.

ما لم يقترن بشيء يخرجه عن الإباحة، من ذلك غير ما تقدم من التشبه بالكفار أن يتخذ في وقت معلوم كل سنة، فهذا صار كالعيد، أو يصاحب بعزف موسيقي أوغناء محرم أو بهما وهذا محرم، ونحو ذلك!

Dengan syarat dalam acara wisuda tersebut tidak mengandung hal-hal yang tidak dibolehkan di antaranya:
Pertama, perbuatan menyerupai orang kafir sebagaimana penjelasan di atas
Kedua, acara wisuda tidak boleh dipatenkan pada waktu tertentu setiap tahunnya sehingga acara ini menjadi ied baru (di tengah-tengah umat Islam).
Ketiga, mengandung suara musik atau nyanyian yang haram apalagi nyanyian yang bercampur dengan alat musik. Tentu saja ini diharamkan.
Keempat, perbuatan-perbuatan haram selainnya.

هذا ما يظهر لي والله اعلم واحكم.
وصلى الله على محمد وعلى آله وصحبه وسلم.

Demikianlah pendapat pribadi saya. Wallahu a’lam”.

Sumber:

http://uqu.edu.sa/page/ar/101238

Artikel www.ustadzaris.com

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Bolehkah Charge (Ngecas) HP di Masjid?

Tanya, “Saya pernah melihat ada seorang perempuan yang nge-charge hpdengan listrik Masjidil Haram. Apakah hal ini diperbolehkan?”

الحمد لله
الأحوط للمسلم أن لا يفعل ذلك ، وأن يسلك سبيل الورع، وقد قال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لا يَرِيبُكَ ) رواه الترمذي (2518) وصححه الألباني في صحيح الترمذي

Jawaban, “Alhamdulillah. Yang lebih hati-hati bagi seorang muslim adalah tidak melakukan hal tersebut dan memilik sikap wara’ atau hati-hati dalam masalah ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tinggalkan yang meragukan, ambil yang tidak meragukan” (HR Tirmidzi no 2518 dan dinilai sahih oleh Al Albania dalam Sahih Tirmidzi).

وعليه أنه يقوم بشحن جواله في منزله قبل ذهابه إلى الحرم حتى يستغني بذلك عن استعمال كهرباء الحرم

Wajib atas seorang muslim untuk charge hp di rumah sebelum pergi ke Masjidil Haram sehingga dia tidak perlu memakai listrik Masjidil Haram.

لكن إذا احتاج المسلم إلى ذلك فإنه يُرجى أن لا يكون عليه في ذلك حرج إن شاء الله تعالى إذا كان المسؤولون عن الحرم لا يمنعون ذلك ، وليقتصر على ما يحتاج إليه فقط ولا يزيد ، حتى لا يمنع أحداً من إخوانه المسلمين من شحن جوالاتهم ، وقد يكونون محتاجين إلى ذلك مثل حاجته أو أشد .
والله تعالى أعلم .

الإسلام سؤال وجواب

Akan tetapi jika seorang muslim perlu melakukan hal tersebut maka semoga hal tersebut tidak menyebabkannya mendapat dosa – insya Allah- dengan syarat penanggung jawab Masjidil Haram (atau takmir masjid, pent) tidak melarang hal tersebut. Hendaknya men-charge seperlunya saja, tidak lebih dari itu sehingga tidak menghalangi orang lain yang juga ingin men-charge hp-nya padahal boleh jadi orang tersebut memiliki kebutuhan yang sama atau bahkan lebih membutuhkan”.

Referensi: http://islamqa.com/ar/cat/98&pp=100

Catatan:

Meskipun fatwa di atas terkait dengan masjidil haram namun fatwa di atas berlaku untuk semua masjid karena yang jadi pokok permasalahan adalah uang untuk membiayai masjid itu uang wakaf sehingga bolehkah uang semacam itu dimanfaatkan untuk membiayai kebutuhan pribadi jamaah masjid semacam charge hp. Jawabannya adalah sebagaimana di atas.

sumber: ustadzaris.com

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Antara “Postmodern” dan Aurat Wanita

Oleh: Kholili Hasib

PADA hari ahad (18/09/2011), anggota Perkumpulan Pembela Hak Perempuan mengadakan aksi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) untuk memprotes pernyataan Gubernur DKI, Fauzie Bowo, tentang himbauan tidak memakain rok mini bagi perempuan.

Pernyataan Fauzie Bowo (Foke) itu dilatarbelakangi terjadinya kasus pemerkosaan di angkot beberapa hari lalu. Ia menghimbau agar penumpang wanita tidak menggunakan pakaian mini saat berada di angkutan umum agar tidak mengundang reaksi negatif.

Pernyataan tersebut mengundang reaksi keras kaum liberal dan feminisme. Aktivis pro feminisme meyakini bahwa pakaian minim adalah hak asasi perempuan. Sehingga mereka tidak terima jika pakaian minim dikaitkan dengan penyebab pelecehan terhadap wanita

Ulil Abshar Abdallah, aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) Indonesia di antara yang ikut mendukung aksi mereka. Menurutnya himbauan untuk menurutup aurat wanita merupkan cerminan pemikiran konservatif.

"Buat saya, memandang masalah pakaian melulu dari moral dress code (kode berpakaian) agama, itu terlalu sempit. Karena kemajuan masyarakat modern itu tercermin dalam keragaman cara berpakaian terutama di kalangan perempuan," katanya. (hidayatullah.com 22/09).

Pernyataan-pernyataan Ulil dan aktivis Perkumpulan Pembela Hak Perempuan tersebut menunjukkan mereka penganut paham yang disebut “Postmodern”. Disebut postmodern sebab filsafat postmodern dijadikan sebagai ‘akidah’-nya.

Prinsip Curiga

Islam model postmodern (posmo) ini diusung oleh pemikir Liberal asal Aljazair, Mohammed Arkoun. Penganutnya dapat disebut “Moslem Postmodernism”. Ciri khas Islam model itu adalah; kesetaraan, humanis-sekular, dualisme, anti otoritas, hukum Islam relative, anti universalisme, menolak pengetahuan non-empiris dan pluralisme.

Model-model begitu sesungguhnya telah lama bercokol di Barat. Akan tetapi dalam dunia Islam, model Islam itu mencuat setelah muncul gerakan Liberalisasi di dunia Arab.

Islam model postmo ini dikenalkan oleh Mohammed Arkoun pada sekitar tahun tujuh puluhan. Arkoun termasuk pengagum berat filsafat postmodern. Dibanding dengan tokoh liberal lainnya, ia sangat gandrung dengan epistemologi postmo.

Studi Islamnya dinamakan Islamologi Terapan (al-Islamiyyat al-Tathbiqiyyah). Dan ciri utamanya menggunakan metode dekonstruksi. Yakni dekonstruksi teologi dan dekonstruksi syari’ah.

Dalam islamologi terapan, konsep totalitas dan universalime Islam dihapus. Hak dan batil dirobohkan. Tidak ada hukum yang pasti. ‘Syari’ahnya’ adalah humanisme. Hukum Tuhan didiskualifikasi. Humanisme-sekuler diangkat menjadi otoritas penentu nilai.

Asumsinya, ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an mengandung mitos, sebagaimana kitab Injil kaya dengan mitologi. Di samping itu, hukum-hukum fikih dan tafsir dinilai bias ideologis dan politis.

Maka dari itu, “postmodern” menolak kemapanan hukum. Semua hukum Islam seolah berkepentingan menindas kaum minoritas dan lemah.

Kecurigaan berlebihan kepada mayoritas dan kaum lelaki adalah ciri khas lainnya.

Perasaan itu bersumber dari epistemologi filsafat postmodern, yaitu dekonstruksi oposisi binner. Oposisi binner, mulanya terapan linguistik strukturalis, ditolak dengan alasan memelihara konsep totalitas dan keberpihakan kepada kaum mayoritas atau pihak yang dianggap kuat.

Beginilah jika epistemologi yang diterapkan salah alamat alias salah sasaran. Linguistik post-struktrualis oleh para filsuf mulanya diterapkan dalam bidang sastra dan seni.

Linguistik post-struktrualis itu lantas oleh para cendekiawan liberal diterapkan ke dalam agama. Akibatnya, agama layaknya fenomena bahasa. Tidak ada kaitan dengan hal-hal non-empiris. Berubah-ubah, seperti halnya ejaan bahasa yang bisa berubah.

Konsep oposisi binner tersebut dianggap menimbulkan pemikiran yang berpotensi untuk menguasai. Oleh sebab itu, semua harus dibongkar (didekonstruksi) oleh mereka.
Dalam urusan pakaian, misalnya, hukum pernikahan dan hal-hal terkait lainnya, kecurigaannya selalu dialamatkan kepada lelaki.

Jika aurat lelaki lebih terbuka kenapa wanita tidak terbukan seperti laki-laki, begitu istilah mereka. Jika lelaki bebas keluar kenapa wanita dibatasi harus didampingi mahram.

Logika-logika ini adalah sesungguhnya logika kaum postmodern. Di mana pandangan hidupnya sama sekali tidak terkait dengan Tuhan. Tuhan dalam pikiran manusia dalam bahasa John Hick adalah ‘the real phenomenon’, tidak absolut.

Muhammad Syahrour, pemikir Liberal Arab lainnya asal Suriah, adalah pengusung aliran postmo yang paling getol mendekonstruksi konsep aurat wanita. Bahkan dalam teori batas minimal (nadzariyyat hudud) mengatakan bahwa batas minimal aurat wanita yang wajib ditutup adalah payudara, ketiak dan dubur-qubul saja.

Karena teologi didiskualifikasi dalam fikih, dibuang dalam epistemologi, maka “postmodern” justru jatuh kepada eksklusivisme.

Eksklusivisme itu muncul karena perjalanan akidah postmodernisme selalu berdiri secara konfrontatif dengan akidah dan hukum Islam. Kemunculannya memang sangat mencurigai doktrin agama. Kecurigaan berlebihan ini menimbulkan reaksi radikal.

Maka, ketika para pengikut ‘madzhab’ postmodern ini membela diri, mereka selalu bertindak radikal atau mengeluarkan pernyataan yang menukik agama. Dalam demo menolak himbauan memakai pakaian sopan beberap waktu lalu, aktifis Perkumpulan Pembela Hak Perempuan justru menunjukkan pakaian-pakaian minim bahkan ada yang berlebihan minimnya. Meneriakkan yel-yel menyalahkan laki-laki.

Ulil pun bersuara, ia menyebut pihak yang membela aurat muslimah diksebut kaum konservatif. Mirip komentar pengusung Postmodern, Mohammad Arkoun, yang menyebut kaum ortodok tradisionali untuk mereka yang mengusung kebenaran universal dan ketetapan hukum Islam.

Karena menolak kemapanan itu, sesungguhnya tidak ada kepastian yang diperjuangkan pengusung postmodernisme tersebut. Epistemologinya hanya mencapai tataran syakk dan spekulatif. Jika yang disebut itu liberal saat ini, maka sesungguhnya mereka bukan lagi penganut modernisme tapi postmodernisme.

Oleh sebab itu, bagaimana mungkin mengamalkan pengetahuan agama yang masih dalam tataran tidak pasti. Akan tetapi pengusung Postmodernisme tidak mempersoalkan pengetahuan agama yang tidak pasti itu, baginya kehancuran agama bukan problem, sebab semangatnya adalah humanisme-sekular.

Adalah wajar jika Ulil dan para pembela rok mini tidak mempermasalahkan aurat. Sebatas minim apapun bagi mereka bukan problem sosial. Karena memang sudah mendiskualifikasi norma hukum dalam pandangan hidup mereka. Maka dari itu, problem sosial sesungguhnya dipicu oleh ‘madzhab’ postmodern ini, sebab mereka ini adalah kelompok-kelompok yang sesungguhnya anti kemapanan.*

Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Studi Islam Darussalam Gontor Ponorogo

sumber: hidayatullah.com
dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Kapan kita boleh Angkat Tangan dalam Doa?

يقول: متى يرفع يده في الدعاء ومتى لا يرفع؟

Pertanyaan, “Kapankah angkat tangan dalam doa dan kapan tidak perlu angkat tangan?”

التى ورد فى رفع اليدين ثلاث صور:
دعاء الاستسقاء، الأصل أو العارض
ودعاء القنوت
ودعاء المسألة

Jawaban Syaikh Ali al Halabi, “Yang berdalil, angkat tangan dalam doa hanya dilakukan dalam tiga keadaan, ketika doa minta hujan baik dalam shalat Istisqa atau pun sekedar doa minta hujan tanpa shalat Istisqa, doa qunut dan doa permohonan.

ودعاء المسألة غير مقيد بالزمان أو المكان. ممكن للإنسان في وسط النهار فى أوله فى أخره في أي لحظة من لحظاته يرفع يده. كما قال النبي عليه الصلاة والسلام: إن الله ليستحي أن يرد يدي عبده صفرا إذا رفعهما إليه
هذا الدعاء مسألة

Doa permohonan adalah doa yang pelaksanaannya tidak terikat dengan waktu dan tempat tertentu. Mungkin saja seorang itu berdoa sambil mengangkat tangannya saat tengah siang, awal siang, akhir siang atau pun setiap saat yang dia mau. Sebagaimana dalam sabda Nabi, “Sungguh Allah malu untuk mengembalikan tangan yang dipanjatkan kepadanya dalam kondisi kosong”. Inilah doa permohonan.

أما دعاء العبادة التى هو متعلق بالأذكار أو الصلاة على النبى عليه الصلاة والسلام أو مثلا دخول المسجد أو الخروج من المسجد، دعاء السوق، فهذا لم يرد فيه رفع لليدين.

Sedangkan doa dalam rangka ibadah, itulah doa yang terkait dengan dzikir dalam sikon tertentu, atau terkait bacaan shalawat, dzikir yang dibaca ketika masuk masjid, keluar masjid atau pun ketika masuk ke pasar, doa dalam semisal kasus-kasus di atas tidak ada dalil yang menuntunkan untuk angkat tangan.

إذا ما ورد فيه الرفع في يدين لا يخرج من ثلاث صور: إما دعاء المسألة، أو دعاء الاستسقاء سواء أكان أصليا أو طارئا، أو دعاء القنوت.

Jadi angkat tangan ketika doa yang ada dalilnya tidak lepas dari tiga keadaan, doa dalam rangka mengajukan permohonan, doa minta hujan baik dalam konteks shalat istisqa atau pun di luar itu atau doa qunut.

أما الأدعية الأخرى وهى مقيدة في الغالب بالزمان والمكان سوى ما ذكرت فهذه لا يسن فيها رفع الأيدي.

Adapun doa-doa lain yang biasanya terkait dengan waktu dan tempat tertentu selain tiga hal yang telah saya sebutkan, angkat tangan ketika itu tidaklah dianjurkan” [Fatwa di atas adalah jawaban untuk pertanyaan terakhir dalam ceramah ilmiah yang disampaikan oleh Syaikh Ali Hasan dengan judul ad Du-a wa Atsaruhu.

sumber: ustadzaris.com

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Adakah Jihad di Zaman Ini?

الأصل الثالث: أن نقول: إنه في عصرنا الحاضر يتعذر القيام بالجهاد في سبيل الله بالسيف ونحوه،

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kami tegaskan bahwa di zaman sekarang ini mustahil jihad (baca: jihad ofensif) di jalan Allah dengan pedang atau semisalnya bisa ditegakkan karena dua alasan.

لضعف المسلمين ماديًّا ومعنويًّا وعدم إتيانهم بأسباب النصر الحقيقية،

Alasan pertama adalah lemahnya kaum muslimin secara materi maupun non materi karena kaum muslimin belum mewujudkan secara nyata faktor-faktor datangnya kemenangan.

ولأجل دخولهم في المواثيق والعهود الدولية،

Alasan kedua, karena terikatnya negari-negeri kaum muslimin dengan berbagai perjanjian dan hubungan antar negara (semisal hubungan bilateral ataupun multi lateral, pent) dengan negara-negara kafir.

فلم يبق إلا الجهاد بالدعوة إلى الله على بصيرة،

Sehingga tidak ada jihad di zaman ini kecuali dalam bentuk berdakwah mengajak manusia ke jalan Allah dengan landasan ilmu agama yang mapan.

فإذا تفرغ لها قوم وعملوا فيه جاز إعطاؤهم من نصيب المجاهدين.

Oleh karena itu jika ada sekelompok orang yang menghabiskan waktunya untuk berdakwah yang dilandasi ilmu agama yang mapan maka diperbolehkan jatah zakat yang seharusnya diberikan kepada orang-orang yang berjihad diberikan kepada mereka”.

Sumber: Majmu Fatawa wa Rasail Muhammad bin Shalih al Utsaimin jilid 18 hal 388 terbitan Dar Tsaraya Riyadh, cetakan kedua tahun 1426 H.

Artikel www.ustadzaris.com

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

apakah "hitam" di dahi bisa dijadikan tanda banyak sujud?

Tanya:
“Bagaimana cara menyamarkan/menghilangkan noda hitam di kening/di jidat karena sewaktu sujud dalam shalat terlalu menghujam sehingga ada bekas warna hitam?”
0281764xxxx

Jawab:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ

Yang artinya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).

Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’. Padahal bukan demikian yang dimaksudkan.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyukan.


Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).

عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟

Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut.
Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.

Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).

عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.

Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).

عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.

Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).

عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.

Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah?
Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).
Bahkan Ahmad ash Showi mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).
Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, “Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!”.
Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya.

Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”.
Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda,

يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُونَ فِيهِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ

“Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun alQur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Ciri khas mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul” (HR Ahmad no 19798, dinilai shahih li gharihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).
Oleh karena itu, ketika kita sujud hendaknya proporsonal jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga hampir seperti orang yang telungkup. Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya bekas hitam di dahi.

sumber: http://ustadzaris.com/hitam-hitam-di-dahi-tanda-niat-tidak-suci
dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Hukum Menjual TV, Video dan PS

لدي محل أجهزة كهربائية ، فهل يجوز أن أبيع أجهزة التلفاز والفيديو وأجهزة ( البلايستيشن ) والاسطوانات الخاصة به ، مع العلم أنني لا أعرف لأي غرض ستستخدم هذه الأجهزة ؟
Pertanyaan, “Aku memiliki toko yang menjual alat-alat elektronik. Apakah aku boleh menjual TV, video dan PS (Playstation) serta CD khusus untuk PS? Aku tidak mengetahui untuk tujuan apakah alat-alat ini dipergunakan oleh pembeli”.
الحمد لله
هذه الأجهزة من التلفاز والفيديو وغيرها – مما يستعمل في الخير والشر ، والطاعة والمعصية، لكن يغلب اليوم استعمالها في الشر، من رؤية النساء العاريات ، وسماع اللهو واللغو والباطل من الموسيقى وغيرها- . والواجب في مثل هذا أن يعمل الإنسان بما يغلب على ظنه .

Jawaban, “Alat-alat di atas baik TV, video ataupun yang lainnya pada asalnya adalah alat-alat yang netral, bisa digunakan untuk hal-hal yang baik ataupun hal-hal yang buruk, untuk taat ataupun untuk maksiat. Akan tetapi pada hari ini alat-alat tersebut lebih dominan dipergunakan untuk keburukan baik berupa menonton perempuan telanjang, mendengarkan hal yang terlarang semisal musik atau pun yang lainnya. Dalam kondisi semisal ini kita wajib beramal sebagaimana yang menjadi prasangka kuat kita.

فلا يجوز بيعها إلا لمن عُلم أو غلب على الظن أنه يستعملها في المباح.

Oleh karena itu, tidak diperbolehkan menjual alat-alat tersebut kecuali kepada orang yang kita memiliki prasangka kuat bahwa orang tersebut akan menggunakannya dalam hal yang mubah.
أما من عُلم أو غلب على الظن أنه يستعملها في الحرام ، فلا يجوز بيعها عليه ؛ لقول الله تعالى : ( وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ) المائدة /2 .

Sedangkan orang yang diyakini atau ada prasangka kuat bahwa dia akan menggunakan benda-benda tersebut dalam hal yang haram maka tidak boleh menjual benda tadi kepadanya mengingat firman Allah yang artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS al Maidah:2).
جاء في فتاوى اللجنة الدائمة : ” كل ما يستعمل على وجه محرم ، أو يغلب على الظن ذلك ، فإنه يحرم تصنيعه واستيراده وبيعه وترويجه بين المسلمين” اهـ فتاوى اللجنة الدائمة (13/109(

Dalam Fatawa al Lajnah al Daimah 13/109 disebutkan, “Segala benda yang dipergunakan untuk hal yang haram atau ada prasangka kuat untuk hal yang haram maka haram hukumnya memproduksi barang tersebut. Demikian pula mengimpornya, menjualnya dan memasarkannya di antara kaum muslimin”.
وسئلت اللجنة الدائمة للإفتاء ، ما نصه : أنا أعمل مهندس إلكترونيات ، ومن عملي إصلاح الراديو والتليفون والفيديو ومثل هذه الأجهزة ، فأرجو إفتائي عن الاستمرار في هذه الأعمال ، مع العلم أن ترك هذا العمل يفقدني كثيرا من الخبرة ومن مهنتي التي تعلمتها طوال حياتي ، وقد يقع علي ضرر خلال تركها

Al Lajnah al Daimah lil Ifta mendapatkan pertanyaan dengan teks sebagai berikut, “Aku adalah sarjana elektro. Aku bekerja menservis radio, TV, video dan alat-alat semisal. Aku berharap mendapatkan fatwa tentang terus menerus bekerja seperti ini. Perlu diketahui jika aku meninggalkan pekerjaanku ini aku akan kehilangan banyak dari kemampuanku dan berarti aku kehilangan profesi yang telah kupelajari sepanjang hidupku. Aku akan mendapatkan banyak masalah jika meninggalkan pekerjaan tersebut”.
فأجابت : ” دلت الأدلة الشرعية من الكتاب والسنة أنه يجب على المسلم أن يحرص على طيب كسبه، فينبغي لك أن تبحث عن عمل يكون الكسب فيه طيبا. وأما الكسب من العمل الذي ذكرته فهذا ليس بطيب؛ لأن هذه الآلات تستعمل غالبا في أمور محرمة” اهـ . فتاوى اللجنة الدائمة (14/420(

Jawaban al Lajnah, “Terdapat banyak dalil dari al Qur’an dan sunah yang menunjukkan bahwa seorang muslim berkewajiban untuk mencari pekerjaan yang halal. Sehingga sepatutnya anda mencari pekerjaan lain yang halal. Sedangkan pekerjaan sebagaimana yang anda ceritakan bukanlah pekerjaan yang halal karena alat-alat tersebut pada umumnya dipergunakan untuk hal-hal yang haram” (Fatawa al Lajnah al Daimah 14/420).
وأما (البلايستيشن ) وأقراصه ، فله الحكم السابق نفسه ، فيجوز بيعه على من غلب على الظن أن يستعمله استعمالاً مباحاً ، ويحرم بيعه على من غلب على الظن أنه يستعمله استعمالاً محرماً .

Sedangkan PS (Play station) dan CD-nya hukumnya sama dengan hukum masalah di atas. Sehingga boleh dijual kepada orang yang kita memiliki prasangka kuat bahwa orang tersebut akan menggunakannya dalam hal yang mubah. Haram hukumnya menjual benda tersebut kepada orang yang kemungkinan besar akan menggunakannya dalam hal yang haram.
وكثير من الناس الآن يستعمله استعمالاً محرماً ، فبدلاً من أن يكون الترفيه شيئاً عارضاً يفعله الإنسان إذا احتاج إليه ، صار الترفيه هو الأصل عند كثير من الناس ، فينفق فيه كثيراً من عمره وماله وجهده ما بين اللعب بنحو هذه الألعاب ، والذهاب إلى النوادي وحمامات السباحة ، والسفر والجلوس مع الأصحاب ، والذهاب إلى المنتزهات …إلخ .

Banyak orang menggunakan PS dengan penggunaan yang haram. Seharusnya hiburan itu seperlunya, dilakukan jika memang dibutuhkan. Namun ternyata menurut banyak orang isi pokok hidup adalah hiburan. Banyak orang menghabiskan banyak waktu, harta dan tenaganya di depan PS atau semisalnya. Jika tidak, mereka pergi ke tempat-tempat nongkrong, kolam renang, jalan-jalan dan duduk santai dengan kawan, pergi ke tempat-tempat wisata dan semisalnya.
وكثير ممن يستعمل البلايستيشن أو نحوه من الألعاب يضيع بسببه الصلوات ، وينشغل به عن كثير من مصالح دينه ودنياه ، مما يجعلنا نجزم بتحريمه على أمثال هؤلاء .

Banyak orang yang main PS atau alat permainan semisalnya karena sebab PS melalaikan kewajiban shalat lima waktu dan tidak melakukan hal-hal bermanfaat secara agama ataupun dunia. Dengan alasan-alasan tersebut kami berani menegaskan haramnya bermain PS bagi orang-orang semisal di atas.
وأما من يقدر الأمور حق قدرها ، ويلعب بهذه الألعاب قليلاً من الوقت للترويح عن النفس ، ولا يضيع بسببها شيئاً من الواجبات ولا مصالح دينية أو دنيوية ، ومع خلو هذه الألعاب من المنكرات كالموسيقى وصور النساء العاريات ونحو ذلك فلا حرج في ذلك إن شاء الله تعالى .

Adapun orang yang bisa bersikap proporsional, hanya sejenak saja bermain PS dengan tujuan mencari hiburan, PS tidak menyebabkan melalaikan kewajiban dan melakukan hal-hal bermanfaat secara agama ataupun dunia ditambah PS tersebut bebas dari berbagai kemungkaran semisal musik, gambar wanita telanjang maka bermain PS untuk orang yang memenuhi kriteria di atas itu tidak masalah, insya Allah.
والأجدر بالمسلم أن يحرص على كسب المال الحلال الذي لا شبهة فيه ، وليتذكر قول النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( كل جسد نبت من سحت فالنار أولى به ) . رواه الطبراني وصححه الألباني في صحيح الجامع (4519) .

Yang terbaik bagi seorang muslim adalah berusaha untuk mencari pekerjaan halal yang tidak ada subhat di dalamnya. Hendaknya kita selalu ingat dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Semua bagian badan yang tumbuh dari harta yang haram maka api neraka itulah yang lebih baik untuknya” (HR Thabrani dan dinilai sahih oleh al Albani dalam Shahih al Jami’ no 4519).

Sumber:http://ustadzaris.com/hukum-bermain-play-station-ps

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Hukum Nonton Televisi di Zaman Ini

Syeikh Muhammad Nashiruddin al Albani rahimahullah mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Apa hukum menonton televisi di masa kini?”.

الجواب: التلفزيون اليوم لا شك أنه حرام، لأن التلفزيون مثل الراديو والمسجل، هذه كغيرها من النعم التي أحاط الله بها عباده

Jawaban beliau, “Tidaklah diragukan bahwa hukum menonton televisi pada masa kini adalah haram. Televisi itu seperti radio dan tape recorder. Benda-benda ini dan yang lainnya adalah di antara limpahan nikmat Allah kepada para hamba-Nya.

كما قال: {وإن تعدوا نعمة الله لا تحصوها}

Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Dan jika kalian menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak bisa menghitungnya”

فالسمع نعمة والبصر نعمة والشفتان نعمة واللسان، ولكن كثيرا من هذه النعم تصبح نقما على أصحابها لأنهم لم يستعملوها فيما أحب الله أن يستعملوها؛

Pendengaran adalah nikmat Allah. Penglihatan juga merupakan nikmat. Dua bibir dan lidah juga nikmat. Akan tetapi, banyak dari berbagai nikmat yang menjadi sumber bencana bagi orang yang mendapatkan nikmat tersebut karena mereka tidak mempergunakan nikmat dalam perkara yang Allah inginkan.

فالراديو والتلفزيون والمسجل أعتبرها من النعم ولكن متى تكون من النعم؟ حينما توجه الوجهة النافعة للأمة،

Radio, televisi dan tape recorder adalah nikmat ketika dipergunakan untuk perkara yang mendatangkan nikmat bagi umat.

التلفزيون اليوم بالمئة تسعة وتسعون فسق، خلاعة، فجور، أغاني محرمة، إلى آخره،

Isi televisi pada masa kini 99 persen adalah kefasikan, pornografi atau porno aksi, kemaksiatan, nyanyian yang haram dan seterusnya.

بالمئة واحد يعرض أشياء قد يستفيد منه بعض الناس

Sedangkan hanya 1% saja dari tontonannya yang bisa diambil manfaatnya oleh sebagian orang.

فالعبرة بالغالب،

Sedangkan kaedah mengatakan bahwa nilai sesuatu itu berdasarkan unsur dominan dalam sesuatu tersebut.

فحينما توجد دولة مسلمة حقا وتضع مناهج علمية مفيدة للأمة حينئذ لا أقول : التلفزيون جائز، بل أقول واجب.

Ketika ada negara Islam yang sesunggunnya lalu negara membuat program acara TV yang ilmiah dan bermanfaat bagi umat maka –pada saat itu- kami tidak hanya mengatakan bahwa hukum menonton TV adalah boleh bahkan akan kami katakan bahwa menonton TV hukumnya wajib.

Sumber:

http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=342586

Catatan:
Jika demikian hukum menonton TV –menurut Syaikh al Albani- di zaman beliau padahal beliau tinggal di Yordania, lalu bagaimana dengan hukum menonton TV saat ini di negeri kita??!!
Fatwa di atas mengisyaratkan bahwa Syaikh al Albani tidak mengharamkan gambar bergerak yang tentu ada di layar TV.

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Akibat Buruk Perbuatan Zina Dan Bagaimana Jalan Taubat Dari Zina



Kerusakan Yang Diakibatkan Zina[1]

Zina merupakan kerusakan besar, keburukan nyata, dan pengaruhnya begitu besar yang mengakibatkan berbagai kerusakan, baik terhadap orang yang melakukan maupun terhadap masyarakat secara umum.

Mengingat perbuatan zina ini sudah sering terjadi, demikian juga penyebabnya pun sudah tersebar dimana-mana, maka berikut ini kami akan berusaha menghadirkan beberapa dampak negatif dari perbuatan kotor ini, serta berbagai kemudharatan dan kerusakan yang diakibatkannya.

1. Dalam perbuatan zina tekumpul semua jenis keburukan, seperti lemahnya agama, hilangnya ketakwaan, hancurnya kesopanan, lenyapnya rasa cemburu, dan terkuburnya akhlak terpuji.

2. Perbuatan zina dapat membunuh rasa malu sehingga menjadikan seseorang tebal muka atau tidak tahu malu.

3. Perbuatan zina mempengaruhi keceriaan wajah sehingga menjadikannya kusam, kelam, dan tampak layu bagaikan orang yang mengalami kesedihan mendalam. Di samping itu, zina dapat memicu kebencian yang bisa disaksikan oleh orang yang melihatnya.

4. Perbuatan zina mengakibatkan kegelapan dan hilangnya cahaya hati.

5. Perbuatan zina menjatuhkan bahkan menghilangkan harga diri pelakunya, menjatuhkan derajatnya di hadapan sang Pencipta dan seluruh makhluk-Nya, serta menghilangkan sebutan hamba yang berbakti, ’afif (pemelihara kehormatan diri), dan orang yang adil. Bahkan sebaliknya, orang banyak akan menjulukinya sebagai hamba yang jahat, fasik, pelacur, dan pengkhianat.

6. Sifat liar yang dicampakkan Allah ke dalam hati pezina merupakan teman akrab yang tampak jelas pada wajah pelakunya. Pada wajah orang yang ‘afif akan terlihat keceriaan, pada hatinya terdapat keramahan, dan semua yang duduk bersamanya akan merasa senang, sedangkan pada wajah pezina malah terlihat sebaliknya.

7. Orang akan melihat seorang pezina dengan pandangan yang meragukan, penuh dengan khianat. Tidak ada seorang pun yang akan percaya tentang kehormatan yang diraihnya dan anak yang dimilikinya.

8. Bau busuk yang keluar dari tubuh seorang pezina dapat dicium oleh setiap orang yang berhati bersih dan selamat. Bau busuk tersebut berhembus dari mulut dan badannya.

9. Perbuatan zina akan mengakibatkan hati yang sempit dan perasaan tertindas. Para pezina akan diperlakukan dengan perlakuan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Siapa saja yang menginginkan kenikmatan hidup dengan keindahannya, tetapi ia meraihnya dengan cara bermaksiat kepada Allah, maka Allah pasti akan mengadzabnya dengan kebalikan apa yang diinginkannya. Sesungguhnya, semua kenikmatan yang ada di sisi Allah tidak akan bisa diraih kecuali dengan cara mentaati perintah-Nya. Allah sama sekali tidak pernah menjadikan suatu kemaksiatan sebagai penyebab untuk memperoleh kebaikan.

10. Orang yang melakukan perbuatan zina berarti telah mengharamkan dirinya untuk menikmati bidadari Surga di tempat-tempat indah dalam surga ’Adn

11. Perbuatan zina dapat membuat orang berani memutuskan tali shilaturahim, durhaka terhadap orang tua, menghasilkan harta yang haram, membuahkan akhlak tercela, serta menelantarkan keluarga dan keturunan. Kadang-kadang zina dapat menyeret pelakunya untuk melakukan pembunuhan. Bisa jadi untuk melakukan niat jahat itu, ia bekerja sama dengan tukang sihir sehingga menyeretnya ke dalam perbuatan syirik baik ia ketahui maupun tidak. Sebab, perbuatan zina tidak akan sempurna kecuali dengan melakukan kemaksiatan lain yang sebelumnya dan yang dilakukan bersamaan dengannya sehingga akan mengakibatkan munculnya berbagai macam maksiat lainnya. Perbuatan ini dikelilingi oleh berbagai kemaksiatan sebelum dan sesudahnya. Maksiat inilah yang paling cepat menyeret seseorang kepada kesengsaraan dunia dan akhirat serta merupakan penghalang yang paling kuat untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.

12. Perbuatan zina menghilangkan kehormatan seorang gadis dan menyelimutinya dengan kehinaan, yang tidak hanya di tanggung seorang diri, tapi juga akan mencemari kehormatan keluarganya. Rasa hina itu akan berpengaruh terhadap keluarga, suami dan kerabatnya, sehingga membuat kepala-kepala mereka tertunduk malu di tengah masyarakat.

13. Kehinaan yang dirasakan oleh orang yang dituduh berbuat zina lebih menyayat dan lebih kekal dibandingkan dengan kehinaan yang dirasakan oleh orang yang dituduh berbuat kafir. Sebab jika seorang yang bertaubat dari perbuatan kufur, justru akan dapat menghilangkan rasa hina di tengah masyarakat, tidak meninggalkan bekas pada masyarakat yang dapat menjatuhkan derajat orang seperti dirinya di hadapan orang yang dilahirkan dalam keadaan Islam.

Lain halnya dengan perbuatan zina, sebab setelah bertaubat dari perbuatan ini –walaupun pelakunya secara agama sudah bersih dan dengan taubat itu pula adzab akhirat yang akan diterimanya sudah terangkat- masih meninggalkan bekas yang sangat mendalam di dalam hati, harga dirinya di mata masyarakat yang tidak pernah melakukan perbuatan tersebut jadi berkurang sesuai dengan kadar perbuatan zina yang ia lakukan.

Lihatlah seorang wanita yang disebut sebagai pezina, bagaimana kaum pria menjauh dan tidak mau menikahinya walaupun ia telah bertaubat. Demi menghindari aib yang dahulu telah mencoreng harga dirinya, mereka pun lebih mengutamakan menikah dengan wanita kafir yang sudah masuk Islam, daripada menikah wanita yang besar dalam agama Islam, namun ia melakukan perbuatan zina.

16. Perbuatan zina merupakan kejahatan moral terhadap anak. Perbuatan zina juga menyebabkan munculnya seorang anak yang miskin kasih sayang yang bisa mengikatnya. Selain merupakan kejahatan terhadap anak yang dilahirkan, zina juga memaksa anak tersebut hidup hina dalam masyarakat dan membuatnya merasa terpojok dari setiap sudut. Perasaan seperti ini muncul sebab pada umumnya masyarakat meremehkan anak zina, nurani mereka mengingkarinya, dan mereka tidak memandangnya dari segi kemasyarakatan sebagai pelajaran. Apakah dosa anak ini ? hati siapakah yang begitu tega membuatnya seperti ini ?

17. Perbuatan zina yang dilakukan seorang pria pezina, dapat menghancurkan wanita baik-baik yang terpelihara dan menjerumuskannya pada jurang kehancuran dan kenistaan.

18. perbuatan zina dapat memicu munculnya berbagai permusuhan dan mengobarkan api balas dendam antara keluarga wanita dengan laki-laki yang menzinainya. Hal itu disebabkan oleh api cemburu terhadap harga diri keluarga. Tatkala seseorang melihat salah seorang pezina telah berbuat lancang terhadap istrinya, api cemburu yang ada dalam dadanya akan membara sehingga dapat memicu terjadinya saling bunuh dan menyebarnya peperangan. Sebab, pencorengan terhadap harga diri seorang suami dan kerabat lainnya dapat membuat malu dan menodai kehormatan mereka. Seandainya seorang suami mendengar bahwa salah satu keluarganya terbunuh, niscaya kabar itu lebih ringan baginya daripada mendengar bahwa istrinya telah berbuat zina.

Sa’ad bin ’Ubadah radliyallahu’anhu berkata, ”Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku, tentu aka akan memenggal lehernya dengan pedang tanpa kumaafkan”.

Kalimat itupun sampai kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, lantas beliau pun bersabda:

”Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, aku lebih cemburu daripada Sa’ad dan Allah lebih cemburu daripada aku. Karena kecemburuan Allah tersebutlah, makadi haramkan segala bentuk kekejian yang tampak maupun yang tersembunyi” (HR. Bukhori (5223) dan Muslim (2761))

Lain halnya dengan orang yang membenci perzinaan, menjauhinya, serta tidak rela hal itu terjadi terhadap yang lainnya. Gambaran seperti ini akan memberikannya kewibawaan dalam hati anggota keluarganya dan akan membantu menjadikan rumahnya bersih dan terjaga dari hal-hal buruk.

19. perbuatan zina memberi dampak negatif terhadap kesehatan jasmani pelaku yang sulit diobati atau disembuhkan, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup pelakunya. Perbuatan itu akan memicu munculnya berbagai penyakit, seperti AIDS, penyakit sifilis, penyakit herpes, penyakit kelamin, dan penyakit kotor lainnya.

Beberapa pihak telah mengklaim bahwa penyebab terbesar mewabahnya penyakita AIDS adalah karena sex bebas atau dengan kata lain zina. Seperti di Subang, di klaim bahwa AIDS 73% disebabkan oleh perilaku sex bebas remaja[2], bahkan di Kupang sampai 98% penyebab mewabahnya AIDS adalah karena sex bebas[3].

20. Perbuatan zina merupakan penyebab hancurnya suatu ummat. Sudah menjadi sunnatullah terhadap hamba-Nya bahwa ketika perbuatan zina muncul ke permukaan bumi, Allah azza wa jalla marah dan kemarahan-Nya pun semakin besar sehingga pasti akan mengakibatkan terjadinya balasan berupa bencana di atas muka bumi.

Ibnu Mas’ud Radliyallahu’anhu berkata: ”Tidaklah tampak perbuatan memakan riba dan perzinaan dalam suatu negeri, melainkan Allah mengizinkan kehancurannya.”

Ingatlah, Suatu Perbuatan Akan Dibalas Sesuai Dengan Jenis Perbuatan Tersebut[4]

Kalimat judul poin ini adalah suatu kaidah syar’iyyah dan sunnatullah yang tidak akan pernah berganti. Allah ta’ala akan membalas seseorang sesuai dengan perbuatannya.

Wahai saudaraku….apakah Anda mengira bahwa orang yang mengumbar syahwatnya tanpa ada aturan dan tatanan akan selamat dari adzab Allah? Tidak. Minimal ia akan mendapatkan adzab seperti yang terkandung dalam kaidah di atas. Coba Anda dengarkan ungkapan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah:

Jagalah kehormatan kalian, niscaya istri-istri kalian akan terjaga dari perbuatan haram

Hindarilah segala yang tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim

Zina adalah hutang, Jika Engkau mengambilnya hutang

Maka, Ketahuilah bahwa tebusannya adalah anggota keluargamu

Barangsiapa berzina, akan dizinai meskipun di dalam rumahnya

Camkanlah, jika engkau termasuk orang yang berakal

Barangsiapa yang berusaha mengoyak kehormatan orang lain, maka dimungkinkan ia akan melihat hal serupa menimpa pada anak perempuan atau saudara perempuannya. Barangsiapa yang tidak mempedulikan larangan-larang Allah, bisa saja (berakibat) istrinya mengkhianatinya. Dan wanita mana saja yang melakukan hal itu, maka dimungkinkan ia akan melihat hal serupa menimpa pada anak perempuan atau anak keturunannya –semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjauhkan kita semua dari segala bencana-.

Menuju Taubat Dari Perbuatan Zina[5]

Setelah kita mengetahui besarnya kejahatan dosa zina serta pengaruhnya yang dapat menghancurkan pribadi dan masyarakat, maka perlu sekali diperhatikan kewajiban untuk bertaubat dari perbuatan ini. Wajib bagi mereka yang terperosok ke dalam lembah perzinaan, yang menjadi penyebab ataupun yang membantu terjadinya perbuatan itu, untuk segera bertaubat kepada Allah dengan taubat sebenarnya. Berikut ini beberapa poin cara bertaubat dari perbuatan zina:

1. Hendaklah mereka menyesali apa yang pernah mereka lakukan dan tidak kembali lagi pada perbuatan tersebut walaupun sangat memungkinkan.

2. Tidak harus bagi mereka yang terperosok dalam lembah perzinaan, baik laki-laki ataupun perempuan untuk menyerahkan diri dan mengakui perbuatan dosa yang dilakukannya. Bahkan, cukup baginya dengan bertaubat kepada Allah dan menutup aib dirinya dengan tabir Allah azza wa jalla.

3. Jika orang yang berzina tadi masih menyimpan gambar pasangannya, rekaman suara, atau fotonya, maka hendaklah ia melepaskan diri dari itu semua. Apabila gambar atau rekaman suara tadi sudah diberikan kepada orang lain, maka hendaklah ia tidak memintanya kembali dan segera menyelamatkan diri darinya bagaimanapun caranya.

4. Apabila seorang wanita pernah direkam atau difoto, kemudian ia khawatir masalahnya akan tersebar, maka hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah ta’aladan tidak menjadikan hal itu sebagai penghalang antara dirinya dengan Allah ta’ala.

Bahkan, wajib baginya bertaubat kepada Allah. Janganlah ia terpengaruh oleh ancaman dan intimidasi orang lain. Allah subhanahu wa ta’ala yang akan mencukupi dan menguasai dirinya. Sungguh orang yang mengancamnya hanyalah pengecut dan penakut. Orang ini akan membongkar kejelekannya sendiri apabila menyebarkan gambar-gambar dan rekaman suara yang ada padanya.

Lalu apakah yang akan terjadi apabila ia melaksanakan ancaman itu? Manakah yang lebih mudah antara terbongkarnya kejelekan di dunia yang disertai dengan taubat nasuha ataukah terbongkarnya kejelekan di depan seluruh ummat yang menyaksikan pada hari Kiamat sehingga setelah itu ia masuk Neraka yang merupakan sejelek-jelek tempat?

5. Apabila perempuan tadi khawatir aibnya akan tersebar, maka salah satu solusi yang dapat dilakukan dalam menggapai taubat adalah meminta bantuan kepada salah seorang keluarga laki-laki yang bisa diandalkan untuk menolongnya agar terlepas dari kemaksiatan yang pernah dilakukannya. Mungkin saja bantuan keluarga itu dapat berguna dan bermanfaat baginya.

Kesimpulannya, barangsiapa yang terperosok ke dalam kubangan dosa ini hendaklah segera bertaubat dengan sebenar-benar taubat, menyerahkan semuanya kepada Allah, dan memutuskan hubungan dengan semua yang dapat mengingatkannya pada perbuatan itu. Kemudian, hendaklah ia menyesali semua yang telah dilakukannya di hadapan Rabb-nya, dengan penuh tawadlu’, merendahkan diri, dan menyerahkan semuanya kepada-Nya. Semoga dengan begitu, Allah azza wa jalla berkenan menerima taubatnya, mengampuni dosa-dosa yang pernah dilakukannya, dan menggantinya dengan kebaikan-kebaikan.

Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ لاَيَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلَهًا ءَاخَرَ وَلاَيَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَلاَيَزْنُونَ وَمَن يَّفْعَلْ ذَلِكَ يَلقَ أَثَامًا {68} يُضَاعَفُ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا {69} إِلاَّ مَنْ تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {70}

”Dan orang-orang yang tidak menyembah Ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqon: 68-70)



Disusun oleh Maramis Setiawan

2 Desember 2009/ 16 Dzulhijjah 1430

Buku Referensi:

Cara Bertaubat menurut al-Qur’an dan as-Sunnah oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, hal 213-218, penerbit Pustaka Imam Syafi’i.
Perang Melawan Syahwat oleh Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy hal 38-39, penerbit Daar an-Naba.

[1] Poin-poin ini dinukil dan diringkas dari buku “Cara Bertaubat menurut al-Qur’an dan as-Sunnah” oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, hal 213-218, penerbit Pustaka Imam Syafi’i.



[2] http://news.okezone.com/read/2009/12/02/340/280900/seks-bebas-kontribusi-terbesar-hiv-aids

[3] http://www.surya.co.id/2009/11/25/98-persen-penularan-hivaids-dari-hubungan-seks.html

[4] Pembahasan ini dinukil dari buku “Perang Melawan Syahwat” oleh Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy hal 38-39, penerbit Daar an-Naba

[5] “Cara Bertaubat menurut al-Qur’an dan as-Sunnah” oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, hal 222-224, penerbit Pustaka Imam Syafi’i.

Sumber : http://uswah.net/tazkiyatun-nufus/175-akibat-buruk-perbuatan-zina.html

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Orang Syiah Memusuhi Allah dan Nabi Muhammad

Orang syiah berkata :


اننا لم نجتمع مع أهل السنة


على إله


ولم نجتمع معهم


على نبي


ولم نجتمع معهم


على إمام



“Kita tidak bertemu dengan ahlussunnah dalam halam Tuhan yang kita sembah


Tidak juga dalam hal nabi


Tidak juga dalam hal imam”


Alsannya?


ان أهل السنة والجماعة يقولون ان ربهم هو الذي كان محمد صلى الله عليه وسلم نبيه وخليفته بعده ابو بكر



“Karena ahlussunnah waljama’ah berkata bahwa Tuhan mereka adalah Tuhan yang nama Nabi-Nya Muhammad dan pengganti Nabinya sesudahnya adalah Abu Bakar”


Dengan demikian kenapa?:

الشيعة الروافض الزواحف لا يقولون بهذا الرب


ولا بذلك النبي


“Dengan demikian Syiah Rafidhah tidak mau mengakui Tuhan tersebut dan nabi tersebut.”


Terus?


Dengan penuh kelancangan dan dengan sepenuh mulut orang syiah berkata:


ان الرب الذي خليفة نبيه ابو بكر ليس ربنا ولا ذلك النبي نبينا


“Sesugguhnya Tuhan yang Khalifah Nabi-Nya adalah Abu Bakar maka ia bukan Tuhan kami dan Nabi tersebut bukan Nabi kami.”


Ingin Bukti?


Simak baik-baik tulisan Nikmatullah al-Jazairi dalam kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyyah: yang diberi garis bawah:


bukti 194x300 Orang Syiah Memusuhi Allah dan Nabi Muhammad

Bagaimana menurut Anda Yang mulia dan berakal?


sumber: http://www.gensyiah.com/orang-syiah-memusuhi-allah-dan-nabi-muhammad.html#more-1300

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Halal Haram dalam Agama Syiah

Halal Haram dalam Agama SyiahSudah dimaklumi dalam syariat islam bahwa ikan dan hewan laut semuanya halal.
Allah berfirman

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (٩٦)

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut [442] dan makanan (yang berasal) dari laut[443] sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.(al-Maidah: 96)

[442] Maksudnya: binatang buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya. Termasuk juga dalam pengertian laut disini Ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya.

[443] Maksudnya: ikan atau binatang laut yang diperoleh dengan mudah, karena telah mati terapung atau terdampar dipantai dan sebagainya.

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ ، السَّمَكُ وَالْجَرَادُ وَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah; ikan, belalang, hati dan limpa.” (HR Ahmad, darauquthni dari Ibn Umar, shahih)

Juga bersabda:
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR Malik dan ashhabussunan)

Namun syiah imamiyah memiliki agama lain dan syariat lain.

Mereka mengharamkan makanan laut semuanya kecuali yang bersisik dan beberapa macam yang sangat terbatas. Sementara sisanya semuanya haram!! Hal itu meliputi makanan-makanan yang dikenal dan tersebar luas di negara-negara Muslim, yaitu hidangan makanan yang berguna dan baik menurut kesaksian para ahli gizi. Sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah untuk kita.


Namun, Syiah telah menerima agama mereka dari bisikan setan, dan jauh dari kepastian, sehingga sesat menyesatkan.

Saya membawakan untuk Anda beberapa pelajaran dan fatwa konyol mereka yang kacau.

Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kita dari kesesatan mereka dan yang telah mengunggulkan kita atas banyak makhluk-Nya.

——————————————————————-

FATWA ALI SISTANI (pemimpin Hauzah syiah tertinggi di Najaf, yang sekarang terjerat skandal free sex atas nama agama)

Kitab Minhajus Shalihin Masalah ke 877:

Tidak halal dari hewan laut kecuali ikan, maka haram selainnya dari seluruh macam hewannya, sampai yang dinamai dengan nama hewan yang halal dimakan dari hewan darat seperti sapi dan kudanya. Begitu pula yang memiliki dua kehidupan seperti katak, kepiting dan penyu (kura-kura) menurut pendapat yang kuat. Ya, burung, yang disebut burung laut –seperti sabihah (burung berenang), ghaishah (burung penyelam) dll- halal darinya apa yang halal semisalnya dari burung darat.

Masalah 878: tidak halal ikan kecuali yang memiliki sisik jika asli, sehingga tidak masalah hilangnya sisik karena satu sebab, maka halal Alkanat dan Rabitha dan linen halus, cokelat, ikan mas dan Qattan, Tabaraani dan Alablami dan lainnya untuk udang yang disebut di hari ini dengan rubiyan (udang). Dan Tidak dihalalkan ikan yang tidak bersisik dari asalnya seperti algary (catfish) dan aL-zimair , al-Zahw, Almarmahe. Jika ada keraguan apakah dia bersisik atau tidak maka dianggap tidak bersisik.

ikan al Jaryi Halal Haram dalam Agama Syiah

ikan al-Jaryi yang diharamkan syiah karena tidak bersisik (seperti halnya lele)

Pertanyaan: Saya bertanya tentang cumi-cumi (Marine organism of mollusks). Apakah diperbolehkan untuk makan atau tidak? .. Apakah itu najis atau tidak? .. Apakah setiap hewan laut yang lunak/lembut tidak boleh dimakan?
Fatwa: Jika yang Anda maksud dengan moluska itu hewan yang memiliki kulit batu kapur seperti pada kulit kura-kura dan kerang, maka semua itu haram, tetapi suci.

Pertanyaan: Cumi-cumi adalah termasuk hewan laut yang mengeluarkan tinta .. lalu bagaimana penyembelihannya?
Fatwa: Tidak ada cara untuk penyembelihannya, dan tidak ada jalan sebab ia diharamkan untuk dimakan. Tidak halal dengan disembelih fisiknya, maka penyembelihannya tidak mempengaruhi kesuciannya.

Pertanyaan: Saya memiliki pertanyaan tentang crab (kepiting).. Apakah diperbolehkan untuk makan atau tidak? Bersama dengan alasannya?
Fatwa: Tidak dibolehkan jika tidak halal dari hewan laut, kecuali ikan bersisik dan udang.

Pertanyaan: Apa hukumnya makan kerang, induk udang?
Fatwa: Tidak boleh!!.

Pertanyaan: Kami sedang bekerja dalam profesi nelayan (penangkap ikan), hari ini kita menghadapi masalah dalam penjualan beberapa jenis ikan yang diharamkan seperti Kepiting: rajungan, cumi-cumi yang dikenal di kita dengan nama Khatstsaq. Saya mohon kepada tuan agar memberitahukan kepada saya hukum penjualan spesies ini (kepiting dan cumi) secara rinci ?
Fatwa: Boleh menjualnya kepada orang yang mengaggapnya halal !!!!.

Pertanyaan: Apakah cumi haram atau halal?
Fatwa: cumi tampaknya ia hewan laut bukan jenis ikan, dan semua binatang laut non-ikan yang bersisik dilarang, kecuali udang.

Pertanyaan: Apa hukumnya makan kepiting?
Fatwa: Tidak boleh makan kepiting.

Pertanyaan: Apa hukumnya makan makanan laut selain ular seperti apa yang dikeluarkan dari kerang laut Apakah boleh makan ini? dan apa kaedah dasar yang dapat mendefinisikan hal-hal yang pa?
Fatwa: Kerang adalah hewan yang tidak boleh memakannya. Tidak halal dari binatang laut kecuali ikan, dan tidak halal dari ikan kecuali yang bersisik asli, meskipun sisiknya sebab.

Pertanyaan: Saya punya beberapa saudara mengatakan kepada saya bahwa hewan laut tidak boleh makan kecuali ikan dan udang Pertanyaan saya adalah .. Apakah diperbolehkan untuk makan (lobster) dan nama Arab Syarikhah, atau udang atau lobster? .. Apa alasan keharamannya jika tidak boleh dimakan?
Fatwa: Tidak dibolehkan, dalilnya adalah riwayat-riwayat, sementara hukum itu adalah ta’abbudi (murni taat tidak bisa dinalar).

Pertanyaan: Apakah halal atau haram kepiting, perhatikan bahwa dalam klasifikasi Kerajaan ilmu kelautan mengklasifikasikan Udang, kepiting, ibu udang dalam klasifikasi satu di bawah pintu krustasea?
Fatwa: Semua hewan laut adalah haram, kecuali ikan yang memiliki sisik¸ tidak halal selain ikan kecuali udang.

FATWA Al-Khumaini

Kitab Tahrirul wasilah:

Masalah 1: tidak dimakan dari makanan laut kecuali ikan dan burung secara global. Maka selainnya dari berbagai jenis hewan adalah haram, sampai hewan yang ada padanannya di darat seperti sapi laut. Dst (masih ada beberapa)

Fatwa serupa juga disampaikan oleh:

Mirza Jawad al-Tibrizi
Sayyid Muhammad al-Husaini al-Syirazi
Sayyid Shadiq as-Syirazi
Sayyid Muhammad said al-hakim
Sayyid Kazhim al-Husaini al-Hairi

——————————————————————-

Allah berfirman:
وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ (١١٦) مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (١١٧)

“dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih.” (An Nahl: 116-117)
انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَكَفَى بِهِ إِثْمًا مُبِينًا (٥٠)

“Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan Dusta terhadap Allah? dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka).” (An-Nisa`:50)
انْظُرْ كَيْفَ كَذَبُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ (٢٤)

“lihatlah bagaimana mereka telah berdusta kepada diri mereka sendiri dan hilanglah daripada mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan.” (Al-an’am 24)

Mirip dengan bangsa jahiliyyah, karena mereka tidak berakal
مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلا سَائِبَةٍ وَلا وَصِيلَةٍ وَلا حَامٍ وَلَكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لا يَعْقِلُونَ (١٠٣)

“Allah sekali-kali tidak pernah mensyari’atkan adanya bahiirah[449], saaibah[450], washiilah[451] dan haam[452]. akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti” (al-Maidah: 103)

[449] Bahiirah: ialah unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi dan tidak boleh diambil air susunya.

[450] Saaibah: ialah unta betina yang dibiarkan pergi kemana saja lantaran sesuatu nazar. Seperti, jika seorang Arab Jahiliyah akan melakukan sesuatu atau perjalanan yang berat, Maka ia biasa bernazar akan menjadikan untanya saaibah bila maksud atau perjalanannya berhasil dengan selamat.

[451] Washiilah: seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri dari jantan dan betina, Maka yang jantan ini disebut washiilah, tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala.

[452] Haam: unta jantan yang tidak boleh diganggu gugat lagi, karena telah dapat membuntingkan unta betina sepuluh kali. perlakuan terhadap bahiirah, saaibah, washiilah dan haam ini adalah kepercayaan Arab jahiliyah.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (١١٢)

“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)[499]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Al-An’Am: 112)

[499] Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.

Kami bersyukur kepada Allah atas hidayah ini. Semoga orang syiah disadarkan oleh Allah sehingga kembali ke pangkuan sunnah, akal, fithrah.

Malang Rabo 18 Agustus 2010.
Referensi:

http://www.bahrainvoice.net/vb/showthread.php?t=14109
http://www.salaficall.net/vb/showthread.php
http://www.iraqcenter.net/vb/56210.html
http://www.dd-sunnah.net/forum/showthread.php?t=89220

sumber: http://www.gensyiah.com/halal-haram-dalam-agama-syiah.html

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Dialog Terbuka Antara Jaringan Islam Liberal Dan Forum Kiai Muda Jawa Timur

KESIMPULAN FORUM TABAYYUN DAN DIALOG TERBUKA
ANTARA JARINGAN ISLAM LIBERAL DAN FORUM KIAI MUDA JAWA TIMUR
DI PP BUMI SHOLAWAT, TULANGAN, SIDOARJO, JAWA TIMUR


AHAD, 11 OKTOBER 2009


Dewasa ini sedang berlangsung perang terbuka dalam pemikiran (ghazwul fikri) pada tataran global. Melalui sejumlah kampanye dan agitasi pemikiran seperti perang melawan terorisme dan promosi ide-ide liberalisme politik dan ekonomi neo-liberal, Amerika Serikat sebagai kekuatan dunia berupaya menjinakkan ancaman kelompok-kelompok radikal, memanas-manasi pertikaian di antara kelompok radikal dan moderat dalam tubuh umat Islam, serta menyeret umat Islam dan bangsa ini ikut menjadi proyek liberal mereka.

Dengan memperhatikan perkembangan global tersebut, dan terdorong oleh kepentingan membela Tradisi Ahlussunnah Waljamaah yang dianut oleh Warga NU sebagai bagian dari identitas dan jatidiri bangsa ini, Forum Kiai Muda Jawa Timur memberikan kesimpulan tentang hasil-hasil dialog dengan Jaringan Islam Liberal (JIL) sebagai berikut:


1. Sdr. Ulil Abshar Abdalla dengan JIL-nya tidak memiliki landasan teori yang sistematis dan argumentasi yang kuat. Pemikiran mereka lebih banyak berupa kutipan-kutipan ide-ide yang dicomot dari sana-sini, dan terkesan hanya sebagai pemikiran asal-asalan belaka (plagiator), yang tergantung musim dan waktu (zhuruf), dan pesan sponsor yang tidak berakar dalam tradisi berpikir masyarakat bangsa ini.


2. Pada dasarnya pemikiran-pemikiran JIL bertujuan untuk membongkar kemapanan beragama dan bertradisi kaum Nahdliyin. Cara-cara membongkar kemapanan itu dilakukan dengan tiga cara: (1) Liberalisasi dalam bidang aqidah; (2) Liberalisasi dalam bidang pemahaman al-Quran; dan, (3) Liberalisasi dalam bidang Syariat dan Akhlaq.


3. Liberalisasi dalam bidang aqidah yang diajarkan JIL, misalnya bahwa semua agama sama, dan tentang pluralisme, bertentangan dengan aqidah Islam Ahlussunnah Waljamaah. Warga NU meyakini agama Islam sebagai agama yang paling benar, dengan tidak menafikan hubungan yang baik dengan penganut agama lainnya yang memandang agama mereka juga benar menurut mereka. Sementara ajaran pluralisme yang dimaksud JIL berlainan dengan pandangan ukhuwah wathaniyah yang dipegang NU yang mengokohkan solidaritas dengan saudara-saudara sebangsa. NU juga tidak menaruh toleransi terhadap pandangan-pandangan imperialis neo-liberalisme Amerika yang berkedok “pluralisme dan toleransi agama”.


4. Liberalisasi dalam bidang pemahaman al-Quran yang diajarkan JIL, misalnya al-Quran adalah produk budaya dan keotentikannya diragukan, tentu berseberangan dengan pandangan mayoritas umat Islam yang meyakini al-Quran itu firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan terjaga keasliannya.


5. Liberalisasi dalam bidang syari’ah dan akhlaq dimana JIL mengatakan bahwa Hukum Tuhan itu tidak ada, jelas bertolak belakang dengan ajaran Al Qur’an dan Sunnah yang mengandung ketentuan hukum bagi umat Islam. JIL juga mengabaikan sikap-sikap tawadhu’ dan akhlaqul karimah kepada para ulama, kiai. JIL juga tidak menghargai tradisi pesantren sebagai modal sosial bangsa ini dalam mensejahterakan bangsa dan memperkuat Pancasila dan NKRI.


6. Ide-ide liberalisasi, kebebasan dan hak asasi manusia (HAM) yang diangkat oleh kelompok JIL dalam konteks NU dan pesantren tidak bisa dilepaskan dari Neo-Liberalisme yang berasal dari dunia kapitalisme, yang mengehendaki agar para kiai dan komunitas pesantren tidak ikut campur dalam menggerakkan tradisinya sebagai kritik dan pembebasan dari penjajahan dan kerakusan kaum kapitalis yang menjarah sumber-sumber daya alam bangsa kita..


7. JIL cenderung membatalkan otoritas para Ulama Salaf dan menanamkan ketidakpercayaan kepada mereka, sementara di sisi lain mereka mengagumi pemikiran orientalis Barat dan murid-muridnya seperti Huston Smith, John Shelby Spong, Nasr Hamid Abu Zaid dan sebagainya.


8. Menghadapi Pemikiran-pemikiran JIL tidak dilawan dengan amuk-amuk dan cara-cara kekerasan, tapi harus melalui pendekatan yang strategis dan taktis, dengan dialog-dialog dan pencerahan.

Forum Kiai Muda Jawa Timur,
Tulangan, Sidoarjo, 11 Oktober 2009

(demikian kiriman dari Sdr. Nurkhalis Surabaya)
sumber: gensyiah.com
dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Faidah Dari Surah Al-Mulk : Keutamaan Takut Kepada Allah Dikala Sepi

September 14, 2011 oleh Abu Umamah

khauf

Berikut kita akan melanjutkan beberapa faedah lagi dari surat Al Mulk. Semoga kita bisa lebih memahami tersebut dan mengamalkan kandungan di dalamnya.

Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ (12) وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (13) أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (14) هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ (15)

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya di saat mereka tidak tampak di hadapan yang lainnya, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk: 12-15)

Keutamaan Taat dan Takut pada Allah Di Kesunyian

Setelah sebelumnya Allah menyebutkan keadaan orang-orang fajir (kafir), selanjutnya Allah menyebutkan keadaan orang-orang yang berbuat baik dan akan menuai kebahagiaan.

Dalam surat Al Mulk ayat 12, penulis Tafsir Al Jalalain menjelaskan, “Mereka itu takut pada Allah di kesunyian ketika mereka tidak nampak di hadapan manusia lainnya. Mereka pun taat pada Allah dalam keadaan sembunyi-sembunyi. Tentu saja dalam keadaan terang-terangan, mereka pun lebih taat lagi pada Allah.[1]”

Intinya mereka itu taat pada Allah meskipun di kesunyian. Syaikh As Sa’di menjelaskan, “Mereka takut pada Allah dalam setiap keadaan sampai-sampai pada keadaan yang tidak ada yang mengetahui amalan mereka kecuali Allah. Mereka tidak melakukan maksiat dalam kesunyian. Mereka pun tidak mengurangi ketaatan mereka ketika itu.”[2]

Namun kita mungkin sangat jauh dari sifat baik semacam ini. Di kala sepi kita berani berbuat maksiat, padahal Allah menyaksikan kita dan di kala terang-terangan kita pun berani mendurhakai Allah dengan riya’ tatkala melakukan amalan. Semoga Allah menunjuki kita pada sifat yang mulia ini.

Ingatlah keutamaan yang mulia yang diperoleh oleh orang yang beramal dan takut pada Allah di kala sepi, yaitu:

Akan mendapatkan ampunan dari setiap dosa, begitu pula akan dilindungi dari kejelekan dan siksa neraka.
Mereka akan mendapatkan ganjaran besar yaitu berbagai kenikmatan yang Allah janjikan di surga.

Keutamaan Ihsan dalam Ibadah

Untuk ayat,
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ

terdapat penafsiran lainnya dari para ulama. Intinya, ada empat penafsiran mengenai ayat ini:

“Mereka takut pada Allah, namun mereka tidak melihat-Nya”. Inilah pendapat mayoritas ulama.
“Mereka sangat takut akan siksa Allah walaupun mereka tidak melihat-Nya”. Inilah pendapat Maqotil.
“Mereka takut pada Allah ketika tidak ada satu pun yang menyaksikan mereka”. Inilah pendapat Az Zujaj.
“Mereka takut pada Allah jika mereka bersendirian (tidak tampak di hadapan manusia) sebagaimana mereka takut jika mereka berada di hadapan manusia”. Inilah pendapat Abu Sulaiman Ad Dimasyqi.[3]

Tafsiran ketiga telah dijelaskan pada point sebelumnya. Tafsiran ketiga ini hampir sama dengan tafsiran keempat.

Sedangkan tafsiran pertama dan kedua hampir sama. Untuk tafsiran pertama inilah yang kita sering lihat pada terjemahan Al Qur’an (termasuk terjemahan DEPAG RI) sebagaimana pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Sehingga biasanya ayat tersebut diartikan:
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka.” (QS. Al Mulk: 12)

Berdasarkan tafsiran menunjukkan keutamaan dari orang yang berbuat ihsan. Mereka akan mendapatkan dua keutamaan yang disebutkan dalam lanjutan ayat,
لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

“Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Mulk: 12)

Lalu apa yang dimaksud ihsan? Pengertian ihsan dalam ibadah sebagaimana ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits jibril. Ketika ditanya oleh Jibril –yang berpenampilan Arab Badui- mengenai ihsan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, Allah akan melihatmu”.[4][5]

Dalam pengertian ihsan ini terdapat dua tingkatan. Tingkatan pertama disebut tingkatan musyahadah yaitu seseorang beribadah kepada Allah, seakan-akan dia melihat-Nya. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksudkan di sini adalah bukan melihat zat Allah, namun melihat sifat-sifat-Nya. Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat Allah, dia akan mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah pada sifat-sifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat Ihsan.

Tingkatan kedua disebut dengan tingkatan muroqobah yaitu apabila seseorang tidak mampu memperhatikan sifat-sifat Allah, dia yakin Allah melihatnya. Dan tingkatan inilah yang banyak dilakukan oleh banyak orang. Apabila seseorang mengerjakan shalat, dia merasa Allah memperhatikan apa yang dia lakukan, lalu dia memperbagus shalatnya.[6]

Keutamaan Beriman pada yang Ghoib

Berdasarkan salah satu penafsiran surat Al Mulk ayat 12, ayat ini menunjukkan keutamaan beriman pada yang ghoib dan keutamaan meyakini adanya kedekatan Allah ketika sendirian atau pun terang-terangan.[7]

Khouf (Takut) yang Membuat Seseorang Menjauh dari Maksiat

Dari ayat ini juga menunjukkan bahwa dengan rasa khouf (takut) membuat seseorang menjauh dari maksiat. Sehingga ketika seseorang mau terjerumus dalam maksiat hendaklah ia memperkuat rasa takut pada Allah. Jangan malah ketika mau terjerumus dalam maksiat ia kedepankan roja’ (harap) pada Allah. Ketika berbuat maksiat malah ia ingat-ingat bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat. Ini sikap yang keliru, malah ia akan terus menerus dalam dosa. Yang benar, ketika seseorang dalam keadaan mau terjerumus dalam maksiat, hendaklah ia kedepankan rasa khouf (takut) pada Allah. Namun ketika ia dalam kondisi sudah terjerumus dalam berbagai maksiat, maka hendaklah ia kedepankan rasa roja’ (harap) ketika itu.

Tujuannya apa? Tujuannya, jika seseorang mengedapankan rasa takut pada Allah ketika hendak berbuat maksiat, maka ia pasti akan mengurungkan berbuat maksiat. Sedangkan mengedepankan rasa harap ketika bergelimang dosa akan membuatnya tidak berputus asa dari rahmat Allah. Perhatikanlah perbedaan dua hal ini.

Rasa Takut pada Allah Membuat Seseorang Mendapat Naungan-Nya

Keutamaan orang yang takut pada Allah di kesunyian juga disebutkan dalam sebuah hadits muttafaqun ‘alaih (disepakati Bukhari dan Muslim),
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِى ظِلِّهِ ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ اللَّهِ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ فِى خَلاَءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى الْمَسْجِدِ ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ إِنِّى أَخَافُ اللَّهَ . وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا ، حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ

“Tujuh golongan yang di mana mereka akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya, yaitu: [1] pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam beribadah pada Allah, [3] seseorang yang mengingat Allah di kesunyian lalu meneteslah air matanya, [4] seseorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid, [5] seseorang yang saling mencintai karena Allah, [6] seseorang yang diajak oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan untuk menyetubuhinya namun ia katakan, “Aku takut pada Allah, [7] seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh tangan kanannya.”[8] Lihatlah orang yang mengingat Allah di kesunyian (tanpa ada yang melihatnya kecuali Allah) lalu ia meneteskan air mata dan orang yang diajak berzina namun ia takut pada Allah. Inilah keutamaan dari orang yang beribadah dan takut pada Allah sedangkan manusia-manusia tidak mengetahuinya, mereka akan mendapatkan naungan ‘Arsy[9] Allah.[10]

Luasnya Ilmu Allah

Segala sesuatu itu sama di sisi Allah baik yang dilirihkan maupun yang dikeraskan. Tidak ada yang samar sedikit pun baginya. Allahh Ta’ala berfirman,
وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

“Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Al Mulk: 13)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada dalam hati berupa berbagai niat dan keinginan. Bagaimanakah lagi dengan perkataan dan perbuatan yang Allah dengar dan lihat?!

Inilah dalil logika yang menunjukkan keluasan ilmu Allah.[11] Kemudian Allah membuktikan hal ini dengan mengatakan,
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (14)

“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al Mulk: 14). Maksud ayat ini adalah: “Apakah mereka tidak mengetahui Allah yang Maha Lathif dan Khobir?”[12]

Allah Itu Lathif dan Khobir

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
أَنَّهُ لَطِيفٌ يُدْرِكُ الدَّقِيقَ خَبِيرٌ يُدْرِكُ الْخَفِيَّ وَهَذَا هُوَ الْمُقْتَضِي لِلْعِلْمِ بِالْأَشْيَاءِ

“Allah itu Lathif, maksudnya mengetahui segala sesuatu secara detail. Dan Khobir, maksudnya mengetahui segala yang tersembunyi (samar). Hal ini menunjukkan luasnya ilmu Allah terhadap segala sesuatu.”[13]

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah mengatakan makna Al Lathif itu ada 2:

Allah mengetahui segala sesuatu secara detail.
Allah selalu berbuat baik, penyayang terhadap hamba-hambaNya.[14]

Allah Menundukkan Bumi dan Beri Kemudahan untuk Dijelajahi

Allah Ta’ala selanjutnya berfirman,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya.” (QS. Al Mulk: 15).

“Manakibiha” dalam ayat di atas ada tiga tafsiran, yaitu:

Jalan, sehingga maknanya, “Maka berjalanlah di segala jalan.” Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas dan Mujahid.
Gunung, sehingga maknanya, “Maka berjalanlah di setiap gunung.” Jika gunung saja mampu ditempuh, maka lebih-lebih daerah yang rendah di bawahnya. Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas lainnya, pendapat Qotadah dan Az Zujaj.
Penjuru, sehingga maknanya, “Maka berjalanlah di setiap penjuru bumi.” Ini adalah pendapat Maqotil, Al Farro’, Abu ‘Ubaidah, dan Ibnu Qutaibah.[15] Makna inilah yang dipakai oleh terjemahan DEPAG RI.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan ayat di atas, “Sesungguhnya Allah yang menundukkan bumi bagi kalian agar kalian bisa memenuhi berbagai kebutuhan (hajat) kalian.”[16] Ini menunjukkan nikmat Allah dengan memberikan segala kemudahan bagi setiap manusia. Maka Allah-lah yang pantas dipuji dan disanjung.

Tawakkal Bukan Berarti Meninggalkan Kerja dan Usaha

Dalam surat Al Mulk ayat 15 di atas juga menunjukkan disyariatkannya berjalan di muka bumi untuk mencari rizki dengan berdagang, bertani, dsb.[17]

Ini menunjukkan bahwa tawakkal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha.

Sahl At Tusturi mengatakan, ”Barangsiapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Barangsiapa mencela tawakkal (tidak mau bersandar pada Allah) maka dia telah meninggalkan keimanan.” (Jaami’ul Ulum wal Hikam). Silakan lihat pembahasan selengkapnya di sini.

Hanya Kepada Allah-lah Tempat Kembali

Allah Ta’ala berfirman,
وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk: 15)

Ibnul Jauzi menafsirkan, “Kalian akan dibangkitkan dari kubur-kubur kalian.”[18] Hal ini menunjukkan adanya hari berbangkit dan hari pembalasan[19].

Demikian beberapa faedah tafsir surat Al Mulk untuk saat ini. Semoga kita selalu dimudahkan oleh Allah untuk mentadabburi (merenungkan) kitab-Nya yang mulia.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Faedah ilmu tafsir al Qur’an, 14 Shofar 1431 H di Panggang-Gunung Kidul

[1] Tafsir Al Jalalain, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al Muhalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi, hal. 562, Maktabah Ash Shofaa, cetakan pertama, 1425 H.

[2] Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 876, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1423 H.

[3] Lihat Zaadul Masiir fii ‘Ilmi At Tafsir, Ibnul Jauzi, 5/356, surat Al Anbiya ayat 48, Al Maktab Al Islami.

[4] HR. Bukhari no. 50, dari Abu Hurairah dan Muslim no. 8, dari ‘Umar bin Al Khattab.

[5] Lihat penjelasan Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, Tafsir Juz Tabaarok, hal. 28, Maktabah Makkah, cetakan pertama, tahun 1423 H.

[6] Lihat penjelasan Syarhul ‘Arbain An Nawawiyyah, Syaikh Sholih Alu Syaikh, pada hadits kedua.

[7] Aysarut Tafaasir, Abu Bakr Jabir Al Jazairi, hal. 1390, Maktabah Adhwail Manar, cetakan pertama, 1419 H.

[8] HR. Bukhari no. 6806 dan Muslim no. 1031, dari Abu Hurairah.

[9] Maksud naungan di sini adalah naungan ‘Arsy Allah sebagaimana dijelaskan dengan hadits lainnya. Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/121, Darul Ihya’ At Turots.

[10] Lihat Tafsir Juz Tabaarok, hal. 28.

[11] Idem

[12] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 14/74, Muassasah Qurthubah.

[13] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 16/60, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.

[14] Tafsir Juz Tabaarok, hal. 26. Lihat pula keterangan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Karimir Rahman, hal. 876-877.

[15] Lihat Zaadul Masiir, 8/321, surat Al Mulk ayat 15.

[16] Taisir Karimir Rahman, hal. 877.

[17] Lihat Aysarut Tafasir, hal. 1390.

[18] Zaadul Masiir, 8/322, surat Al Mulk ayat 15.

[19] Lihat Aysarut Tafasir, hal. 1390.

dari: abangdani.wordpress.com (blog abu umamah)
dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Celakalah Pelaku Sodomi

September 14, 2011

Kaum Luth disiksa dengan amat pedih karena tingkah laku mereka yang amat jelek yaitu melakukan perbuatan liwath. Yang dimaksud dengan liwath di sini adalah melakukan homoseks antar sesama lelaki dengan cara sodomi yaitu memasukkan kemaluan di dubur. Perbuatan ini disebut liwath karena disamakan dengan perbuatan kaum Luth, berasal dari akar kata yang sama. Jadi secara istilah yang dimaksud liwath adalah memasukkan ujung kemaluan laki-laki ke dubur laki-laki.

Celaan Terhadap Perbuatan Kaum Luth

Dalam Al Qur’an Al Karim, Allah Ta’ala telah mencela perbuatan liwath yang dilakukan oleh kaum Luth. Allah Ta’ala berfirman,
لُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ (80) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (81)

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Al A’rof: 80-81)

أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ (165) وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ (166)

“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Asy Syu’aro: 165-166)

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَلْعُونٌ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ

“Sungguh dilaknat orang yang melakukan perbuatan (liwath) seperti yang dilakukan kaum Luth.” (HR. Ahmad 1/309, sanad hadits ini jayyid kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)

Juga dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Barangsiapa mendapati orang yang melakukan perbuatan seperti yang dilakukan kaum Luth, maka bunuhlah orang yang melakukan sodomi dan disodomi.” (HR. Ibnu Majah no. 2561, hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani)

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau menyebut orang yang melakukan perbuatan seperti perbuatan liwath yang dilakukan oleh kaum Luth,
ارْجُمُوا الأَعْلَى وَالأَسْفَلَ ارْجُمُوهُمَا جَمِيعًا

“Rajamlah (lempar dengan batu) bagi yang melakukan sodomi dan disodomi, rajamlah keduanya.” (HR. Ibnu Majah no. 2562. Hadits ini hasan dilihat dari jalur lainnya sebagaimana kata Syaikh Al Albani)

Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِى عَمَلُ قَوْمِ لُوطٍ

“Sesungguhnya perbuatan yang paling kutakuti akan menimpa umatku adalah perbuatan yang dilakukan oleh kaum Luth.” (HR. Ibnu Majah no. 2563. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)

Hukuman bagi Pelaku Sodomi

Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukuman perbuatan liwath (sodomi) seperti halnya hukuman zina. Yang telah beristri dihukum rajam dan pelaku selain itu mendapat hukumann cambuk dan diasingkan.

Menurut pendapat ulama Syafi’iyah, pelaku liwath terkena hukuman sebagaimana pelaku zina. Dalam salah satu pendapat ulama Syafi’iyah, pelaku sodomi dibunuh baik ia telah beristri ataukah belum, dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Abbas sebagaimana disebutkan di atas. Ada pula pendapat ulama Syafi’iyah lainnya yang mengatakan bahwa pelakunya wajib dita’zir (diperingatkan) seperti halnya orang yang bersetubuh dengan hewan ternak. Inilah hukuman bagi pelaku sodomi. Sedangkan bagi yang disodomi, baik anak kecil, orang gila, atau yang dipaksa, maka tidak ada hukuman untuk mereka. Jika yang disodomi sudah mukallaf (sudah dibebani syari’at) baik sudah beristri atau selainnya (baik laki-laki maupun perempuan), dan perbuatan tersebut dilakukan atas pilihan sendiri, maka ia dihukum cambuk dan diasingkan. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa wanita yang telah bersuami dihukum rajam.

Menyetubuhi di Dubur

Barangsiapa yang menyutubuhi istri atau budak perempuannya di duburnya, maka menurut pendapat dalam madzhab Syafi’i, pelaku dita’zir (diperingatkan) jika perbuatan tersebut dilakukan berulang kali. Jika perbuatan tersebut tidak berulang, maka tidak ada ta’zir sebagaimana disebutkan oleh Al Baghowi dan Ar Rowayani. Namun tetap saja perbuatan tersebut termasuk keharaman.

Bahasan di atas kami sarikan dari bahasan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah terbitan Kementrian Agama Kuwait dari berbagai index kata (di antaranya zina dan liwath).
Semoga Allah membebaskan kita dari perbuatan kaum Luth yang keji. Wallahu waliyyut taufiq.

Panggang-Gunung Kidul, 13 Syawal 1432 H

www.rumaysho.com
dasunting dari blog abu umamah
dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Ringkasan Bimbingan Mengurus Jenazah Sesuai Sunnah



oleh Abu Umamah

sakaratul maut

Risalah Islam bersifat paripurna, menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia dari sejak ia belum menghirup udara dunia, sampai akhirnya kubur menjadi huniannya. Ini juga menjadi pesona khas, bagi agama yang diemban Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sekali lagi, sebagian keindahan Islam akan terbukti, dengan Anda menyimak sajian rubrik fiqih kali ini. (Redaksi)
A. HAL-HAL YANG HARUS DIKERJAKAN OLEH ORANG YANG SAKIT

1. Rela terhadap qadha dan qadar Allah, sabar dan berprasangka baik kepadaNya.

2. Diperbolehkan untuk berobat dengan sesuatu yang mubah, dan tidak boleh berobat dengan sesuatu yang haram, atau berobat dengan sesuatu yang merusak aqidahnya; misalnya, seperti datang kepada dukun, tukang sihir atau ke tempat lainnya.

Dari Abu Hurairah,dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً”.أخرجه البخاري

Allah tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah turunkan juga obatnya. [HR Al Bukhari].

Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ.

Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah kalian, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram. [Dikeluarkan Al Haitsami di dalam Majma'az Zawa'id].

3. Apabila bertambah parah sakitnya, tidak boleh baginya untuk mengharapkan kematian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ وَلَا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ انْقَطَعَ عَمَلُهُ وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلَّا خَيْرًا

Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, dan janganlah meminta kematian sebelum datang waktunya. Apabila seorang di antara kalian meninggal, maka terputus amalnya. Dan umur seorang mukmin tidak akan menambah baginya kecuali kebaikan. [HR Muslim].

4. Hendaknya seorang muslim berada di antara khauf (rasa takut) dan raja’ (berhara).

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi seorang pemuda yang dalam keadaan sakaratul maut; kemudian Beliau bertanya: “Bagaimana engkau menjumpai dirimu?” Dia menjawab: “Wahai, Rasulullah! Demi Allah, aku hanya berharap kepada Allah, dan aku takut akan dosa-dosaku.” Kemudian Rasulullah bersabda:
لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ

Tidaklah berkumpul dua hal ini ( yaitu khauf dan raja’) di dalam hati seseorang, dalam kondisi seperti ini, kecuali pasti Allah akan berikan dari harapannya dan Allah berikan rasa aman dari ketakutannya. [HR At Tirmidzi].

5. Wajib baginya untuk mengembalikan hak dan harta titipan orang lain, atau dia juga meminta haknya dari orang lain. Kalau tidak memungkinkan, hendaknya memberikan wasiat untuk dilunasi hutangnya, atau dibayarkan kafarah atau zakatnya.

6. Hendaknya bersegera untuk berwasiat sebelum datang tanda-tanda kematian.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ

Tidak sepatutnya bagi seorang muslim yang masih memiliki sesuatu yang akan diwasiatkan untuk tidur dua malam kecuali wasiatnya sudah tertulis di dekatnya [HR Al Bukhari].

Apabila hendak berwasiat dari hartanya, maka tidak boleh berwasiat lebih banyak dari sepertiga hartanya. Dan tidak boleh diwasiatkan kepada ahli waris. Tidak diperbolehkan untuk merugikan orang lain dengan wasiatnya, dengan tujuan untuk menghalangi bagian dari salah satu ahli waris, atau melebihkan bagian seorang ahli waris daripada yang lain.
B. HAL-HAL YANG DIKERJAKAN KETIKA SESEORANG SAKARATUL MAUT”]

1. Mentalqin (menuntun) dengan bacaan Laa ilaaha illallah.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله

Tuntunlah orang yang akan mati di antara kalian dengan bacaan Laa ilaha illallah. [HR Muslim].

Dari Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Barangsiapa yang akhir perkataannya Laa ilaha illallah, dia akan masuk surga. [HR Al Bukhari].

Apabila berbicara dengan ucapan yang lain setelah ditalqin, maka diulangi kembali, supaya akhir dari ucapannya di dunia kalimat tauhid.

2. Berdo’a untuknya dan tidak berkata kecuali yang baik. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا حَضَرْتُمْ الْمَرِيضَ أَوْ الْمَيِّتَ فَقُولُوا خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ

Apabila kalian mendatangi orang sakit atau orang mati, maka janganlah berkata kecuali yang baik, karena sesungguhnya malaikat mengamini yang kalian ucapkan. [HR Muslim, Al Baihaqi dan yang lainnya].

Tanda-Tanda Kematian:
Para ulama menyebutkan beberapa tanda, bahwa seseorang sudah bisa dikatakan mati. Di antaranya:

a. Terhentinya nafas.
b. Kedua pelipisnya melemas.
c. Hidung menjadi lunak.
d. Kulit wajahnya menjadi lebih panjang.
e. Terpisahnya kedua telapak tangan dari kedua lengannya.
f. Kedua kakinya melemas dan terpisah dari kedua mata kaki.
g. Tubuh menjadi dingin.
h. Tanda yang sangat jelas, yaitu adanya perubahan bau pada tubuhnya. [Lihat Fiqhun Nawazil, Syaikh Bakr Abu Zaid (1/227), Asy Syarhul Mumti' (5/331)].

Tanda-tanda di atas diketahui dengan tanpa menggunakan alat, dan ada tanda lain yang bisa diketahui dengan alat-alat kedokteran.

3. Tidak mengapa bagi seorang muslim untuk mendatangi seorang kafir yang dalam keadaan sakaratul maut untuk menawarkan kepadanya agama Islam.

Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Dahulu ada seorang budak Yahudi yang melayani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika dia sakit, maka Rasulullah menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَسْلِمْ فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْلَمَ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنْ النَّارِ

Masuklah ke dalam agama Islam, maka dia melihat ke arah bapaknya yang berada di sampingnya. Bapaknya berkata: “Taatilah Abul Qasim (ya’ni Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam).” Maka dia masuk Islam, kemudian Rasulullah keluar, dan Beliau berkata: “Segala puji bagi Allah Yang telah menyelamatkan dia dari neraka.” [HR Al Bukhari].
C. HAL-HAL YANG DIKERJAKAN SETELAH SESEORANG MENINGGAL DUNIA

sakaratul maut

1. Disunnahkan untuk menutup kedua matanya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup kedua mata Abu Salamah Radhiyallahu ‘anhu ketika dia meninggal dunia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّوحَ إِذَا قُبِضَ تَبِعَهُ الْبَصَرُ فَلاَ تَقُوْلُوْا إِلاَّ خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ

Sesungguhnya ruh apabila telah dicabut, akan diikuti oleh pandangan mata, maka janganlah kalian berkata kecuali dengan perkataan yang baik, karena malaikat akan mengamini dari apa yang kalian ucapkan. [HR Muslim].

2. Disunnahkan untuk menutup seluruh tubuhnya, setelah dilepaskan dari pakaiannya yang semula. Hal ini supaya tidak terbuka auratnya. Dari Aisyah Radhiyallahu a’nha, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُوُفِّيَ سُجِّيَ بِبُرْدٍ حِبَرَةٍ

Dahulu ketika Rasulullah meninggal dunia ditutup tubuhnya dengan burdah habirah (pakaian selimut yang bergaris). [Muttafaqun 'alaih].

Kecuali bagi orang yang mati dalam keadaan ihram,maka tidak ditutup kepala dan wajahnya.

3. Bersegera untuk mengurus jenazahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَنْبَغِي لِجِيفَةِ مُسْلِمٍ أَنْ تُحْبَسَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ أَهْلِهِ

Tidak pantas bagi mayat seorang muslim untuk ditahan di antara keluarganya. [HR Abu Dawud].

Karena hal ini akan mencegah mayat tersebut dari adanya perubahan di dalam tubuhnya. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Kehormatan seorang muslim adalah untuk disegerakan jenazahnya.” Dan tidak mengapa untuk menunggu diantara kerabatnya yang dekat apabila tidak dikhawatirkan akan terjadi perubahan dari tubuh mayit.

Hal ini dikecualikan apabila seseorang mati mendadak, maka diharuskan menunggu terlebih dahulu, karena ada kemungkinan dia hanya pingsan (mati suri). Terlebih pada zaman dahulu, ketika ilmu kedokteran belum maju seperti sekarang. Pengecualian ini, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama. [Lihat Asy Syarhul Mumti' (5/330), Al Mughni (3/367)].

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Jika ada orang yang bertanya, bagaimana kita menjawab dari apa yang dikerjakan oleh para sahabat, mereka mengubur Nabi pada hari Rabu, padahal Beliau meninggal pada hari Senin? Maka jawabnya sebagai berikut: Hal ini disebabkan untuk menunjuk Khalifah setelah Beliau. Karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemimpin yang pertama telah meninggal dunia, maka kita tidak mengubur Beliau hingga ada Khalifah sesudahnya. Hal ini yang mendorong mereka untuk menentukan Khalifah. Dan ketika Abu Bakar dibai’at, mereka bersegera mengurus dan mengubur jenazah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, jika seorang Khalifah (Pemimpin) meninggal dunia dan belum ditunjuk orang yang menggantikannya, maka tidak mengapa untuk diakhirkan pengurusan jenazahnya hingga ada Khalifah sesudahnya.” [Asy Syarhul Mumti' 5/333].

4. Diperbolehkan untuk menyampaikan kepada orang lain tentang berita kematiannya. Dengan tujuan untuk bersegera mengurusnya, menghadiri janazahnya dan untuk menyalatkan serta mendo’akannya. Akan tetapi, apabila diumumkan untuk menghitung dan menyebut-nyebut kebaikannya, maka ini termasuk na’yu (pemberitaan) yang dilarang.

5. Disunnahkan untuk segera menunaikan wasiatnya, karena untuk menyegerakan pahala bagi mayit. Wasiat lebih didahulukan daripada hutang, karena Allah mendahulukannya di dalam Al Qur’an.

6. Diwajibkan untuk segera dilunasi hutang-hutangnya, baik hutang kepada Allah berupa zakat, haji, nadzar, kaffarah dan lainnya. Atau hutang kepada makhluk, seperti mengembalikan amanah, pinjaman atau yang lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

Jiwa seorang mukmin terikat dengan hutangnya hingga dilunasi. [HR Ahmad, At Tirmidzi, dan beliau menghasankannya].

Adapun orang yang tidak meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi hutangnya, sedangkan dia mati dalam keadaan bertekad untuk melunasi hutang tersebut, maka Allah yang akan melunasinya.

7. Diperbolehkan untuk membuka dan mencium wajah mayit. Aisyah Radhiyallahu anha berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُونٍ وَهُوَ مَيِّتٌ حَتَّى رَأَيْتُ الدُّمُوعَ تَسِيلُ

Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium Utsman bin Madh’un Radhiyallahu ‘anhu , saat dia telah meninggal, hingga aku melihat Beliau mengalirkan air mata. [HR Abu Dawud dan At Tirmidzi].

Demikian pula Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu, beliau mencium Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamn ketika beliau meninggal dunia.
D. MEMANDIKAN MAYIT

1. Hukum memandikan dan mengkafani mayit adalah fardhu kifayah. Apabila telah dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin, maka bagi yang lain gugur kewajibannya. Dengan dalil sabda Nabi n tentang seorang muhrim (orang yang mengerjakan ihram) yang terjatuh dan terlempar dari untanya:
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ

Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah dengan dua helai kainnya. [Muttafaqun 'alaih].

2. Orang yang paling berhak memandikan seorang mayit, ialah orang yang diberi wasiat untuk mengerjakan hal ini. Seseorang terkadang berwasiat karena ingin dimandikan oleh orang yang bertaqwa, orang yang mengetahui hukum-hukum memandikan mayit.

Dahulu Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu berwasiat supaya dimandikan oleh isterinya, yaitu Asma’ binti Umais, kemudian dia (Asma’ binti Umais) mengerjakannya. Dikeluarkan oleh Malik dalam Al Muwatha’, Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah.

Setelah orang yang diberi wasiat, orang yang paling berhak untuk memandikan ialah bapaknya, kemudian kakeknya, kemudian kerabat dekat dari ashabahnya (kerabat lelaki). Jika mereka semua sama di dalam hak ini, maka diutamakan orang yang paling mengetahui hukum-hukum mengurus jenazah.

3. Diperbolehkan bagi suami atau isteri untuk memandikan pasangannya. Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda kepada ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:
لَوْ مُتِّ قَبْلِيْ لَغَسَلْتُكِ وَكَفَنْتُكِ

Seandainya engkau mati sebelumku, pasti aku akan memandikan dan mengkafanimu. [HR Ahmad, Ibnu Majah, Ad Darimi].

4. Bagi seorang lelaki atau wanita, boleh memandikan anak yang di bawah umur tujuh tahun, baik laki-laki atau perempuan.

Ibnul Mundzir berkata,”Telah sepakat para ulama yang kami pegang pendapatnya, bahwa seorang wanita boleh memandikan anak kecil laki-laki.” Karena tidak ada aurat ketika hidupnya, maka demikian pula setelah matinya. [Lihat Al Mulakhash Al Fiqhi (1/207)].

5. Seorang muslim tidak boleh memandikan dan menguburkan seorang kafir. Allah berfirman kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَلاَ تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلاَ تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِالله

Janganlah engkau menyalatkan seorang yang mati di antara mereka selama-lamanya, dan janganlah engkau berdiri di atas kuburnya, sesungguhnya mereka kafir kepada Allah.[At Taubah:84].

Yang dimaksud dengan ayat tersebut, yaitu haram menguburnya seperti mengubur seorang muslim. Akan tetapi kita gali untuknya lubang, kemudian dimasukkan mayat orang kafir ke dalam lubang tersebut, atau ditutup dengan sesuatu. Karena Rasulullah n memerintahkan untuk melempar mayat-mayat kaum musyrikin yang terbunuh dalam Perang Badar ke dalam satu sumur di antara sumur-sumur yang ada di Badar. [HR Al Bukhari di dalam kitab Al Maghazi].

6. Kaifiyat memandikan jenazah.

Hendaklah dipilih tempat yang tertutup, jauh dari pandangan umum, tidak disaksikan kecuali oleh orang yang memandikan dan orang yang membantunya. Kemudian melepaskan pakaiannya semula dipakainya setelah diletakkan kain di atas auratnya, sehingga tidak terlihat oleh seorangpun. Kemudian dilakukan istinja’ terhadap mayit dan dibersihkan kotorannya. Sesudah itu dilakukan wudhu’ seperti wudhu’ ketika akan shalat. Akan tetapi, Ahlul Ilmi mengatakan, tidak dimasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya, namun diambil kain yang dibasahi dengan air, lalu dipakai untuk menggosokkan giginya dan bagian dalam hidungnya, kemudian dibasuh kepala dan seluruh tubuhnya, dimulai dengan bagian kanan.

Hendaknya dicampurkan daun bidara ke dalam air. Daun bidara tersebut dipakai untuk membersihkan rambut kepala dan janggutnya. Pada kali yang terakhir diberi kapur (butir wewangian), karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan demikian kepada para wanita yang memandikan putrinya. Beliau bersabda: “Ambillah kapur pada kali yang terakhir, atau sesuatu dari kapur.” Kemudian dikeringkan dan diletakkan di atas kain kafan. [70 Su'alan Fi Ahkamil Janaiz, Syaikh Muhammad Al 'Utsaimin, hlm. 6].

7. Tidak diperbolehkan untuk mendatangi tempat pemandian mayit, kecuali orang yang akan memandikan dan orang yang membantunya.

8. Ketika memandikan mayit, perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:

Yang wajib dalam memandikan mayit adalah sekali. Apabila belum bersih, maka tiga kali dan seterusnya yang diakhiri dengan hitungan ganjil. Dan disunnahkan untuk menyertainya dengan daun bidara atau sesuatu yang membersihkan, seperti sabun atau yang lainnya. Hendaknya pada kali yang terakhir, dicampurkan butir wewangian (kapur). Melepaskan ikatan rambut dan membersihkannya dengan baik, menguraikan dan menyisir rambutnya, mengikat rambut wanita menjadi tiga ikatan dan meletakkan di belakangnya. Memulai memandikan dengan bagian tubuhnya yang kanan, anggota wudhu’nya terlebih dahulu. [Lihat Ahkamul Janaiz, hlm. 48].

9. Apabila tidak ada air untuk memandikan mayit, atau dikhawatirkan akan tersayat-sayat tubuhnya jika dimandikan, atau mayat tersebut seorang wanita di tengah-tengah kaum lelaki, sedangkan tidak ada mahramnya atau sebaliknya, maka mayat tersebut di tayammumi dengan tanah (debu) yang baik, diusap wajah dan kedua tangannya dengan penghalang dari kain atau yang lainnya.

10. Disunnahkan untuk mandi bagi orang yang telah selesai memandikan mayit.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia mandi. Dan barangsiapa yang memikul jenazah, maka hendaklah dia wudhu’. [HR Ahmad, Abu Dawud dan beliau menghasankannya].

11. Seorang yang mati syahid (terbunuh) di medan perang tidak boleh dimandikan, meskipun dia dalam keadaan junub, bahkan dikubur dengan pakaian yang menempel padanya.

Dalam hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِدَفْنِ شُهَدَاءِ أُحُدٍ فِي دِمَائِهِمْ وَلَمْ يُغَسَّلُوْا وَلَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِمْ

Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengubur para syuhada’ Uhud dalam (bercak-bercak ) darah mereka, tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. [HR Al Bukhari].

Hukum ini khusus bagi syahid ma’rakah (orang yang terbunuh di medan perang). Adapun orang yang mati terbunuh karena membela hartanya atau kehormatannya, mereka tetap dimandikan, meskipun mereka juga syahid. Demikian pula orang yang mati karena wabah tha’un, atau karena penyakit perut, mati tenggelam atau terbakar. Meskipun mereka syahid, mereka tetap dimandikan. Lihat Asy Syarhul Mumti’ (5/364).

12. Apabila janin yang mati keguguran dan telah berumur lebih dari empat bulan, maka dimandikan dan dishalatkan. Berdasarkan hadits Al Mughirah yang marfu’:
وَ الطِّفْلُ (و في رواية: السِّقْطُ) يُصَلَّى عَلَيْهِ وَيُدْعَى لِوَالِدَيْهِ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ

Seorang anak kecil (dan dalam satu riwayat, janin yang mati keguguran), dia dishalatkan dan dido’akan untuk kedua orang tuanya dengan ampunan dan rahmat. [HR Abu Dawud dan At Tirmidzi].

Karena setelah empat bulan sudah ditiupkan padanya ruh, sebagaimana dalam hadits tentang penciptaan manusia yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud.
E. MENGKAFANI MAYIT

1. Yang wajib dari kafan adalah yang menutup seluruh tubuhnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam hadits Jabir Radhiyallahu a’nhu :
إِذَا كَفَّنَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحَسِّنْ كَفَنَهُ

Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah memperbagus kafannya. [HR Muslim].

Ulama berkata: “Yang dimaksud dengan memperbagus kafannya, yaitu yang bersih, tebal, menutupi (tubuh jenazah) dan yang sederhana. Yang dimaksud bukanlah yang mewah, mahal dan yang indah.” [Ahkamul Janaiz, 58].

2. Biaya kain kafan diambilkan dari harta mayit, lebih didahulukan daripada untuk membayar hutangnya. Rasulullah n bersabda tentang seorang yang mati dalam keadaan ihram:
….وَكَفِّنُوْهُ فِي ثَوْبَيْهِ

… Kafanilah dia dengan dua bajunya. [Muttafaqun 'alaih]

Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk dikafani dengan pakaian ihram miliknya sendiri. Demikian pula kisah Mush’ab bin Umair yang terbunuh pada perang Uhud, kemudian dikafani oleh Rasulullah n dengan pakaiannya sendiri.

3. Disunnahkan untuk dikafani dengan tiga helai kain putih.

Karena Rasulullah dikafani dengan tiga lembar kain putih suhuliyyah, berasal dari negeri di dekat Yaman.

Di beri wewangian dari bukhur (wewangian dari kayu yang dibakar). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَمَّرْتُمُ الْمَيِّتَ فَجَمِّرُوْهُ ثَلاَثًا

Apabila kalian memberi wewangian kepada mayit, maka berikanlah tiga kali. [HR Ahmad].

4. Apabila ada beberapa mayit, sedangkan kain kafannya kurang, maka beberapa orang boleh untuk dikafani dengan satu kafan dan didahulukan orang yang paling banyak hafalan Al Qur’annya, sebagaimana kisah para syuhada Uhud.

5. Kafan seorang wanita sama seperti kafan seorang lelaki.

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Dalam hal ini telah ada hadits marfu’ (kafan seorang wanita adalah lima helai kain, Pen). Akan tetapi, di dalamnya ada seorang rawi yang majhul (tidak dikenal). Oleh karena itu, sebagian ulama berkata: “Seorang wanita dikafani seperti seorang lelaki. Yaitu tiga helai kain, satu kain diikatkan di atas yang lain.” Lihat Asy Syarhul Mumti’ (5/393) dan Ahkamul Janaiz, 65.
F. SHALAT JENAZAH (MENYALATKAN MAYIT)

1. Hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah berdasarkan keumuman perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyalati jenazah seorang muslim.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang orang yang bunuh diri dengan anak panah:
صَلُّوْا عَلَى صَاحِبِكُمْ

Shalatkanlah saudara kalian. [HR Muslim].

2.Tata cara shalat jenazah.

a. Imam berdiri sejajar dengan kepala mayit lelaki dan bila mayitnya wanita, imam berdiri di bagian tengahnya. Makmum berdiri di belakang imam. Disunnahkan untuk berdiri tiga shaf (barisan) atau lebih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ ثَلَاثَةُ صُفُوفٍ فَقَدْ أَوْجَبَ

Barangsiapa yang menyalatkan jenazah dengan tiga shaf, maka sesungguhnya dia diampuni. [HR At Tirmidzi]

b. Kemudian bertakbir yang pertama, membaca Al Fatihah setelah ta’awwudz, tidak membaca do’a iftitah sebelum Al Fatihah. Kemudian takbir yang kedua, membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam tasyahhud. Setelah takbir yang ketiga, membaca do’a untuk mayit. Sebaik-baik do’a adalah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيرِنَا وَكَبِيرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا

Wahai, Allah! Ampunilah orang yang hidup di antara kami dan orang yang mati, yang hadir dan yang tidak hadir, (juga) anak kecil dan orang dewasa, lelaki dan wanita kami. [HR At Tirmidzi]

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau menambahkan:
اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الْإِيْمَانِ وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى الْإِسْلَامِ اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ

Wahai, Allah! Orang yang Engkau hidupkan di antara kami, maka hidupkanlah dia di atas keimanan. Dan orang yang Engkau wafatkan di antara kami, maka wafatkanlah ia di atas keimanan. Wahai, Allah! Janganlah Engkau halangi kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau sesatkan kami sesudahnya. [HR Abu Dawud].
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ

Wahai, Allah! Berilah ampunan baginya dan rahmatilah dia. Selamatkanlah dan maafkanlah ia. Berilah kehormatan untuknya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah ia dengan air, es dan salju. Bersihkanlah dia dari kesalahan sebagaimana Engkau bersihkan baju yang putih dari kotoran. Gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya semula, isteri yang lebih baik dari isterinya semula. Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah dari adzab kubur dan adzab neraka. [HR Muslim dari 'Auf bin Malik]

Apabila mayitnya seorang wanita, maka diganti dengan dhamir muannats….
(اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا ….)

c. Kemudian takbir yang keempat dan berhenti sejenak. Kemudian salam ke arah kanan sekali salam.

Syaikh Ibnu Utsaimin menegaskan: “Pendapat yang benar, ialah tidak masalah (jika) salam dua kali, karena hal ini telah tertera di sebagian hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [Lihat Asy Syarhul Mumti' (5/424)]

Di antara dalil yang menunjukkan salam dua kali dalam shalat jenazah, yaitu hadits Ibnu Mas’ud.
ثَلاَثُ خِلاَلٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُنَّ تَرَكَهُنَّ النَّاُس,إِحْدَاهُنَّ التَّسْلِيْمُ عَلَى الْجَنَازَةِ مِثْلُ التَّسْلِيْمِ فِي الصَّلاَةِ

“(Ada) tiga kebiasaan (yang pernah) dikerjakan Rasulullah n , namun kebanyakan orang meninggalkannya. Salah satunya, (yaitu) salam dalam shalat jenazah seperti salam di dalam shalat.” (HR Al Baihaqi). Maksudnya, dua kali salam seperti yang telah kita ketahui.

Syaikh Al Albani menyatakan, diperbolehkan hanya dengan satu kali salam yang pertama saja, karena hadits Abu Hurairah:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّىعَلَىالْجَنَازَةِ فَكَبَّرَ عَلَيْهَا أَرْبَعًا وَسَلَّمَ تَسْلِيْمَةً وَاحِدَةً

Sesungguhnya Rasulullah n dahulu shalat jenazah; Beliau bertakbir empat kali dan salam satu kali. (HR Ad Daraquthni dan Al Hakim). Al Baihaqi meriwayatkan dari jalan Abul ‘Anbas dari bapaknya dari Abu Hurairah.(Ahkamul Janaiz, 128).

Dan disunnahkan untuk sirri (pelan) saat mengucapkan salam pada shalat jenazah.

d.Disunnahkan mengangkat tangan pada setiap kali takbir.

Terdapat hadits yang shahih dari Ibnu Umar secara mauquf, bahwasanya beliau z mengerjakannya. Hadits ini memiliki hukum marfu’, karena hal seperti ini tidak mungkin dikerjakan oleh seorang sahabat dengan hasil ijtihadnya.
Ibnu Hajar berkata: “Terdapat riwayat shahih dari Ibnu Abbas, bahwasanya beliau mengangkat tangannya pada seluruh takbir jenazah.” [Diriwayatkan oleh Sa'id, di dalam At Talkhishul Habir (2/147)].

3.Tidak diperbolehkan shalat jenazah pada tiga waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat.Yaitu ketika matahari terbit hingga naik setinggi tombak, ketika matahari sepenggalah hingga tergelincir dan ketika matahari condong ke barat hingga terbenam. Ini disebutkan sebagaimana di dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amir.

4. Bagi kaum wanita, diperbolehkan untuk menyalatkan jenazah dengan berjama’ah. Dan tidak mengapa apabila shalat sendirian, karena dahulu Aisyah x menyalatkan jenazah Sa’ad bin Abi Waqqash.

5. Apabila terkumpul lebih dari satu jenazah dan terdapat mayat lelaki dan wanita, maka boleh dishalatkan dengan bersama-sama. Jenazah lelaki meskipun anak kecil, diletakkan paling dekat dengan imam. Dan jenazah wanita diletakkan ke arah kiblatnya imam. Yang paling afdhal di antara mereka, diletakkan di dekat adalah yang paling dekat dengan imam.

6.Dalam menyalatkan mayit, disunnahkan dengan jumlah yang banyak dari kaum muslimin. Semakin banyak jumlahnya, maka semakin baik.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مَيِّتٍ تُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُونَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ لَهُ إِلَّا شُفِّعُوا فِيهِ

Tidaklah seorang yang mati, kemudian dishalatkan oleh kaum muslimin, jumlahnya mencapai seratus orang, semuanya mendo’akan untuknya, niscaya mereka bisa memberikan syafa’at untuknya. [HR Muslim].
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا لَا يُشْرِكُونَ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا شَفَّعَهُمْ اللَّهُ فِيهِ

Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, kemudian dishalatkan oleh empatpuluh orang yang tidak menyekutukan Allah, niscaya Allah akan memberikan syafa’at kepada mereka untuknya. [HR Muslim].

7. Apabila seseorang masbuq setelah imam salam, maka dia meneruskan shalatnya sesuai dengan sifatnya.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Apabila dia salam dan tidak mengqadha’, tidaklah mengapa. Karena Ibnu Umar berkata,’Tidak mengqadha’. Dan dikarenakan shalat jenazah merupakan takbir-takbir yang beruntun ketika berdiri’.” [Lihat Al Mughni (2/511)].

8. Apabila tertinggal dari shalat jenazah secara berjama’ah, maka dia shalat sendirian selama belum dikubur. Apabila sudah dikubur, maka dia shalat jenazah di kuburnya.

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat jenazah di kuburan setelah mayat dikuburkan semalam. Suatu ketika setelah jarak tiga hari dan pernah jarak satu bulan. Beliau tidak memberikan batas waktu tertentu. [Lihat Zaadul Ma'ad (1/512)].

Jadi diperbolehkan shalat jenazah di kuburan mayat tersebut dan tidak ada batas waktu tertentu, dengan syarat bahwa ketika mayat tersebut mati, orang yang menyalatkan sudah menjadi orang yang sah shalatnya.

9. Diperbolehkan shalat ghaib bagi mayat yang belum di shalatkan di tempatnya semula. Karena Nabi menyalatkan Raja Najasyi yang meninggal dunia ketika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui berita kematiannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahima€hullah berkata: “Pendapat yang benar, mayat ghaib yang mati di tempat (di negara) yang belum dishalatkan disana, maka dishalatkan shalat ghaib. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan Najasyi, karena dia mati di lingkungan orang kafir dan belum dishalatkan di tempatnya tersebut. Apabila sudah dishalatkan, maka tidak dishalatkan shalat ghaib, karena kewajiban sudah gugur. Suatu saat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan mayat yang ghaib, dan juga suatu ketika tidak menyalatkannya. Beliau mengerjakan dan Beliau meninggalkannya. Demikian ini merupakan sunnah. Yang satu dalam keadaan tertentu, dan yang lainnya dalam keadaan yang berbeda. Wallahu a’lam. Dan ini, juga merupakan pendapat yang dipilih Ibnul Qayyim rahimahullah.” [Lihat Zaadul Ma'ad (1/520)].

10. Diperbolehkan untuk menyalatkan mayat yang dibunuh karena ditegakkan hukum Islam atas diri si mayit.Sebagaimana di dalam hadits Muslim tentang kisah wanita Juhainah yang berzina, kemudian bertaubat. Usai dirajam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkannya.

11. Seorang pemimpin kaum muslimin/ahli ilmu dan tokoh agama tidak menyalatkan orang yang mencuri harta rampasan perang,atau orang yang mati bunuh diri.

Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menyalatkan seorang yang mencuri harta rampasan perang, akan tetapi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat untuk menyalatkannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلُّوْا عَلَى صَاحِبِكُمْ

Shalatkanlah saudara kalian. [HR Abu Dawud].

Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menyalatkan orang yang mati karena bunuh diri. Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu , berkata:
أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ

Seseorang yang membunuh dirinya dengan anak panah didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Beliau tidak mau menyalatkannya. [HR Muslim].

Hal ini karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai imam (pemimpin), maka Beliau tidak mau menyalatkan supaya menjadi pelajaran bagi orang yang semisalnya. Akan tetapi, bagi kaum muslimin wajib untuk menyalatkannya.

12. Demikian pula bagi orang yang mati sedangkan dia meninggalkan hutang, maka dia juga dishalatkan.

13. Shalat jenazah boleh dikerjakan di dalam masjid. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha , beliau berkata:
وَاللهِ مَا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سُهَيْلِ بْنِ بَيْضَاءَ وَأَخِيْهِ إِلَّا فِي الْمَسْجِدِ

Demi, Allah! Tidaklah Nabi n menyalatkan jenazah Suhail bin Baidha’ dan saudaranya (Sahl), kecuali di masjid. [HR Muslim].

Akan tetapi, yang afdhal, dikerjakan di luar masjid, di tempat khusus yang disediakan untuk shalat jenazah, sebagaimana pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . [Lihat Ahkamul Janaiz (106), Asy Syarhul Mumti' (5/444)].
G. MENGIRINGI JENAZAH

1. Hukum mengiringi jenazah adalah fardhu kifayah, karena termasuk hak seorang muslim.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ (وَفِي رِوَايَةٍ: يَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيْهِ) خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ (رواه البخاري ومسلم)

Kewajiban seorang muslim terhadap muslim yang lain ada lima, (yaitu): menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, menghadiri undangannya dan mendo’akan orang yang bersin. [HR Bukhari dan Muslim].

2. Keutamaan mengiringi jenazah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيرَاطَانِ قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ (رواه مسلم)

Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga dishalatkan, maka dia memperoleh satu qirath. Dan barangsiapa yang menyaksikannya hingga dikuburkan, maka dia memperoleh dua qirath,”.kemudian Beliau ditanya: “Apa yang dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab,”Seperti dua gunung yang besar.” [HR Muslim].

3. Disunnahkan untuk bersegera ketika berjalan mengangkat jenazah.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَسْرِعُوا بِالْجَنَازَةِ فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَرَّبْتُمُوهَا إِلَى الْخَيْرِ وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ ذَلِكَ كَانَ شَرًّا تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ (رواه مسلم)

Bersegaralah kalian ketika membawa jenazah. Apabila dia orang shalih, maka kalian akan segera mendekatkannya kepada kebaikan. Dan apabila bukan orang shalih, maka kalian segera meletakkan kejelekan dari punggung-punggung kalian. [HR Muslim].

Al Allamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah berkata: “Pendapat yang benar ketika mengangkat mayit adalah berjalan sedang-sedang saja (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, Red.). Hadits-hadits yang menjelaskan akan bersegera, maksudnya tidak terlalu cepat ketika berjalan. Dan hadits-hadits yang menjelaskan untuk sederhana dalam berjalan, maksudnya bukan berjalan sangat lambat. Maka (makna) hadits-hadits tersebut digabungkan dengan mengambil tengah-tengah, antara ifrath dan tafrith. [Lihat At Ta'liqat Ar Radhiyyah, Syaikh Al Albani, hlm. 1/ 454].

4. Dianjurkan untuk mengangkat jenazah dari seluruh sudut keranda dengan sifat tarbi’, yakni mengangkat dari empat sudut keranda, berdasarkan perkataan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
مَنْ اتَّبَعَ جِنَازَةً فَلْيَحْمِلْ بِجَوَانِبِ السَّرِيرِ كُلِّهَا فَإِنَّهُ مِنْ السُّنَّةِ ثُمَّ إِنْ شَاءَ فَلْيَتَطَوَّعْ وَإِنْ شَاءَ فَلْيَدَعْ (رواه ابن ماجه)

Barangsiapa yang mengikuti jenazah, maka hendaklah dia mengangkat dari seluruh sudut keranda, karena hal itu merupakan Sunnah. Apabila dia mau, maka hendaknya mengangkat hingga selesai. Dan kalau dia tidak mau, hendaknya dia tinggalkan. [HR Ibnu Majah].

Sementara itu, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Menurutku, yang rajih dalam masalah ini adalah adanya keluasan dalam mengangkat jenazah. Maka hendaknya dikerjakan mana yang lebih mudah dan tidak memberatkan dirinya. Terkadang sifat tarbi’ sulit untuk dikerjakan ketika banyak sekali orang yang mengiringi jenazah. Jadi akan menyulitkan orang yang mengangkat dan orang yang lain.” [Lihat Asy Syarhul Mumti', hlm. 447]

5. Mengiringi dan mengangkat jenazah adalah khusus bagi kaum lelaki. Tidak boleh bagi wanita untuk mengiringi jenazah, karena hadits Ummu Athiyah menyatakan:
نُهِينَا عَنْ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا (رواه البخاري)

Kami dilarang untuk mengiringi jenazah, akan tetapi tidak ditekankan kepada kami. [HR Bukhari].

6. Diperbolehkan berjalan di belakang jenazah atau di depannya.

Keduanya diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, yang afdhal berjalan di belakangnya, sebagaimana mafhum dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عُوْدُوْا الْمَرِيْضَ وَاتَّبِعُوْا الْجَنَائِزَ )أخرجه الهيثمي)

Jenguklah orang yang sakit dan ikutilah jenazah. [Dikeluarkan oleh Al Haitsami].

Dan hal ini dikuatkan oleh perkataan Ali Radhiyallahu ‘anhu :
الْمَشْيُ خَلْفَهَا أَفْضَلُ مِنْ الْمَشْيِ أَمَامَهَا كَفَضْلِ صَلاَةِ الرَّجُلِ فِي جَمَاعَةٍ عَلَى صَلاَتِهِ فَذًّا
)أخرجه ابن أبي شيبة)

Berjalan di belakang jenazah lebih afdhal daripada berjalan di belakangnya seperti keutamaan seorang lelaki shalat berjamaah dibandingkan dengan shalat sendirian. [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah].

Sedangkan orang yang naik kendaraan berjalan di belakang jenazah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الرَّاكِبُ يَسِيرُ خَلْفَ الْجَنَازَةِ (رواه أبو داود)

Seorang yang naik kendaraan berjalan di belakang jenazah. [HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani].

Yang lebih utama adalah berjalan daripada naik kendaraan. Sebagaimana yang diriwayatkan Tsauban Radhiyallahu ‘anhu, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengiringi jenazah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi kendaraan, namun Beliau tidak mau mengendarainya. Ketika pulang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditawari kendaraan lagi, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima dan mengendarainya. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang hal itu, Beliau menjawab:
إِنَّ الْمَلَائِكَةَ كَانَتْ تَمْشِي فَلَمْ أَكُنْ لِأَرْكَبَ وَهُمْ يَمْشُونَ فَلَمَّا ذَهَبُوا رَكِبْتُ (رواه أبو داود)

Sesungguhnya malaikat berjalan, maka aku tidak mau mengendarai sedangkan malaikat berjalan. Kemudian ketika mereka pergi, aku mau mengendarainya. [HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani]. Lihat pembahasan ini dalam Ahkamul Janaiz, hlm. 73-75.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Dahulu, apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan mayit, Beliau mengikutinya sampai kuburan, berjalan kaki di depannya. Hal ini merupakan sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahnya. Disunnahkan bagi orang yang mengiringinya untuk berjalan di belakangnya. Apabila berjalan kaki, maka hendaknya mendekat kepada jenazah, di belakangnya atau di depannya atau di sebelah kanan dan kirinya. Dahulu, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersegera ketika mengangkat jenazah, sehingga mereka dahulu sungguh berjalan dengan cepat. Adapun perbuatan manusia pada zaman sekarang dengan melangkah setapak demi setapak merupakan bid’ah yang dibenci lagi menyelisihi syari’at, dan menyerupai Ahli Kitab dari Yahudi.” [Lihat Zaadul Ma'ad (1/498)].

7. Tidak diperbolehkan mengiringi jenazah dengan sesuatu yang menyelisihi Sunnah.

Misalnya seperti mengeraskan suara ketika menangis, berdzikir, mengucapkan tarahhum (berdo’a untuk mayit agar diberi rahmat).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Tidak dianjurkan untuk mengeraskan suara ketika mengiringi jenazah, baik dengan bacaan atau dzikir atau yang lain. Hal ini merupakan madzhab imam yang empat. Dan inilah yang kami ketahui dari salaf, dari para sahabat dan tabi’in. Aku tidak mengetahui seorangpun yang menyelisihinya.” [Lihat Majmu' Fatawa (24/293,294)].

8. Diharamkan mengiringi jenazah dengan sesuatu yang mungkar, seperti memukul kendang, alat musik yang mencerminkan kesedihan, meratap dan yang lainnya. Demikian pula apabila wanita memukul rebana ketika jenazah diberangkatkan ke kuburan.

9. Apabila pada acara mengiringi jenazah terdapat kemungkaran, sedangkan dia tidak mampu untuk menghilangkan seluruhnya, maka dia tetap mengikuti jenazah tersebut, demikian menurut pendapat yang benar.

Pendapat ini merupakan satu diantara dua riwayat dari Imam Ahmad. Dan dia mengingkari kemungkaran sesuai dengan kemampuannya. [Lihat Al Akhbarul Ilmiyah Minal Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah, hlm. 132].

10. Tidak mengapa mengiringi jenazah dengan naik mobil atau kendaraan yang lain apabila kuburan letaknya jauh.
Dianjurkan bagi orang yang mengiringi jenazah untuk khusyu’ menghayati kematian dan memikirkan apa yang akan dialami oleh si mayit dan tidak membicarakan masalah duniawi.

11. Disunnahkan untuk tidak duduk hingga jenazah diletakkan di tanah. Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا اتَّبَعْتُمْ جَنَازَةً فَلَا تَجْلِسُوا حَتَّى تُوضَعَ (رواه البخاري ومسلم)

Apabila kalian mengikuti jenazah, maka janganlah duduk hingga diletakkan. [HR Bukhari dan Muslim].

12. Disunnahkan bagi orang yang telah selesai mengangkat jenazah untuk wudhu’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ (رواه أبو داود والترمذي)

Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia mandi. Dan barangsiapa yang mengangkatnya, maka hendaklah dia berwudhu’. [HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan beliau menghasankannya)].
H. MENGUBUR MAYAT

1. Mengangkat dan mengubur mayat merupakan suatu penghormatan kepadanya. Dan hukumnya adalah fardhu kifayah. Allah berfirman:
أَلَمْ نَجْعَلِ اْلأَرْضَ كِفَاتًا أَحْيَآءً وَأَمْوَاتًا

Bukankah telah Kami jadikan tanah sebagai pelindung bagi kalian. Dalam keadaan hidup dan mati. [Al Mursalat:25, 26]
ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ

Kemudian Allah mematikan dan menguburkannya. ['Abasa:21]

2.Yang menguburkan mayat adalah kaum lelaki, meskipun mayat tersebut wanita. Hal ini karena beberapa hal:

Bahwasanya hal ini dikerjakan oleh kaum muslimin pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga pada zaman sekarang.
Karena kaum lelaki lebih kuat untuk mengerjakannya.
Jika hal ini dikerjakan oleh kaum wanita, maka akan menyebabkan terbukanya aurat wanita di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.

Dalam masalah ini, wali dari mayit merupakan orang yang paling berhak menguburkannya, berdasarkan keumuman firman Allah:
وَأُوْلُوا اْلأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللهِ

Dan orang yang memiliki hubungan kerabat sebagian diantara mereka lebih berhak daripada yang lain. [Al Anfal:75].

3. Disunnahkan untuk mengubur mayat di kuburan. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu mengubur para sahabatnya di kuburan baqi’. Dan tidak pernah dinukil dari seorang pun dari salaf bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengubur seseorang di selain kuburan, kecuali sesuatu yang telah mutawatir bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikubur di kamarnya. Karena hal ini merupakan kekhususan Beliau. Sebagaimana hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
لَمَّا قُبِضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْتَلَفُوا فِي دَفْنِهِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا مَا نَسِيتُهُ قَالَ مَا قَبَضَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي يَجِبُ أَنْ يُدْفَنَ فِيهِ فَدَفَنُوْهُ فِي مَوْضِعِ فِرَاشِهِ (رواه الترمذي)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, para sahabat berselisih pendapat dalam masalah tempat untuk mengubur Beliau. Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berkata,”Saya mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuatu yang aku belum lupa. Beliau bersabda,llah ’Tidaklah Amewafatkan seorang Nabi, kecuali di tempat tersebut wajib untuk dikubur’.” Kemudian mereka mengubur Beliau di tempat tidurnya. [HR At Tirmidzi].

Orang yang mati syahid dikubur di tempat dia meninggal dunia. Karena Nabi n memerintahkan untuk mengembalikan syuhada’ Uhud supaya dikubur di tempat mereka terbunuh. Padahal sebagian syuhada’ sudah dibawa pulang ke Madinah.

4. Disunnahkan untuk memperluas dan mendalamkan kuburan.

Karena diriwayatkan dari Hisyam bin ‘Amir Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Dikeluhkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang mati terluka pada perang Uhud. Kemudian Beliau bersabda:
احْفِرُوا وَأَوْسِعُوا وَأَحْسِنُوا … (رواه الترمذي)

Galilah dan luaskanlah, dan baguskanlah kuburan mereka. [HR At Tirmidzi].

Karena yang demikian lebih tertutup bagi mayit dan lebih terjaga dari binatang buas, dan baunya tidak akan mengganggu orang yang hidup.

5. Diperbolehkan duduk di dekat kuburan ketika mayat sedang dikubur, untuk mengingatkan orang yang hadir terhadap kematian.

6. Diperbolehkan untuk mengubur mayat di setiap waktu, dan makruh hukumnya mengubur mayat pada tiga waktu yang dilarang, sebagaimana telah dijelaskan dalam shalat jenazah, kecuali jika karena adanya darurat.

Dan diperbolehkan mengubur mayat pada malam hari. Karena hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu di dalam Al Bukhari dan Muslim. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata,”Telah mati seseorang yang dahulu Nabi menjenguknya. Mati pada malam hari, kemudian para sahabat menguburnya pada malam itu juga. Ketika pagi, Beliau bertanya, ’Mengapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?’ Kemudian Beliau mendatangi kuburnya, dan Beliau shalat jenazah di kuburan.” Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari mereka mengubur pada malam hari. [Lihat fatwa Lajnah Da'imah di dalam Fatawa Islamiyyah (2/34)].

7.Disunnahkan bagi orang yang memasukkan mayat untuk berdo’a.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا وَضَعْتُمْ مَوْتَاكُمْ فِي قُبُوْرِهِمْ فَقُوْلُوْا بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلًّةِ رَسُوْلِ اللهِ (رواه الحاكم)

Apabila kalian meletakkan jenazah di kuburnya, maka ucapkanlah:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلًّةِ رَسُوْل اللهِ (dengan nama Allah dan di atas agama Muhammad). [HR Al Hakim].

8. Diletakkan mayat di kuburnya di atas bagian tubuhnya yang kanan, sedangkan wajahnya menghadap ke arah kiblat. Hal ini yang dikerjakan oleh kaum muslimin sejak zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga sekarang, dan yang dilakukan di seluruh kuburan. [Lihat Ahkamul Janaiz, 151].

9. Disunnahkan bagi orang yang ada di kuburan untuk melempar tanah tiga kali dengan kedua tangannya setelah selesai menutup lahad. Karena hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى جِنَازَةٍ ثُمَّ أَتَى قَبْرَ الْمَيِّتِ فَحَثَى عَلَيْهِ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ ثَلَاثًا (رواه ابن ماجه)

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu menyalatkan jenazah, kemudian Beliau melemparkan tanah dari arah kepalanya tiga kali. [HR Ibnu Majah].

10. Setelah mengubur mayit, disunnahkan beberapa hal:

Untuk meninggikan kuburan sedikit dari tanah sekedar satu jengkal, dan tidak diratakan dengan tanah supaya berbeda dengan yang lain, sehingga bisa terjaga dan tidak dihinakan. Karena hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu :

أن النبي صلى الله عليه وسلم ألحد له لحدا ونصب عليه اللبن نصبا ورفع قبره من الأرض نحوا من شبر (رواه ابن حبان والبيهقي)

Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggali liang lahad dan menancapkan batu bata dan meninggikan kuburan sekadar satu jengkal. [HR Ibnu Hibban dan Al Baihaqi, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani].

Hendaknya kuburan dijadikan membulat bagian permukaannya (seperi punuk onta). Karena di dalam hadits Sufyan At Tammar disebutkan:

رَأَيْتُ قَبْرَ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (وَقَبْرَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ) مَسَنَّمًا (رواه البخاري)

Aku melihat kubur Nabi (dan kubur Abu Bakar dan Umar) membulat. [HR Bukhari].

Agar diberi suatu tanda dengan batu atau yang lainnya, supaya dikuburkan di dekatnya orang yang mati dari keluarganya. Karena ketika Utsman bin Madh’un meninggal dunia, beliau meminta untuk diambilkan sebuah batu, kemudian beliau meletakkannya di dekat kepalanya. Dan beliau bersabda:

أَتَعَلَّمُ بِهَا قَبْرَ أَخِي وَأَدْفِنُ إِلَيْهِ مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِي (رواه أبو داود)

Supaya aku mengetahui kuburan saudaraku dan aku akan mengubur di dekatnya orang yang mati dari keluargaku. [HR Abu Dawud].

Tidak diperbolehkan mentalqin mayit setelah dikubur, sebagaimana talqin yang dikenal pada zaman sekarang, yaitu dengan menuntun syahadat la ilah illallah. Akan tetapi, hendaklah berdiri di dekat kubur kemudian berdo’a. Dan orang yang hadir agar memintakan ampunan bagi mayit. Di dalam hadits Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ (رواه أبو داود)

Dahulu, apabila Nabi selesai dari mengubur mayit, Beliau berdiri di dekatnya dan bersabda: “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian dan mintakan supaya dia diberikan keteguhan, karena sekarang ini dia sedang ditanya”. [HR Abu Dawud].

Setiap orang berdo’a sendiri-sendiri tanpa adanya komando (berjamaah). [Lihat Ahkamul Janaiz (153-156), Ash Shalat, Dr. Abdullah Ath Thayyar, hlm. 289].

11. Diperbolehkan untuk mengeluarkan (membongkar kembali) mayat dari dalam kuburnya untuk tujuan yang benar, seperti kalau dia dikubur sebelum dimandikan dan dikafani.

12. Bagi seseorang tidak disunnahkan untuk menggali kuburnya sebelum dia mati. Karena Nabi dan para sahabatnya tidak pernah mengerjakan perbuatan seperti ini. Dan seseorang tidak mengetahui kapan dan dimana dia akan mati. Apabila maksudnya untuk mempersiapkan dirinya menghadapi kematian, maka hal ini dengan mengamalkan amal shalih. [Lihat Al Akhbarul Ilmiyyah, hlm. 134].

13. Tidak diperbolehkan menulis sesuatu di atas kuburan.

Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُجَصَّصَ الْقُبُورُ وَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهَا وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهَا وَأَنْ تُوطَأَ(رواه الترمذي)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang di atas kuburan diberi warna dan ditulis sesuatu. Dan Beliau melarang di atasnya dibangun dan diinjak. [HR At Tirmidzi].

14. Tidak boleh mengubur orang kafir di kuburan kaum muslimin dan sebaliknya.

15. Tidak boleh menambahkan sesuatu di atas kuburan, baik dengan tanah atau bangunan. Karena hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu yang marfu’, beliau berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبْنَى عَلَى الْقَبْرِ أَوْ يُزَادَ عَلَيْهِ… (رواه النسائي)

Rasulullah melarang mendirikan bangunan di atas kuburan atau ditambahkan kepadanya tanah. [HR An Nasa-i, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani].

16. Dibenci berjalan di atas kuburan dengan mengenakan alas kaki tanpa ada udzur. Namun apabila ada udzur, seperti tempatnya sangat panas atau terdapat banyak duri, maka tidak mengapa berjalan dengan mengenakan sandal. Didalam hadits Basyir bin Nahik (bekas budak Rasulullah), ia berkata:
بَيْنَمَا أَنَا أُمَاشِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ … فَإِذَا رَجُلٌ يَمْشِي فِي الْقُبُورِ عَلَيْهِ نَعْلَانِ فَقَالَ يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا (رواه أبو داود)

Ketika aku berjalan bersama Rasulullah n , tiba-tiba ada seseorang yang berjalan di kuburan dengan mengenakan sandal. Kemudian Beliau bersabda: “Wahai, orang yang mengenakan sandal! Celakalah engkau! Lepaskanlah dua sandalmu!” Kemudian lelaki tersebut melihat sandalnya. ketika dia melihat Rasulullah melepas sandalnya, maka dia melepas dan melempar kedua sandalnya. [HR Abu Dawud, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani].

17. Diharamkan memasang lampu di kuburan.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُورِ وَالْمُتَّخِذِينَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ وَالسُّرُجَ (رواه أبو داود و الترمذي)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita-wanita yang ziarah kubur dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid, dan orang yang memasang lampu padanya. [HR Abu Dawud dan At Tirmidzi].

18. Tidak diperbolehkan buang hajat di kuburan.

19. Diharamkan mengubur satu mayat di atas kuburan orang lain, kecuali diperkirakan kuburan yang pertama sudah menjadi tanah. Dalilnya, ialah apa yang dikerjakan kaum muslimin sejak zaman Nabi hingga zaman sekarang, bahwa seseorang di kuburnya sendirian.

Syaikh Ibnu Utsaimin t berkata: “Tidak ada bedanya ketika mengubur dalam satu waktu, yaitu dimasukkan dua kuburan secara bersamaan atau hari ini dikubur seseorang kemudian besok dikubur orang lain,” kemudian beliau berkata: “Kecuali dalam keadaan darurat, seperti banyaknya orang yang mati, kemudian orang yang menguburnya sedikit. Dalam kondisi seperti ini, tidak mengapa apabila dimasukkan dua atau tiga orang dalam satu kuburan.” [Lihat Asy Syarhul Mumti' (5/461)].

20. Disunnahkan untuk mengumpulkan kerabat yang mati di satu pekuburan, dan haram hukumnya mengumpulkan beberapa mayat dalam satu liang lahad, kecuali ada hal darurat.

21. Diharamkan menyembelih dan makan dari sembelihan tersebut di kuburan.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata: Haram hukumnya menyembelih dan berqurban di kuburan, meskipun si mayat telah bernadzar, atau dia telah memberikan syarat; maka syaratnya batil dan dianggap tidak sah. Karena hadits Anas, beliau berkata: Telah bersabda Rasulullah:
لَا عَقْرَ فِي الْإِسْلَامِ (رواه أبو داود)

Tidak ada sembelihan untuk si mayat dalam agama Islam. [HR Abu Dawud].

Dan beliau berkata: “Mengeluarkan shadaqah ketika mengiringi jenazah merupakan perbuatan yang dibenci, karena menyerupai menyembelih di kuburan.” [Lihat Al Akhbarul Ilmiyyah, 135].

22. Tidak boleh membaca Al Qur’an di kuburan. Karena tidak pernah diriwayatkan dari Nabi dan para sahabatnya. Maka perbuatan ini termasuk bid’ah.

23. Tidak boleh meletakkan pelepah kurma atau yang lainnya di atas kuburan. Karena hal ini termasuk bid’ah dan berprasangka yang jelek kepada mayit.

Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan pelepah kurma di atas dua kuburan ketika Beliau mengetahui bahwa keduanya sedang disiksa. Adapun kita tidak mengetahui hal tersebut.

24. Tidak boleh meletakkan kain hijau di atas keranda yang tertuliskan ayat kursi. Karena hal ini termasuk meremehkan terhadap ayat-ayat Allah.

Hal ini tidak pernah ada di dalam Sunnah dan tidak pernah dikerjakan oleh seorang pun di antara para sahabat dan tabi’in. Seandainya perbuatan seperti ini baik, pasti mereka telah mendahului kita dalam mengamalkannya. Terlebih lagi apabila terdapat keyakinan yang salah bahwa perbuatan ini akan bermanfaat bagi si mayit. Padahal yang benar, tidak akan bermanfaat sama sekali bagi si mayit. [Lihat Ash Shalat, hlm. 293].
I. TAKZIYAH KEPADA KELUARGA MAYIT

Harus kita ketahui, kematian adalah taqdir dan ketentuan dari Allah. Dia berfirman:
مَآأَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

Tidak ada suatu musibahpun yang menimpa seseorang, kecuali dengan ijin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepadaNya, niscaya Allah akan memberi petunjuk hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [At Taghabun:11].

Apabila seseorang yakin ketika dia tertimpa musibah, kehilangan suami atau anak dan kerabatnya, bahwa semua itu dengan ijin dari Allah, maka Allah akan memberikan taufik kepada hatinya untuk rela terhadap taqdirNya.
Adapun yang dimaksud dengan takziyah, yaitu menghibur keluarga mayit dengan menganjurkan supaya mereka bersabar terhadap taqdir Allah dan mengharapkan pahala dariNya. Waktu takziyah, dimulai ketika terjadinya kematian, baik sebelum dan setelah mayat dikubur, sehingga hilang dan terlupakan kesedihan mereka.

1. Takziyah kepada keluarga mayit adalah Sunnah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلَّا كَسَاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ مِنْ حُلَلِ الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه ابن ماجه)

Tidak ada seorang mukmin yang memberikan takziyah kepada saudaranya dalam suatu musibah, kecuali Allah akan memberikan kepadanya dari pakaian kehormatan pada hari kiamat. [HR Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Al Albani]

2. Sebaik-baik ucapan takziyah adalah takziyah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya Zainab, ketika Zainab mengirim utusan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa bayinya meninggal dunia. Beliau bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ (رواه البخاري)

Sesungguhnya milik Allah untuk mengambilnya dan milikNya untuk diberikan, dan segala sesuatu disisiNya dengan ketentuan yang sudah ditetapkan waktunya. Maka, hendaknya engkau sabar dan ihtisab. [HR Bukhari].

3. Disunnahkan untuk membuat makanan bagi keluarga mayit, karena mereka sibuk dengan musibah yang menimpanya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan hal itu, ketika Ja’far bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mati syahid. Beliau bersabda:
اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ شَغَلَهُمْ (رواه أبو داود)

Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena telah datang perkara yang menyibukkan mereka. [HR Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh Al Albani].

Keluarga mayit tidak dibenarkan membuat makanan untuk orang yang datang, karena hal ini akan menambah atas musibah mereka dan menyerupai perbuatan orang jahiliyah. Yakni termasuk niyahah yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Jarir bin Abdullah Al Bajali, beliau berkata:
كُنَّا نَرَى الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ مِنْ النِّيَاحَةِ (رواه ابن ماجه)

Kami dahulu menganggap berkumpul di tempat keluarga mayit, dan mereka membuatkan makanan kepada orang yang datang termasuk niyahah. [HR Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani].

4. Tidak boleh sengaja berkumpul untuk takziyah di tempat manapun juga, baik di rumah atau di tempat yang lain, dan tidak boleh juga mengumumkannya, karena tidak ada dalilnya. Dan sebagian Salaf menganggap, bahwa hal ini termasuk niyahah (meratap).

5. Tidak diperbolehkan membaca Al Qur’an ketika takziyah, terlebih menyewa orang-orang untuk membaca Al Qur’an dan berkumpul dengan suatu hidangan makanan sebagaimana banyak terjadi di kalangan kaum muslimin.

6. Ketika takziyah, tidak boleh mengkhususkan pakaian dengan satu warna tertentu, seperti warna hitam. Karena hal ini tidak pernah dikerjakan oleh Salaf.

7. Bagi orang yang sedih, tidak boleh merobek bajunya atau menampar pipinya atau berteriak dengan ucapan jahiliyah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ أَوْ شَقَّ الْجُيُوبَ أَوْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ (رواه مسلم)

Tidak termasuk dari golongan kami orang yang memukul pipinya atau merobek bajunya atau menyeru dengan seruan jahiliyah. (HR Muslim).

Dari Abu Musa Al Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata:
أَنَا بَرِيءٌ مِمَّنْ بَرِئَ مِنْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَرِئَ مِنْ الصَّالِقَةِ وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ (رواه البخاري)

Saya berlepas diri dari orang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari mereka. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari orang yang mengangkat suaranya ketika tertimpa musibah dan orang yang mencukur rambutnya dan orang yang merobek bajunya. [HR Bukhari].

8. Diperbolehkan menangisi mayit. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis ketika Ibrahim, putra Beliau meninggal dunia. Beliau bersabda:
إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ وَلَكِنْ لَا نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ (رواه البخاري ومسلم)

Air mata mengalir dan hati menjadi sedih, akan tetapi kita tidak mengucapkan kecuali apa yang diridhai oleh Allah. Dan kami sungguh sedih berpisah denganmu, wahai Ibrahim. [HR Bukhari dan Muslim].

Selama tidak adanya nadab (yakni menyebut-nyebut kebaikan mayit dengan huruf nadab, yaitu “ya”) dan niyahah (yakni meratapi mayit dengan mengeraskan suara dengan satu alunan). [Lihat Asy Syarhul Mumti' (489/493)].

9. Para ulama telah sepakat haramnya niyahah, yaitu dengan menyebut-nyebut kebaikan mayit dengan mengeraskan suaranya. Karena dalam hal ini terdapat perbuatan jahiliyah, serta tidak menerima terhadap taqdir dan ketentuan Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ (رواه مسلم)

Orang yang meratap apabila dia tidak bertaubat sebelum meninggal dunia, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat, sedangkan pada tubuhnya pakaian dari ter dan baju besi dari kudis. [HR Muslim].

Dan dari Umar Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:
الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ فِي قَبْرِهِ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ (رواه مسلم)

Seorang mayit akan disiksa di kuburnya dengan sebab niyahah yang ditujukan kepadanya. [HR Muslim].

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ حَفْصَةَ بَكَتْ عَلَى عُمَرَ فَقَالَ مَهْلًا يَا بُنَيَّةُ أَلَمْ تَعْلَمِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ (رواه مسلم)

Sesungguhnya Hafshah menangisi kematian Umar.” Beliau berkata,”Sabarlah, wahai saudariku. Tidakkah engkau mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya seorang mayit akan disiksa karena tangisan keluarganya’.” [HR Muslim].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Menurut pendapat yang benar, bahwa mayit akan tersiksa karena tangisan yang ditujukan kepadanya sebagaimana disebutkan oleh hadits-hadits yang shahih.” [Lihat Majmu' Fatawa (24/369,370)].

10. Tidak diperbolehkan mencela orang yang sudah meninggal dunia.

Dari ‘Aisyah, beliau berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَا تَسُبُّوا الْأَمْوَاتَ فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا (رواه البخاري)

Janganlah kalian mencela orang yang sudah mati, karena mereka mendapatkan dari apa yang telah mereka kerjakan. [HR Bukhari].

11. Disunnahkan untuk ziarah kubur dengan tujuan untuk mengambil pelajaran dan mengingatkan kematian, meskipun ziarah kubur orang yang mati dalam keadaan kafir.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ (رواه مسلم)

Nabi ziarah kubur ibunya. Beliau menangis dan membuat orang-orang yang di sampingnya menangis. Beliau bersabda,”Aku telah minta ijin dari Rabb-ku untuk memohonkan ampunan untuk ibuku, akan tetapi Allah tidak mengijinkanku. Kemudian aku minta ijin untuk ziarah ke kuburannya, maka Allah mengijinkan kepadaku. Ziarahlah kalian ke kuburan, karena akan mengingatkan kalian kepada kematian. [HR Muslim].

12. Disunnahkan bagi orang yang ziarah kubur untuk mengucapkan do’a.

Diantara do’a yang masyru’, dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha :
السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ (رواه مسلم)

Semoga keselamatan bagi kalian yang tinggal di sini dari kaum mukminin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang yang terdahulu dan orang yang kemudian. Dan kami, insya Allah akan menyusul kalian. [HR Muslim].

Dari Buraidah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Dahulu Rasulullah Radhiyallahu ‘anhu, mengajarkan kepada para sahabat, apabila mereka keluar ke kuburan, maka satu diantara mereka berdo’a:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ( بِكُمْ ) لَلَاحِقُونَ ( أَنْتُمْ لَنَا فَرَطٌ وَنَحْنُ لَكُمْ تَبَعٌ ) أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ (رواه مسلم)

Semoga keselamatan bagi kalian yang ada di sini dari kaum mukminin dan muslimin. Dan kami, insya Allah, sungguh akan menyusul kalian. Kalian lebih dahulu daripada kami dan kami mengikuti kalian. Saya minta kepada Allah kesejahteraan untuk kami dan kalian. [HR Muslim].

13. Tidak boleh bagi wanita untuk ihdad (berkabung) lebih dari tiga hari, kecuali apabila ditinggal mati suaminya; maka dia ihdad selama empat bulan sepuluh hari. Kecuali apabila dia hamil, maka selesai masa ihdadnya ketika dia melahirkan kandungannya.

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Telah menjadi kebiasaan di beberapa negara Islam pada zaman sekarang adanya perintah untuk ihdad (berkabung) karena meninggalnya seorang raja atau pemimpin selama tiga hari atau kurang atau lebih, disertai dengan liburnya kantor-kantor pemerintahan dan pengibaran bendera. Tidak diragukan lagi, bahwa hal ini menyelisihi syari’at Islam dan tasyabbuh dengan musuh-musuh Islam. Padahal telah datang hadits-hadits yang shahih yang melarang dan memperingatkan tentang ihdad, kecuali bagi seorang istri, (dia) diperbolehkan ihdad ketika ditinggal mati suaminya selama empat bulan sepuluh hari. Sebagaimana boleh bagi wanita untuk ihdad tidak lebih dari tiga hari, apabila ada kerabatnya yang mati. Adapun selain itu, maka dilarang. Dan tidak ada tuntunannya di dalam syari’at yang sempurna ini dalil yang membolehkan ihdad terhadap seorang raja atau pemimpin atau orang lain. Padahal telah meninggal dunia pada zaman Nabi putra Beliau, (yaitu) Ibrahim dan tiga orang putrinya, dan Beliau tidak pernah ihdad sama sekali. Dan pada waktu itu, terbunuh panglima-panglima perang Mu’tah, Beliau pun tidak ihdad. Kemudian Beliau wafat, sedangkan Beliau makhluk yang paling mulia. Kematian Beliau merupakan musibah yang paling besar. Akan tetapi, tidak seorangpun diantara sahabat yang melakukan ihdad….” [Lihat Majmu Al Fatawa (1/415)].

14. Ada beberapa amalan orang hidup yang akan bermanfaat bagi mayit. Diantaranya:

Do’a seorang muslim untuknya.
Apabila walinya mengqadha’ puasa nadzarnya.
Apabila walinya atau orang lain melunasi hutangnya.
Amal yang dikerjakan oleh anaknya yang shalih, maka kedua orang tuanya akan memperoleh pahala yang serupa.
Amalan shalih dan shadaqah jariyah

Demikianlah beberapa hal yang dimudahkan Allah untuk kami kumpulkan. Semoga bermanfaat bagi saya pribadi dan para penuntut ilmu, serta kaum muslimin pada umumnya. Wa billahit taufiq.

Sumber : Almanhaj.or.id

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1426H/2005. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VIII/1426H/2005. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com

Read More......

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP