..::::::..

Ruwatan dan Kemusyrikan Dimuncul-munculkan Lagi di Indonesia

Ruwatan dan aneka kemusyrikan (perbuatan dosa terbesar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam dan kekal di neraka bila sampai matinya tidak bertaubat) sampai kini dimuncul-munculkan oleh para perusak aqidah. Kadang bahkan diprakarsai oleh penguasa setempat. Lebih buruknya lagi, bahkan pakai dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), yang pada dasarnya didapat dari masyarakat (Muslim).

Kesesatan dan penyesatan itu diberi nama macam-macam, dan atas nama tradisi. Sehingga masyarakat sangat tertipu dengannya namun tidak terasa.

Bila para ulama dan juru da’wah diam saja, maka terkena dosanya, dan akan dimintai tanggung jawabnya di akherat kelak. Lebih-lebih penguasa yang menyelenggarakan dan menghidup-hidupkan kemusyrikan yang sebenarnya sudah terkubur itu.

Berikut ini dua berita tentang acara kemusyrikan, dan di bagian bawah sorotan tentang acara kemusyrikan itu disertai penjelasan dan dalilnya, betapa bahayanya acara-acara kemusyrikan itu bagi manusia. Karena akan mengakibatkan haram masuk surge dan kekal di neraka.

Tradisi Maeso Suroan Digelar di Lereng Semeru

Liputan6.com, Lumajang: Warga Desa Sumber Mujur, Lumajang, Jawa Timur, di lereng Gunung Semeru menggelar tradisi Maeso Suroan, baru-baru ini. Dalam tradisi itu mereka menanam kepala sapi di hutan bambu untuk para leluhur.

Tradisi Maeso Suroan diawali dengan iring-iringan kesenian reog, tumpeng, dan kepala sapi yang diarak keliling desa. Acara tersebut memang digelar untuk menyambut datangnya tanggal satu Suro.

Tumpeng dan kepala sapi selanjutnya dibawa ke hutan bambu di bawah lereng Semeru. Benda tersebut diletakkan di atas sumber mata air kehidupan atau sumber delling.

Tak lama kemudian, tumpeng dilarung ke sumber mata air. Tujuannya agar sumber mata air itu selalu mengairi sawah warga yang berada di empat desa.

Ritual dilanjutkan dengan menanam kepala sapi dan rebutan aneka macam hasil bumi. Warga meyakini aneka hasil bumi yang diarak keliling desa tersebut akan membawa berkah. Mereka juga berharap terhindar dari segala musibah, terutama dari bencana Semeru.

Ritual tahunan ini juga menyedot perhatian para pengunjung yang sedang berlibur di hutan bambu. Sejumlah wisatawan mancanegara juga hadir menyaksikan acara tersebut.(ULF)

Sumber: liputan6

Ruwatan, Tradisi Tolak Bala

Liputan 6 - Rabu, 8 Desember

Liputan6.com, Surabaya: Meski sudah memasuki era globalisasi, tradisi ruwatan masih tetap tumbuh subur di masyarakat Jawa. Tradisi ini bertujuan membebaskan seseorang dari pengaruh bahaya atau kutukan, Selasa (7/12).

Prosesi ruwatan biasa diawali dengan sungkeman peserta ruwat kepada orangtua atau orang yang sudah dituakan. Dengan mengenakan kain putih yang sudah diikatkan pada bagian tubuh, para peserta dimandikan dengan air yang berasal dari tujuh mata air seperti mata air dari Jolotundo, Trawas, dan Sendang Rejenu di Kota Kudus.

Hingga kini, tradisi ruwatan yang biasa digelar pada bulan Suro ini, masih sering dijumpai terutama pada masyarakat Jawa. Mereka percaya ruwatan ini mampu membebaskan seseorang dari marabahaya atau kutukan. Meski tradisi ini merupakan tradisi Jawa, banyak pula peserta yang bukan merupakan masyarakat Jawa.

Ada beberapa kategori seorang anak yang harus diruwat antara lain ontang anting atau anak tunggal, kedono kedini atau anak kembar beda jenis, pendawa atau lima orang bersaudara laki laki semua. Usai diruwat, para peserta berebut tumpeng sebagai lambang limpahan rezeki dan berkah.(APY/ANS)

Sumber: liputan6

Berikut ini penjelasan tentang ruwatan dan bahayanya bagi aqidah Islamiyah (keyakinan Islam):

Ruwatan, Kemusyrikan yang Dihidupkan Kembali Oleh Kiyai Liberal

Para ulama, muballigh dan tokoh Islam sudah berupaya meredam kemusyrikan, dosa terbesar berupa menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Di antara kemusyrikan yang sudah diredam adalah ruwatan, yaitu upacara kemusyrikan, percaya kepada Betoro Kolo, hingga meyakini dengan diadakan ruwatan maka terhindar dari dimangsa Betoro Kolo dan terbuanglah sialnya. Padahal sial ataupun beruntung itu datangnya hanya dari Allah Ta’ala, maka mestinya meminta hanya kepada Allah, bukan kepada selain-Nya, dan bukan dengan cara-cara yang tidak diajarkan Allah Ta’ala.

Terus terang ketika di tahun 2000 ada berita bahwa Presiden Abdurrahman Wahid akan diruwat, saya langsung teringat zaman PKI (Partai Komunis Indonesia) sebelum peristiwa pemberontakan G30S/PKI 1965. Karena setahu saya adanya ruwatan itu hanya di daerah-daerah PKI atau kalangan orang abangan (Islam tak shalat) di Jawa. Sedang desa-desa yang masyarakatnya Islam tidak pernah melaksanakan ruwatan. Meskipun tidak otomatis ruwatan itu identik dengan PKI, namun timbul pertanyaan, apakah Gus Dur mewarisi ajaran ruwatan itu dari gurunya, Ibu Rubiyah yang memang Gerwani/ PKI perempuan? Wallahu a’lam. (Tentang guru Gus Dur di antaranya orang Gerwani itu lihat buku Bahaya Pemikirian Gus Dur II, Menyakiti Hati

Umat, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2000).
Ruwatan itu sendiri tidak terdengar di masyarakat sejak dilarangnya PKI tahun 1965. Namun mulai terdengar lagi sejak 1990-an, setelah dukun-dukun berani muncul terang-terangan bahkan praktek di mall-mall atau pusat-pusat perbelanjaan dan membuat paguyuban yang mereka sebut PPI (Paguyuban Paranormal Indonesia). Konon anggota paguyuban “wali syetan” (istilah hadits Nabi Muhammad SAW untuk dukun) itu 60.000 dukun. Meskipun demikian, istilah ruwatan tidak begitu terdengar luas, dan baru sangat terdengar ketika ada khabar bahwa Gus Dur, Presiden Indonesia ke-4 yang bekas ketua umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, satu organisasi yang berdiri sejak zaman Belanda 1926) akan diruwat, dan kemudian dia benar-benar hadir dalam acara ruwatan di UGM (Universitas Gajah Mada) Yogya,18/8 2000.
Apa itu ruwatan?

Ruwatan adalah satu upacara kepercayaan yang diyakini sebagai ritual membuang sial yang disebut sukerto alias penderitaan. Istilah ruwatan, artinya membebaskan ancaman dari marabahaya yang datangnya dari Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak raja para dewa yakni Batoro Guru. Batoro Kolo, menurut kepercayaan kemusyrikan ini, adalah raksasa buruk jelmaan dari mani (sperma) Batoro Guru yang berceceran di laut, ketika gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan, karena Batari Uma belum siap. Karena Batoro Guru gagal mengendalikan diri “dengan sang waktu” (kolo) maka mani yang tercecer di laut dan menjadi raksasa buruk itu disebut Batoro Kolo, pemakan manusia. Lalu Batoro Guru berjanji akan memberi makan enak yaitu manusia yang dilahirkan dalam kondisi tertentu. Seperti kelahiran tanggal sekian yang menurut perhitungan klenik (tathoyyur) akan mengalami sukerto alias penderitaan. Juga yang lahir dalam keadaan ontang-anting (tunggal), kembang sepasang (dua anak lelaki semua atau perempuan semua), sendang apit pancuran (pria, wanita, pria), pendowo limo (5 anak pria semua). Dll. (Lihat AM Saefuddin, Ruwatan dalam Perspektif Islam, Harian Terbit, Jum’at 11 Agustus 2000, hal 6).

Itulah orang-orang yang harus diruwat menurut kepercayaan dari cerita wayang. Padahal, cerita wayang itu semodel juga dengan cerita tentang Pendeta Durno yang menyetubuhi kuda lantas lahirlah Aswotomo. Konon Durno diartikan mundur-mundur keno/ kena, jadi dia naik kuda betina lantas mundur-mundur maka kenalah ke kemaluan kuda, akhirnya kuda itu melahirkan anak manusia. Hanya saja anak yang lahir dari kuda ini diceritakan tidak jadi raksasa dan tidak memakan manusia. Jadi, nilai cerita ruwatan itu sebenarnya juga hanya seperti nilai cerita yang dari segi mutunya saja sangat tidak bermutu, seperti anak lahir dari rahim kuda itu tadi. Upacara ruwatan itu bermacam-macam. Ada yang dengan mengubur seluruh tubuh orang/ anak yang diruwat kecuali kepalanya, ada yang disembunyikan di tempat tertentu dsb.

Adapun Ruwatan yang dilakukan di depan Gedung Balairung Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Jum’at malam 18/8 2000 itu dihadiri Presiden Abdurrahman Wahid didampingi isterinya Ny Nuriyah dan putri sulungnya Alissa Qatrunnada Munawaroh. Selain itu tampak hadir pula Kapolri Jenderal Rusdihardjo (belakangan, 3 bulan kemudian Rusdihardjo dipecat dari jabatannya sebagai Kapolri oleh Gus Dur, konon karena ada berita bocor yang menyebutkan hasil penyidikan kasus Bruneigate yang diduga menyangkut Presiden Gus Dur), Rektor UGM Ichlasul Amal, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Sri Edi Swasono, dan Frans Seda.

Ruwatan itu dilaksanakan terhadap 11 orang akademisi disebut ruwatan bangsa, penyelenggaraannya diketuai Mayjen (purnawirawan) Hariyadi Darmawan. Mereka yang diruwat itu adalah Prof. Sayogya, Prof Kunto Wibisono, Dr Hariadi Darmawan, Tjuk Sukiadi, Prof Sri Edi Swasono, Ny Mubyarto, Bambang Ismawan, Nanik Zaenudin, Ken Sularto, Amir Sidharta, dan Wirawanto.

Sebelas orang yang diruwat itu bersarung putih. Kumis dan jenggotnya dicukur bersih, kemudian tubuhnya disiram dengan air kembang. (lihat Rakyat Merdeka, 19/8 2000).

Sementara itu di luar Gedung UGM telah berlangsung demonstrasi mahasiswa yang menentang ruwatan tersebut.

Itulah acara ruwatan untuk menghindari Batoro Kolo dengan upacara seperti itu dan wayangan. Biasanya wayangan itu untuk memuji-muji Batoro Kolo, agar terhanyut dengan pujian itu, dan lupa memangsa. Di UGM itu wayangan dengan lakon Murwokolo dan Sesaji Rojo Suryo oleh dalang Ki Timbul Hadiprayitno.
Kemusyrikan

Ruwatan itu ada yang menyebutnya adat, ada pula yang menilainya sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua macam, adat yang mubah (boleh) dan adat yang haram. Sedang mengenai kepercayaan, itu sudah langsung haram apabila bukan termasuk dalam Islam.

Adat yang boleh contohnya blangkon (tutup kepala) untuk orang Jawa. Itu tidak dilarang dalam Islam. Tetapi kemben, pakaian wanita yang hanya sampai dada bawah leher, itu haram, karena tidak menutup aurat. Tetapi kalau dilengkapi dengan kerudung, menutup seluruh tubuh dan juga menutup rambut kepala, maka tidak haram lagi, jadi boleh. Hanya saja namanya bukan kemben lagi tapi busana Muslimah atau jilbab, kalau jelas-jelas sudah menutup aurat secara Islam.
Adat yang boleh, seperti blangkon tersebut pun, kalau disamping sebagai adat masih pula diyakini bahwa akan terkena bahaya apabila tidak memakai blangkon (yang kaitannya dengan kekuatan ghaib) maka sudah menyangkut keyakinan/ kepercayaan, hingga hukumnya dilarang atau haram, karena tidak sesuai dengan Islam. Keyakinan yang dibolehkan hanyalah yang diajarkan oleh Islam.

Demikian pula ruwatan, sekalipun ada yang mengatakan bahwa itu merupakan adat, namun karena menyangkut hal ghaib, berkaitan dengan nasib sial, bahaya dan sebagainya; maka jelas merupakan keyakinan batil, karena Islam tidak mengajarkan seperti itu.

Sedang keyakinan adanya bala’ akibat kondisi dilahirkannya seseorang itupun sudah merupakan pelanggaran dalam hal keyakinan, yang dalam Islam terhitung syirik, menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedang orangnya disebut musyrik, pelaku durhaka terbesar dosanya. Tidak ada dalil yang menunjukkan benarnya keyakinan itu, namun justru ada ketegasan bahwa meyakini nasib sial dengan alamat-alamat seperti itu adalah termasuk tathoyyur, yang hukumnya syirik, menyekutukan Allah SWT; dosa terbesar.

Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.
Abu Dawud meriwayatkan hadits marfu’ dari Ibnu Mas’ud ra:

الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْك،ٌ وَمَا مِنَّا إِلاَّ ، وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ

“At-thiyarotu syirkun, at-thiyarotu syirkun wamaa minnaa illa, walaakinnallooha yudzhibuhu bittawakkuli.”

”Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, dan tiada seorangpun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” (Hadits Riwayat Abu Daud). Hadits ini diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan dinyatakan shahih, dan kalimat terakhir tersebut dijadikannya sebagai ucapan dari Ibnu Mas’ud. (Lihat Kitab Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi, terjemahan Muhammad Yusuf Harun, cetakan I, 1416H/ 1995, halaman 150).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ قَالَ « أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ».

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu ‘Amr bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah, maka dia telah berbuat syirik.” Para sahabat bertanya: ”Lalu apakah sebagai tebusannya?” Beliau menjawab:”Supaya mengucapkan:
اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.

Allahumma laa khoiro illaa khoiruka walaa thoiro illaa thoiruka walaa ilaaha ghoiruka.

Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau, dan tiada sembahan yang haq selain Engkau.” (H R Ahmad). (Syaikh Muhammad At-Tamimi, Kitab Tauhid, hal 151). Sedangkan meminta perlindungan kepada Batoro Kolo agar tidak dimangsa dengan upacara ruwatan dan wayangan itu termasuk kemusyrikan yang dilarang dalam Al-Qur’an:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ(106)

”Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu,jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik).” (Yunus/ 10:106).

{ إنك إذاً من الظالمين } : أي إنك إذا دعوتها من المشركين الظالمين لأنفسهم .

“…maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik).” Artinya sesungguhnya kamu apabila mendoa kepada selain-Nya adalah termasuk orang-orang musyrik yang mendhalimi kepada diri-diri mereka sendiri. [1]

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ(107)
”Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia- Nya…”( Yunus: 107).
Kesimpulan:

1. Ruwatan Mendatangkan Dosa Terbesar.

2. Ruwatan itu kepercayaan non Islam berlandaskan cerita wayang. Ruwatan artinya upacara membebaskan ancaman Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak Batoro Guru/ raja para dewa. Batoro Kolo adalah raksasa buruk jelmaan dari sperma Batoro Guru yang berceceran di laut, setelah gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan.

Itulah kepercayaan musyrik/ menyekutukan Allah SWT yang berlandaskan cerita wayang penuh takhayyul, khurofat, dan tathoyyur (menganggap sesuatu sebagai alamat sial dsb). Upacara ruwatan itu bermacam-macam:

ada yang dengan mengubur sekujur tubuh selain kepala,

atau menyembunyikan anak/ orang yang diruwat,

ada yang dimandikan dengan air kembang dan sebagainya.

Biasanya ruwatan itu disertai sesaji dan wayangan untuk menghindarkan agar Betoro Kolo tidak memangsa.

3. Ruwatan itu dari segi keyakinannya termasuk tathoyyur, satu jenis kemusyrikan yang sangat dilarang Islam, dosa terbesar. Sedang dari segi upacaranya termasuk menyembah/ memohon perlindungan kepada selain Allah, yaitu ke Betoro Kolo, satu jenis upacara kemusyrikan, dosa terbesar pula. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

“Thiyaroh (tathoyyur) adalah syirik/ menyekutukan Allah, thiyaroh adalah syirik, thiyaroh adalah syirik , (diucapkan) tiga kali. (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibnu Majah dari hadits Ibnu Mas’ud, dari Rasulullah saw).

4. Merasa sial karena sesuatu atau alamat-alamat yang dianggap mendatangkan sial, termasuk perbuatan kemusyrikan. Kata Nabi SAW:
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ حَاجَتِهِ فَقَدْ أَشْرَكَ قَالُوا : وَمَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ ؟ قَالَ : أَنْ يَقُولَ اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إلَّا خَيْرُك وَلَا طَيْرَ إلَّا طَيْرُك , وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ (رواه ِأَحْمَدَ عن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ. قال الشيخ الألباني : ( صحيح ) انظر حديث رقم : 6264 في صحيح الجامع)

“Barangsiapa yang tidak jadi melakukan keperluannya karena merasa sial, maka ia telah syirik. Maka para sahabat RA bertanya, Lalu bagaimana kafarat dari hal tersebut wahai Rasulullah? Maka jawab Nabi SAW, Katakanlah : Allahumma laa khaira illaa khairaka walaa thiyara illa thiyaraka walaa ilaha ghairaka.” Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikanMu, dan tidak ada kesialan kecuali kesialan (dari)Mu, dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain-Mu. (HR.Ahmad dari Abdullah bin Umar dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Allah SWT berfirman:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ(106)

“Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak dapat pula mendatangkan bahaya kepadamu, jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik)”. (QS Yunus/ 10:106).

5. Sudah jelas, Al-Qur’an dan Al-Hadits sangat melarang kemusyrikan. Dan bahkan mengancam dengan adzab, baik di dunia maupun di akherat. namun kini kemusyrikan itu justru dinasionalkan. Maka perlu dibisikkan ke telinga-telinga mereka, bahwa sebenarnya lakon mereka tu menghadang/ menantang datangnya adzab dan murka Allah SWT, di dunia maupun di akherat.

Masyarakat pun sebenarnya sudah dijelaskan bahwa ruwatan itu adalah kemusyrikan, di antaranya ada media yang memuat wawancara sebagai berikut:

Ustadz H. Hartono Ahmad Jaiz:

RUWATAN ITU MUSYRIK

Fiqih Quran & Hadist Oleh : Redaksi 14 Aug, 06 - 5:39 pm

Bencana dan musibah yang bertubi-tubi datang merupakan adzab dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada bangsa Indonesia. Mengapa ini terjadi? Karena bangsa yang mayoritas muslim ini masih mempraktekkan kemusyrikan dalam kehidupan sehari-hari.

Bentuk kemusyrikan itu di antaranya adalah ruwatan, sedekah bumi, dan larung laut.

Semua ini merupakan bentuk kemusyrikan.

Berikut petikan wawancara Tabloid Jum’at dengan Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, seorang pengamat pemikiran Islam dan aliran sesat serta penulis buku produktif.:

Bagaimana pendapat Ustadz soal bencana dan musibah yang bertubi-tubi menimpa bangsa ini?

Pertama-tama yang harus diketahui, Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak dzalim. Dan Dia tidak suka kepada kedzaliman. Kedzaliman yang paling tidak disukai dan tertinggi adalah kemusyrikan.

Ketika kita sudah tahu seperti itu, yang paling tidak disukai Allah adalah kemusyrikan, tetapi di balik itu Allah tidak dzali; ketika musibah bertubi-tubi menghampiri tanah air Indonesia berarti manusia ini yang dzalim. Kedzaliman yang paling puncak dan paling tidak disukai oleh Allah adalah kemusyrikan.

Nah, mari kita lihat apakah sebenarnya kemusyrikan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia itu. Sangat banyak. Kemusyrikan itu tidak mesti dilakukan oleh orang-orang kafir saja, tetapi juga dilakukan oleh orang Islam sendiri. Mereka menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapi juga meminta pertolongan kepada selain Allah. Ini bentuk kemusyrikannya.

Padahal kalau mereka tahu, kemusyrikan yang mereka lakukan itu sebenarnya bentuk kedzaliman yang paling tinggi dan besar serta sangat tidak disukai oleh Allah.

Kemusyrikan yang dilakukan manusia Indonesia dapat dilihat dengan gencarnya otonomi daerah, pemerintah daerah melalui dinas pariwisata menghidupkan kembali bentuk kemusyrikan yang sebenarnya oleh para ulama sudah diredam.
Seperti apa bentuk kemusyrikan itu?

Misalnya, kemusyrikan yang sudah diredam itu adalah ruwatan. Sebelum tahun 1990- an, kegiatan ruwatan jarang sekali terdengar dan sudah terkubur. Tetapi sejak tahun 2000, terutama pada saat pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, acara ruwatan muncul kembali. Konon menurut informasi yang beredar, Gus Dur pun diruwat oleh seorang paranormal bernama Romo. Bahkan di universitas ternama, seperti Universitas Gajah Mada pun melakukan ritual ruwat yang diberi nama Ruwatan Bangsa.

Hadir dalam acara ritual tersebut Presiden Gus Dur, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Rektor UGM Ichlasul Amal dengan tontonan wayang kulit berlakon Murwokolo dan Sesaji Rojo Suryo oleh Dalang Ki Timbul Hadiprayitno di Balairung UGM, Jum’at malam 18 Agustus 2000.

Di situ berarti, kemusyrikan yang sudah terpendam itu dihidupkan kembali.

Ruwatan itu sebenarnya salah satu bentuk kemusyrikan. Sebab dalam ruwatan tersebut terdapat bentuk perdukunan, klenik, takhayyul, bid’ah, khurafat dan keyakinan- keyakinan sesat lainnya.

Sejak itu dilakukan, maka ruwatan kembali semarak dan dihidup-hidupkan secara nasional. Bahkan saat ini acara semacam itu didukung oleh berbagai instansi pemerintah. Kalau mau tahu lebih banyak bukalah situs-situs di internet. Di sana terlihat beberapa instansi pemerintah mengadakan berbagai ruwatan.

Dengan adanya otonomi daerah maka bermunculan berbagai bentuk kemusyrikan yang dikemas dengan unsur pariwiasata dan budaya.

Selain ruwatan, bentuk kemusyrikan lainnya adalah upacara larung laut. Kegiatan seperti itu sama seperti ruwatan, penuh dengan kemusyrikan. Bahkan pada bulan Juli

2004 lalu di Bantul (selatan Jogjakarta) acara larung laut juga dilakukan oleh para anggota DPRD Bantul hasil pemilu 2004. Sebagai bentuk syukur mereka mengadakan upacara larung laut yang diberi nama dengan Larung Buto ke Laut Kidul. Upacara yang penuh dengan kemusyrikan itu juga diikuti oleh beberapa partai Islam. Mereka menganggap bahwa kesialan harus dibuang ke laut dan meminta berkah kepada Nyai Roro Kidul.

Apa yang dilakukan oleh para anggota dewan itu jelas bentuk kemusyrikan. Bila hal seperti ini terus dilakukan dan dihidupkan kembali, maka tidak mustahil Allah murka dengan berbagai bencana dan musibah atas bangsa ini.

Bentuk kemusyrikan lainnya adalah upacara sedekah bumi yang marak dilakukan di berbagai pelosok desa. Dalam upacara itu juga digelar [b]sesaji untuk arwah leluhur. Ini jelas-jelas bentuk kemusyrikan.

Di samping itu juga marak praktek-prektek perdukunan. Masyarakat negeri ini memang mayoritas Muslim, tapi ada sebagian dari mereka yang senang mengikuti perintah yang diberikan oleh dukun-dukun. Padahal mereka itu muslim, tetapi meminta sesuatu itu melalui dukun bukan langsung kepada Allah. Perdukunan itu juga termasuk bentuk kemusyrikan.
Jadi bencana dan musibah ini adzab Allah?

Ya. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan azab kepada kaum yang tidak mengikuti ajaran yang dibawa para Nabi dan Rasul Allah.

Ada yang diazab dengan hujan batu, banjir, gempa dan aneka macam azab lainnya.

Bahkan Bani Israel pun dirubah menjadi monyet dan babi karena mereka melanggar perintah Allah yang disampaikan oleh Nabi Musa Alaihis Salam.

Jadi, musibah dan bencana akhir-akhir ini terjadi merupakan azab dari Allah kepada bangsa ini. Sebab saya melihat banyak masyarakat, terutama umat Islam percaya kepada dukun-dukun, klenik dan jimat-jimat. Bahkan ramai-ramai membesar-besarkan acara ruwatan yang jelas-jelas sangat penuh dengan kemusyrikan.
Ruwatan itu kan sebenarnya upacara adat. Bagaimana tanggapan Ustadz?

Ruwatan itu sebenarnya kepercayaan non-Islam yang berlandaskan cerita wayang.

Ruwatan artinya upacara membebaskan ancaman Batoro Kolo—raksasa pemakan manusia, anak Batoro Guru atau raja para dewa. Batoro Kolo adalah raksasa buruk rupa jelmaan dari sperma Batoro Guru yang berceceran di laut setelah gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan. Makanan Batoro Kolo adalah manusia yang dilahirkan dalam kondisi tertentu, seperti kelahiran yang menurut perhitungan klenik akan mengalami menderita (sukerto), juga yang lahir dalam keadaan tunggal (ontang-anting), kembang sepasang (kembar), sendang apit pancuran (laki, perempuan, laki) dan lain-lain.

Itu kepercayaan musyrik, menyekutukan Allah yang berlandaskan cerita wayang penuh takhayyul, khurofat dan tathoyyur atau menganggap sesuatu sebagai alamat sial dan sebagainya. Biasanya ruwatan disertai dengan sesaji dan wayangan untuk menghindarkan diri agar Botor Kolo tidak memangsa.
Apa yang harus dilakukan umat agar bencana ini tidak terus terjadi?

Hal pertama yang dilakukan adalah menyadarkan umat Islam bahwa bencana dan musibah ini benar-benar azab dari Allah atas maraknya kemusyrikan dan kemaksiatan di tengah-tengah kehidupan mereka. Itu yang harus dilakukan dahulu. Setelah itu, umat harus melakukan tobat nasuha, tobat yang sebenar-benarnya tobat. Masyarakat harus meninggalkan segera hal-hal yang berbau musyrik. Sebab kemusyrikan itu merupakan puncak dari kedzaliman.

Kemudian para ulama harus berani bicara bahwa bencana yang bertubi-tubi ini merupakan adzab dari Allah kepada manusia. Sayangnya para ulama tidak ada yang berani bicara, padahal ayatnya sangat banyak dalam Al-Qur’an.

Para ulama juga harus berani menegur umat dan pemerintah. Sebab pemerintah secara khusus memberikan lampu hijau maraknya kemaksiatan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Bahkan pemerintah lewat Dinas Pariwisata dibantu dengan media massa membesar-besarkan upacara adat yang jelas-jelas penuh dengan kemusyrikan. ( maulana, Tabloid Jum’at, Dewan Masjid Indonesia, Jakarta, No. 743 Thn XVII, 9 Rajab/ 4 Agustus 2006, halaman 5)/ sm.

(haji)

(nahimunkar.com)

Read More......

الذنوب من أسباب العقوبة ومحق البركة

الذنوب من أسباب العقوبة ومحق البركة

Dosa Merupakan Penyebab Siksa dan Hilangnya Berkah

Syaikh Abdul Aziz bin ‘Abdullah bin Baz rahimahullah

Pertanyaan: Saya pernah membaca bahwa dampak negatif dari dosa adalah siksaan dari Allah Subhanahuwata’ala dan terhapusnya berkah, lalu saya menangis karena takut kepada –Nya. Berilah petunjuk kepada saya, semoga Allah Subhanahuwata’alla membalas kebaikanmu.

Jawaban: Tidak diragukan lagi bahwa melakukan dosa termasuk penyebab kemurkaan Allah Subhanahuwata’ala, terhapusnya berkah, tidak turun hujan, dan dikalahkan musuh, sebagaimana firman -Nya

قال الله تعالى: {وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَوْنَ بِالسِّنِينَ وَنَقْصٍ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ *}[الأعرَاف].

Dan sesungguhnya kami telah menghukum (Fir’aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. al-A’raaf:130)

Dan firman Allah Subhanahuwata’alla:

قال الله تعالى: {فَكُلاًّ أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الأَْرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ *}[العَنكبوت]

Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. al-Ankabuut:40)

Dan ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak. Dan diriwayatkan dalam hadits:

قال رسول الله e : (إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيْبُهُ)

Rasulullah Salallahu’alaihiwassalam bersabda: ‘Sesungguhnya seseorang terhalang mendapat rizqi karena dosa yang dilakukannya.” ( HR. Ahmad 5/277, 280, 282, Ibnu Majah (90 dan 4022), ath-Thabrani dalam al-Kabir 1442, Ibnu Hibban 872, al-Hakim1/493 (1814) ia menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Isnadnya dihasankan oleh al-Bushiri dalam Mishbah az-Zajajah 4/187, demikian pula Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah 73, 3248).

Setiap muslim laki-laki dan perempuan harus berhati-hati dari perbuatan dosa dan bertaubat dari segala dosa di masa lalu disertai persangkaan yang baik kepada Allah Subhanahuwata’ala dan mengharapkan ampunan-Nya. Sebagaimana firman Allah Subhanahuwata’ala dalam kitab-Nya yang mulia tentang hamba-hamba-Nya yang shalih:

قال الله تعالى: {إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ}[الأنبيَاء، من الآية: 90]

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami. (QS. al-Anbiya`:90)

Dan firman-Nya:

قال الله تعالى: {أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا *}[الإسرَاء

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti. (QS. al-Isra`:57)

Dan firman-Nya:

قال الله تعالى: {وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ *}[التّوبَة] .

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah:71)

Kendati demikian, disyari’atkan bagi muslim laki-laki dan wanita agar melakukan usaha (sebab) yang dibolehkan oleh Allah Subhanahuwata’ala. Dengan demikian ia menggabungkan di antara khauf (takut) dan raja` (mengharap) serta melakukan sebab (berusaha), bertawakkal kepada Allah Subhanahuwata’ala, berpegang kepadanya untuk mendapatkan apa yang diridhoi-Nya dan selamat dari yang siksa-Nya. Allah Subhanahuwata’ala Yang Maha Pemurah lagi Maha Mulia berfirman:

قال الله تعالى: وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا *وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. * Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. (QS. ath-Thalaq:2-3)

Dan Yang berfirman:

قال الله تعالى: {وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا}[الطّلاَق، من الآية: 4]

Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. ath-Thalaq:4)

Dan Dia-lah Yang berfirman:

قال الله تعالى: {وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}[النُّور، من الآية: 31

Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. an-Nuur:31)

Engkau wajib bertaubat kepada Allah Subhanahuwata’ala dari segala dosamu yang terdahulu, istiqamah di atas taat kepada-Nya disertai berbaik sangka kepada -Nya dan khawatir dari sebab-sebab murka-Nya. Bergembiralah dengan kebaikan yang banyak dan yang terpuji. Wallahu waliyuttaufiq

Syaikh Bin Baz – Majalah Buhuth edisi no. 32 hal 120-121.

Terjemah :Muhammad Iqbal A.Gazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad,2010 – 1431, islamhouse.com

(nahimunkar.com)

الكتاب : فتاوى موقع الألوكة

المؤلف : مجموعة من العلماء

حتى آخر شهر صفر من عام 1429هـ

فتاوى موقع الألوكة - ( / 1)

العنوان: الذنوب من أسباب العقوبة ومحق البركة

رقم الفتوى: 1474

المفتي: الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز – رحمه الله -

-----------------------------------------

السؤال:

قرأت أن من نتائج الذنوب العقوبة من الله ومحق البركة؛ فأبكي خوفاً من ذلك، أرشدوني جزاكم الله خيراً .

-----------------------------------------

الجواب:

لا شك أن اقتراف الذنوب من أسباب غضب الله عز وجل، ومن أسباب محق البركة وحبس الغيث وتسليط الأعداء - كما قال الله سبحانه: {وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَوْنَ بِالسِّنِينَ وَنَقْصٍ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ *}[الأعرَاف].

وقال سبحانه: {فَكُلاًّ أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الأَْرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ *}[العَنكبوت]، والآيات في هذا المعنى كثيرة . وصح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: “إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ” [1] .

فتاوى موقع الألوكة - ( / 2)

فالواجب على كل مسلم ومسلمة الحذر من الذنوب، والتوبة مما سلف منهما مع حسن الظن بالله ورجائه سبحانه المغفرة، والخوف من غضبه وعقابه - كما قال سبحانه وتعالى في كتابه الكريم عن عباده الصالحين: {إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ}[الأنبيَاء، من الآية: 90]، وقال سبحانه: {أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا *}[الإسرَاء]، وقال عز وجل: {وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ *}[التّوبَة] .

فتاوى موقع الألوكة - ( / 3)

ويشرع للمؤمن والمؤمنة مع ذلك الأخذ بالأسباب التي أباح الله عز وجل، وبذلك يجمع بين الخوف والرجاء والعمل بالأسباب، متوكلاً على الله سبحانه معتمداً عليه في حصول المطلوب والسلامة من المرهوب، والله سبحانه هو الجواد الكريم القائل عز وجل: {فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآْخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا *وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا *}[الطّلاَق، من الآيتين: 2-3]، والقائل سبحانه: {وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا}[الطّلاَق، من الآية: 4] .

وهو القائل سبحانه: {وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}[النُّور، من الآية: 31].

فالواجب عليك - أيتها الأخت في الله - التوبة إلى الله سبحانه مما سلف من الذنوب، والاستقامة على طاعته مع حسن الظن به عز وجل، والحذر من أسباب غضبه، وأبشري بالخير الكثير والعاقبة الحميدة . والله ولي التوفيق .

ــــــــــــــــــــ

[1] أحمد (5/277، 280، 282)، وابن ماجه (90، 4022)، والطبراني في «الكبير» (1442)، وابن حبان (872)، والحاكم 1/493 (1814) وصححه ووافقه الذهبي، وحسَّن إسناده: البوصيري في «مصباح الزجاجة» (4/187)، وكذا الألباني في: «صحيح سنن ابن ماجه» (73، 3248).

Read More......

Kesesatan Kitab Barzanji, Qashidah Burdah, dan Maulid Syarafil Anam

Muqaddimah

Kitab Barzanji adalah kitab yang sangat popular di kalangan kaum Muslimin di Indonesia. Kitab ini merupakan bacaan wajib pada acara-acara Barzanji atau diba’ yang merupakan acara rutin bagi sebagian kaum muslimin di Indonesia.

Kitab Barzanji ini terkandung di dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa-Ad’iyyah yang merupakan kumpulan dari beberapa tulisan seperti: Qoshidah Burdah, Maulid Syarafil Anam, Maulid Barzanji, Aqidatul Awwam, Rotib al-Haddad, Maulid Diba’i, dan yang lainnya.

Kitab yang popular ini di dalamnya banyak sekali penyelewengan-penyelewengan dari syari’at Islam bahkan berisi kesyirikan dan kekufuran yang wajib dijauhi oleh setiap Muslim.Karena itulah Insya Allah dalam pembahasan kali ini akan kami jelaskan kesesatan-kesesatan kitab ini dan kitab-kitab yang menyertainya dalam kitab, sebagai nasehat keagamaan bagi saudara-saudara kaum muslimin dan sekaligus sebagai jawaban kami atas permintaan sebagian pembaca yang menanyakan isi kitab ini. Dan sebagai catatan bahwa cetakan kitab yang kami jadikan acuan dalam pembahasan ini adalah cetakan PT. Al-Ma’arif Bandung.

Maulid Barzanji dan Kesesatan-Kesesatannya

Maulid Barazanji yang terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini dalam halaman 72-147, di dalamnya terdapat banyak sekali kesalahan-kesalahan dalam aqidah, seperti kalimat-kalimat yang ghuluw (melampaui batas syar’I) terhadap Nabi, kalimat-kalimat kekufuran, kesyirikan, serta hikayat-hikayat lemah dan dusta.

Di antara kesesatan-kesesatan kitab ini adalah:

1. Mengamini Adanya “Nur Muhammad”

Penulis berkata dalam halaman 72-73:

وأصلى و أسلم على النور الموصوف بالتقدم و الأولية

Dan aku ucapkan selawat dan salam atas cahaya yang disifati dengan yang dahulu dan yang awal

Kami katakan: ini adalah aqidah Shufiyyah yang batil, orang-orang Shufiyyah beranggapan bahwa semua yang ada di alam semesta ini diciptakan dari nur (cahaya) Muhammad kemudian bertebaran di alam semesta. Keyakinan ini merupakan ciri khas dari kelompok Shufiyyah, keyakinan mereka ini hampir-hampir selalu tercantum dalam kitab-kitab mereka.

Ibnu Atho as-Sakandari berkata: “Seluruh nabi diciptakan dari Ar-Rohmah dan Nabi kita Muhammad adalah ‘Ainur Rahmah.” (Lathaiful Minan hal. 55)

Merupakan hal yang diketahui setiap muslim bahwasanya Rasulullah adalah manusia biasa yang dimuliakan oleh Allah dengan risalah-Nya sebagaimana para rasul yang lainnya, Allah berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا(110)

“Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku:”Bahwa sesungguhnya Ilah kalian itu adalah Ilah Yang Esa”.” (QS. Al-Kahfi : 110)

1. Membawakan Hikayat-Hikayat Dusta Seputar Kelahiran Nabi

Penulis berkata dalam halaman 77-79 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini:

و نطقت بحمله كل دابة لقريش بفصاح الألسن العربية

و خرت الأسرة و الأصنام على الوجوه و الأفواه

و تباشرت وحوش المشارق و المغارب و دوابها البحرية

حضر أمه ليلة مولده اسية و مريم في نسوة من الحظيرة القدسية

Dan memberitahukan tentang dikandungnya beliau setiap binatang ternak Quraisy dengan Bahasa Arab yang fasih!

Dan tersungkurlah tahta-tahta dan berhala-berhala atas wajah-wajah dan mulut-mulut mereka!

Dan saling memberi kabar gembira binatang-binatang liar di timur dan di barat beserta binatang-binatang lautan!

Saat malam kelahirannya datang kepada ibunya Asiyah dan Maryam beserta para wanita dari surga!

Kami katakan: Kisah ini adalah kisah yang lemah dan dusta sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama hadits. (Lihat Siroh Nabawiyyah Shohiihah 1/97-100)

1. Bertawassul denga Dzat Nabi

Penulis berkata pada halaman 106 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini:

و نتوسل إليك بشرف الذات المحمدية

و من هو آخر الأنبياء بصورته و أولهم بمعناه

وبآله كواكب أمن البرية

Dan kami bertawassul kepadaMu dengan kemuliaan dzat Muhammad

Dan yang dia adalah akhir para nabi secara gambaran dan yang paling awal secara makna

Dan dengan para keluarganya bintang-bintang keamanan manusia

Kami katakan: Tawassul dengan dzat Nabi dan keluarganya serta orang-orang yang sudah mati adalah tawassul yang bid’ah dan dilarang. Tidak ada satupun doa-doa dari Kitab dan Sunnah yang terdapat di dalamnya tawassul dengan jah atau kehormatan atau hak atau kedudukan dari para makhluk. Banyak para imam yang mengingkari tawasssul-tawassul bid’ah ini. al-Imam Abu Hanifah berkata: “Tidak selayaknya bagi seorang pun berdoa kepada Allah kecuali denganNya, aku membenci jika dikatakan: “Dengan ikatan-ikatan kemuliaan dari arsyMu, atau dengan hak makhlukMu.” Dan ini juga perkataan al-Imam Abu Yusuf. (Fatawa Hindiyyah 5/280)

Syeikh al-Albani berkata: “ Yang kami yakin dan kami beragama kepada Allah dengannya bahwa tawassul-tawassul ini tidaklah diperbolehkan dan tidak disyari’atkan, karena tidak ada dalil yang bisa dijadikan hujjah padanya, tawassul-tawassul ini telah diingkari oleh para ulama ahli tahqiq dari masa ke masa.” (at-Tawassul anwa’uhu wa Ahkamuhu hal. 46-47)

1. Menyatakan Bahwa Kedua Orang Tua Nabi Dihidupkan Lagi dan Masuk Islam

Penulis berkata dalam halaman 114:

وقد أصبحا والله من أهل الإيمان

و جاء لهذا في الحديث شواهد

فسلم فإن الله جل جلاله

قدير على الإحياء فى كل أحيان

Dan sesungguhnya keduanya (Abdullah dan Aminah) telah menjadi ahli iman

Dan telah datang hadits tentang ini dengan syawahidnya (penguat-penguatnya)

Maka terimalah karena sesungguhnya Allah mampu menghidupkan di setiap waktu

Kami katakan: Hadits tentang dihidupkannya kedua orang tua Nabi dan berimannya keduanya kepada Nabi adalah hadits yang dusta. Syaikh Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits ini tidak shohih menurut ahli hadits, bahkan mereka sepakat bahwa hadits itu adalah dusta dan diada-adakan…Hadits ini di samping palsu juga bertentangan dengan al-Qur’an, hadits shohih dan ijma.”(Majmu’ Fatawa 4/324)

1. Berdoa dan Beristighotsah kepada Nabi

Penulis berkata dalam halaman 1114:

يا بشير يا نذير

فأغثني و أجرني يا مجير من السعير

يا ولي الحسنات يا رفيع الدرجات

كفر عني الذنوب و اغفر عني السيأت

Wahai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan

Tolonglah aku dan selamatkan aku, wahai penyelamat dari neraka Sa’ir

Wahai pemilik kebaikan-kebaikan dan pemilik derajat-derajat

Hapuskanlah dosa-dosa dariku dan ampunilah kesalahan-kesalahanku

Kami katakan: Ini adalah kesyirikan dan kekufuran yang nyata karena penulis berdoa kepada Nabi dan menjadikan Nabi sebagai penghapus dosa, dan penyelamat dari azab neraka,padahal Allah berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا(20)قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا(21)قُلْ إِنِّي لَنْ يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا(22)

“Katakanlah: “Sesungguhnya Aku hanya menyembah Rabbku dan akau tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya.” Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan.” Katakanlah: “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya.” (QS. Al-Jin: 20-22)

Syaikh Abdur Rohman bin Nashir as-Sa’di berkata: “Katakanlah kepada mereka wahai rosul sebagai penjelasan dari hakikat dakwahmu: “Sesungguhnya Aku hanya menyembah Rabbku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya.” Yaitu aku mentauhidkan-Nya, Dialah Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku lepaskan semua yang selain Allah dari berhala dan tandingan-tandingan, dan semua sesembahan yang disembah oleh orang-orang musyrik selain-Nya. “Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan.”Karena aku adalah seorang hamba yang tidak memiliki sama sekali perintah dan urusan. .” Katakanlah: “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya.”Yaitu tidak ada seorang pun yang dapat aku mintai perlindungan agar menyelamatkanku dari adzab Allah. Jika saja Rasulullah yang merupakan makhluk yang paling sempurna, tidak memiliki kemadhorotan dan kemanfaatan, dan tidak bisa menahan dirinya dari Allah sedikitpun, jika Dia menghendaki kejelekan padanya, maka yang selainnya dari makhluk lebih pantas untuk tidak bisa melakukan itu semua.” (Tafsir al-Karimir Rohman hal. 1522 cet. Dar Dzakhoir)

Ayat-ayat di atas dengan jelas menunjukkan atas larangan berdo’a kepada Rasulullah dan bahwa Rasulullah tidak bisa menyelamatkan dirinya dari adzab Allah apalagi menyelamatkan yang lainnya !

Qoshidah Burdah Dan Kesesatan-Kesesatannya

Qoshidah Burdah terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah di dalam halaman 148-173. Qoshidah ini ditulis oleh Muhammad al-Bushiri seorang tokoh tarikat Syadziliyyah.

Qoshidah Burdah adalah kumpulan bait-bait sya’ir yang di dalamnya terdapat banyak sekali kalimat-kalimat kesyirikan dan kekufuran yang nyata, di antara bait dari qoshidah tersebut adalah:

فإن من جودك الدنيا و ضرتها

ومن علومك علم اللوح والقلم

Maka sesungguhnya dunia dan akhirat adalah dari kemurahanmu wahai Nabi

Dan dari ilmumu ilmu lauh dan qolam (hal 172 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah)

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin mengomentari perkataan Bushiri di atas dengan berkata: “Ini termasuk kesyirikan yang terbesar, karena menjadikan dunia dan akhirat berasal dari Nabi yang konsekwensinya bahwasanya Allah sama sekali tidak punya peran…”(Qaulul Mufid 1/218)

Maulid Syarofil-Anam dan Kesesatan-Kesesatannya

Maulid Syarofil Anam terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini dalam halaman 217, dia juga merupakan kumpulan bait-bait sya’ir yang di dalamnya terdapat banyak sekali kalimat-kalimat yang ghuluw terhadap Nabi, di antara contoh-contoh kalimat tersebut adalah:

السلام عليك يا ماحي الذنوب

السلام عليك يا جالي الكروب

Keselamatan semoga terlimpah atas mu wahai penghapus dosa

Keselamatan semoga terlimpah atasmu wahai penghilang duka-duka (kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah hal. 3 dan 4)

يا رسول الله يا خير كل الأنبياء

نجنا من هاوية يا زكي المنصب

Wahai Rasulullah wahai yang terbaik dari semua Nabi

Selamatkanlah kami dari neraka Hawiyah wahai pemilik jabatan yang suci (hal. 8 dari kitabMajmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah)

Kami katakan: Ini adalah kesyirikan dan kekufuran yang nyata karena penulis berdoa kepada Nabi dan menjadikan Nabi sebagai penghapus dosa, penghilang kedukaan, dan penyelamat dari azab neraka, padahal Nabi tidak kuasa mendatangkan suatu kemudhorotan pun dan tidak pula suatu kemanfaatan kepada siapa pun, tiada seorang pun dapat melindunginya dari azab Allah dan tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya, sebagaimana dalam ayat 20-22 dari Surat al-Jin di atas.

Kemudian di dalam kitab Maulid Syarofil Anam juga terkandung banyak kisah-kisah yang lemah dan dusta sebagaimana dalam kitab Barzanji di atas, seperti kisah bahwasanya ibunda Rasulullah ketika mengandung beliau tidak merasa berat sama sekali, Rasulullah dilahirkan dalam keadaan sudah dikhitan, bercelak, berhala-berhala jatuh tersungkur, bergoncanglah singgasana Kisro, dan matilah api orang-orang Majusi (kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah hal. 10-12). Kisah-kisah ini adalah kisah-kisah yang lemah dan dusta sebagaimana dijelaskan oleh para ulama hadits (Lihat Siroh Nabawiyah Sohihah 1/97-100).

(Dipetik dari tulisan Abu Ahmad As-Salafi, Majalah Al-Fuqon, Gresik, edisi 09 tahun VI/ Robi’uts Tsani 1428 /Mei 2007, halaman 41-44).

Fatwa: Maulid Al-Barzanji Bid’ah

Pertanyaan:

Di sisi kami ada yang dinamai dengan Al-Barzanji, yaitu ekspresi untuk berkumpulnya orang-orang lalu mereka mengulang-ulang sierah/ sejarah Rasul dan mereka bershalawat atasnya dengan lagu tertentu dan mereka mengerjakannya itu di sisi kami dalam acara-acara atau dalam pengantenan-pengantenan.

Fatwa:

Al-hamdulillah, shalawat dan salam atas Rasulillah dan atas keluarganya dan sahabatnya. Adapun setelah itu: Maka ini adalah perkara muhdats (diada-adakan secara baru, kata lain dari bid’ah, red), tidak pernah dikerjakan oleh (para sahabat) orang sebaik-baik ummat ini sesudah nabinya, yaitu mereka para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta agungnya kecintaan mereka terhadap beliau. Seandainya itu baik maka pasti mereka telah mendahului kita kepadanya.

Kita wajib mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kita saling mengkaji sierah/ sejarah beliau agar kita mendapatkan petunjuk dengan pentunjuk beliau dan mengikuti jejak beliau, tetapi beserta ikut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal yang disyari’atkannya, dan tidak membuat-buat ibadah-ibadah baru yang beliau tidak membawakannya, atau tambahan atas ibadah-ibadah yang telah disyari’atkannya. Karena hal itu termasuk sebab-sebab ditolaknya amal atas pelakunya. Maka sungguh telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمرُنا فَهُوَ رَدٌّ ” رواه البخاري ومسلم

Barangsiapa beramal suatu amalan bukan berdasarkan atas perintah kami maka dia tertolak. (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dan lainnya)

Wallahu a’lam

(Mufti Markaz fatwa dengan bimbingan Dr Abdullah Al-Faqih, Fatawa Ash-Shabakah Al-Islamiyyah juz 8 halaman 147, nomor fatwa 15215, judul: Maulid Al-Barzanji bid’ah, tanggal fatwa 28 Muharram 1423H/ islamweb).

(nahimunkar.com)

Teks Fatwa: Maulid al-Barzanji Bid’ah:

فتاوى الشبكة الإسلامية - (ج 8 / ص 147)

رقم الفتوى : 15215

عنوان الفتوى : مولد البرزنجي بدعة

تاريخ الفتوى : 28 محرم 1423

السؤال

عندنا شيء يسمى بالبرزنجي وهو عبارة أن يجتمع الناس فيرددون سيرة الرسول ويصلون عليه بنغم معين ويفعلونه عندنا في المناسبات أو في الاعراس؟

الفتوى

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:

فهذا أمر محدث لم يفعله خير هذه الأمة بعد نبيها، وهم أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم مع عظيم حبهم له، ولو كان خيراً لسبقونا إليه.

وعلينا أن نعظم النبي صلى الله عليه وسلم ونتدارس سيرته لنهتدي بهديه ونقتفي أثره، ولكن مع الاتباع له صلى الله عليه وسلم فيما شرعه، وعدم إحداث عبادات لم يأت بها، أو الزيادة على العبادات التي شرعها، فإن ذلك من أسباب رد العمل على صاحبه، فقد قال صلى الله عليه وسلم: “من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد” رواه البخاري ومسلم وغيرهما، وقد سبق بيان تعريف البدعة وضوابطها في جواب برقم: 631 فليراجع.

والله أعلم.

المفتي: مركز الفتوى بإشراف د.عبدالله الفقيه

(nahimunkar.com)

Read More......

Makna Ikhlas

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa makna Al-Ikhlas? Dan, bila seorang hamba menginginkan melalui ibadahnya sesuatu yang lain, apa hukumnya?

Jawaban
Ikhlas kepada Allah Ta’ala maknanya seseorang bermaksud melalui ibadahnya tersebut untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala dan mendapatkan keridhaan-Nya.

Bila seorang hamba menginginkan sesuatu yang lain melalui ibadahnya, maka disini perlu dirinci lagi berdasarkan klasifikasi-klasifikasi berikut :

Pertama.
Dia memang ingin bertaqarrub kepada selain Allah di dalam ibadahnya ini dan mendapatkan pujian semua makhluk atas perbuatannya tersebut. Maka, ini menggugurkan amalan dan termasuk syirik.

Di dalam hadits yang shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Aku adalah Dzat Yang paling tidak butuh kepada persekutuan para sekutu ; barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang didalamnya dia mempersekutukan-Ku dengan sesuatu selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya berserta kesyirikan yang diperbuatnya” [1]

Kedua
Dia bermaksud melalui ibadahnya untuk meraih tujuan duaniawi seperti kepemimpinan, kehormatan dan harta, bukan untuk tujuan bertaqarrub kepada Allah ; maka amalan orang seperti ini akan gugur dan tidak dapat mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala. Dalam hal ini, Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuai neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” [Hud : 15-16]

Perbedaan antara klasifikasi kedua ini dan pertama ; Bahwa dalam klasifikasi pertama, orang tadi bermaksud agar dirinya dipuji atas ibadahnya tersebut sebagai ahli ibadah kepada Allah. Sedangkan pada klasifikasi ini, dia tidak bermaksud agar dirinya di puji atas ibadahnya tersebut sebagai ahli ibadah kepada Allah bahkan dia malah tidak peduli atas pujian orang terhadapn dirinya.

Ketiga
Dia bermaksud untuk bertaqarrub kepada Allah Ta’ala, disamping tujuan duniawi yang merupakan konsekuensi logis dari adanya ibadah tersebut, seperti dia memiliki niat dari thaharah yang dilakukannya –disamping niat beribadah kepada Allah- untuk menyegarkan badan dan menghilangkan kotoran yang menempel padanya ; dia berhaji –disamping niat beibadah kepada Allah- untuk menyaksikan lokasi-lokasi syi’ar haji (Al-Masya’ir) dan bertemu para jama’ah haji ; maka hal ini akan mengurangi pahala ikhlas akan tetapi jika yang lebih dominan adalah niat beribadahnya, berarti pahala lengkap yang seharusnya diraih akan terlewatkan. Meskipun demikian, hal ini tidak berpengaruh bila pada akhirnya melakukan dosa. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala mengenai para jama’ah haji.

“Artinya : Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabb-mu” [Al-Baqarah : 198]

Jika yang dominan adalah niat selain ibadah, maka dia tidak mendapatkan pahala akhirat, yang didapatnya hanyalah pahala apa yang dihasilkannya di dunia itu. Saya khawatir malah dia berdosa karena hal itu, sebab dia telah menjadikan ibadah yang semestinya merupakan tujuan yang paling tinggi, sebagai sarana untuk meraih kehidupan duniawi yang hina. Maka tidak ubahnya seperti orang yang dimaksud di dalam firmanNya.

“Artinya : Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat ; jika mereka diberi sebagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah” [At-Taubah : 58]

Di dalam Sunan Abu Dawud dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa ada seorang laki-laki berkata : ‘Wahai Rasulullah, (bagaimana bila ,-penj) seorang laki-laki ingin berjihad di jalan Allah sementara dia juga mencari kehidupan duniawi?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dia tidak mendapatkan pahala” Orang tadi mengulangi lagi pertanyaannya hingga tiga kali dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab sama, “Dia tidak mendapatkan pahala” [2]

Demikian pula hadits yang terdapat di dalam kitab Ash-Shahihain dari Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang hijrahnya karena ingin meraih kehidupan duniawi atau untuk mendapatkan wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya hanya mendapatkan tujuan dari hijrahnya tersebut” [3]

Jika persentasenya sama saja, tidak ada yang lebih dominan antara niat beribadah dan non ibadah ; maka hal ini masih perlu dikaji lebih lanjut. Akan tetapi, pendapat yang lebih persis untuk kasus seperti ini adalah sama juga ; tidak mendapatkan pahala sebagaimana orang yang beramal karena Allah dan karena selain-Nya juga.

Perbedaan antara jenis ini dan jenis sebelumnya (jenis kedua), bahwa tujuan yang bukan untuk beribadah pada jenis sebelumnya terjadi secara otomatis. Jadi, keinginannya tercapai malalui perbuatannya tersebut secara otomatis seakan-akan yang dia inginkan adalah konsekuensi logis dari pekerjaan yang bersifat duniawi itu.

Jika ada yang mengatakan, “Apa standarisasi pada jenis ini sehingga bisa dikatakan bahwa tujuannya yang lebih dominan adalah beribadah atau bukan beribadah?”

Jawabannya, standarisasinya bahwa dia tidak memperhatikan hal selain ibadah, maka hal itu tercapai atau tidak tercapai, telah mengindikasikan bahwa yang lebih dominan padanya adalah niat untuk beribadah, demikian pula sebaliknya.

Yang jelas perkara yang merupakan ucapan hati amatlah serius dan begitu urgen sekali. Indikasinya, bisa hadi hal itu dapat membuat seorang hamba mencapai tangga ash-Shiddiqin, dan sebaliknya bisa pula mengembalikannya ke derajat yang paling bawah sekali.

Sebagian ulama Salaf berkata, “Tidak pernah diriku berjuang melawan sesuatu melebihi perjuangannya melawan (perbuatan) ikhlas”

Kita memohon kepada Allah untuk kami dan anda semua agar dianugrahi niat yang ikhlas dan lurus di dalam beramal.

[Kumpulan Fatwa dan Risalah dari Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 1, hal. 98-100]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Albalad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
__________
Foote Note.
[1]. Shahih Muslim, kitab Az-Zuhd (2985)
[2]. Sunan Abu Daud kitab Al-Jihad (2516), Musnad Ahmad, Juz II, hal. 290, 366 tetapi di dalam sanadnya terdapat Yazid bin Mukriz, seorang yang tidak diketahui identitasnya (majhul) ; lihat juga anotasi dari Syaikh Ahmad Syakir terhadap Musnad Ahmad no. 7887
[3]. Shahih Al-Bukhari, kitab Bad’u Al-Wahyi (1), Shahih Muslim, kitab Al-Imarah (1907)

Read More......

Pertemuan Besar di Malaysia: ESQ Mengandung Kesesatan, Seluruh Produknya Harus Ditarik

Telah terjadi pertemuan besar di Kuala Lumpur Malaysia, Rabu (23/2 2011) bertajuk “Penjelasan Latar Belakang Keluarnya Fatwa tentang ESQ” oleh Mufti Datuk Haji Wan Wahidi bin Wan Teh (Mufti resmi Wilayah Persekutuan Malaysia).

Pertemuan itu menghadirkan Farid Achmad Okbah dari Indonesia dan Professor Zakaria Stapa guru besar tasawuf dan pemikiran Islam dari Universiti Kebangsaan Malaysia.

Dari pembicaraan yang berlangsung, menurut keterangan Farid lewat telepon kemarin, dapat ditarik kesimpulan, ESQ Ary Ginanjar mengandung kesesatan dan harus diperbaiki, serta ada pengakuan. Juga harus menarik seluruh produk ESQ dari pasaran.

Acara itu dihadiri seribu orang lebih di antaranya para mufti dan pejabat serta kalangan akademisi, termasuk hadir pula GM ESQ Malaysia, Marhaini.

ESQ (The Emotional and Spiritual Quotient) adalah sebuah lembaga training sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

ESQ yang berpusat di menara 165 jalan TB Simatupang Jakarta Selatan dan digawangi oleh Ary Ginanjar Agustian, telah mentraining puluhan ribu orang dengan konsep keseimbangan antara Emosi, Spiritual dan intelektual.

Kesesatan ESQ Telah Dikaji

Pertemuan besar di Kuala Lumpur itu, menurut Ustadz Farid menirukan penuturan Mufti tersebut, menjelaskan latar belakang difatwakannya kesesatan ajaran ESQ. Dikemukakan bahwa dikeluarkannya fatwa sesat tentang ajaran ESQ itu dengan pengkajian yang teliti, bahkan paling teliti di antara fatwa-fatwa yang telah dikeluarkannya.

Sebagaimana ramai diberitakan sejak pertengahan tahun 2010 keluar fatwa mufti wilayah persekutuan Malaysia yang ditandatangani oleh Datuk Hj. Wan Zahidi bin Wan Teh tentang sesatnya ESQ. Difatwakan, ajaran yang dipopulerkan oleh Ary Ginanjar ini adalah ajaran sesat dan harus dihindari. Melalui kajian, akhirnya mereka memutuskan bahwa ajaran ESQ yang mengusung ide 7 Budi Utama dan bercita-cita akan menuju Indonesia Emas pada tahun 2020 ini, difatwakan sesat berdasarkan sebuah fatwa tertanggal 10 Juni 2010.

Dalam fatwanya Mufti wilayah persekutuan Malaysia menjelaskan alasan kesesatan ESQ Ary Ginanjar, berikut ringkasan fatwanya:

· ESQ mendukung paham liberalisme yang menafsirkan nash-nash agama (al-quran dan sunnah) secara bebas.

· ESQ menuduh para Nabi mencapai kebenaran melalui pengalaman dan pencarian dan ini bertentangan dengan aqidah Islam tentang Nabi dan Rasul.

· ESQ mencampuradukkan ajaran spritual bukan Islam dengan ajaran spiritual Islam.

· ESQ menekankan konsep ’suara hati’ sebagai rujukan utama dalam menentukan baik atau buruknya sebuah perbuatan.

· ESQ menjadikan logika sebagai sumber rujukan utama.

· ESQ mengingkari mukjizat karena dianggap tidak dapat diterima akal.

· ESQ menyamakan bacaan Al-fatiha sebanyak 17 kali dalam shalat dengan ajaran Bushido Jepang yang berlatar belakang ajaran Buddha.

· ESQ menafsirkan kalimat syahadat dengan “triple one”.

Demikian ringkasan singkat fatwa Mufti wilayah persekutuan Malaysia yang ditandatangani oleh Datuk Hj. Wan Zahidi bin Wan Teh yang merupakan mufti resmi wilayah persekutuan Malaysia. (erm, Selasa, 06/07/2010 17:04 WIB).

Di Indonesia ramai dibicarakan

Sementara itu di Indonesia belum lama ini diberitakan bahwa dua orang MUI (Majelis Ulama Indonesia) memberi sertifikat kepada ESQ dan menyebutnya sesuai syari’at. Maka di milis beredar komentar, keadaan ini mirip dengan kasus judi lotre dengan sebutan Porkas, ada tokoh MUI yang menghalalkannya. Alasannya, lotre porkas itu bukan judi karena tidak berhadap-hadapan. Yang namanya judi harus berhadap-hadapan, kilah tokoh MUI. Kemudian judi lotre itu pun marak dan diganti nama menjadi SDSB. Masyarakat pun banyak yang kedanan (tergila-gila) judi lotre itu di zaman Soeharto. Para ulama dan tokoh Islam resah. Akhirnya MUI memfatwakan, SDSB hukumnya haram.

Dalam kasus ESQ, masih ada lembaga-lembaga Islam yang mampu mengkajinya. Bahkan Dewan Dakwah telah berjanji mengkajinya. Sedang di masyarakat tersebar bukti-bukti penyimpangan ESQ, bahkan peniliti di Belanda menengarai ESQ mengambil ajaran kebatinan baru (spiritual) NAM (New Age Movement) dipadu dengan Islam, sehingga sifatnya sinkretis.

Dalam buku pun beredar sejumlah penyimpangan ESQ baik yang telah dideteksi lama seperti yang tercantum di buku Pangkal Kekeliruan Golongan Sesat terbitan Pustaka Nahi Munkar Surabaya/ Jakarta, dan yang penyimpangannya ditemukan baru seperti yang diuraikan di buku Lingkar Pembodohan dan Penyesatan terbitan Nahi Munkar pula. Kabarnya buku yang di antaranya mengkritisi ESQ itu akan beredar di Islamic Book Fair 2011 di Senayan Jakarta 4-13 Maret 2011.

Kritikan tegas terhadap ESQ pun tanpa tedeng aling-aling, seperti berita ini:
Ajaran ESQ Sesat dan Menyesatkan

The Emotional and Spiritual Quotient (ESQ) yang diajarkan Ary Ginanjar Agustian selama 10 tahun belakangan ini ternyata sesat dan menyesatkan. Pasalnya, training ESQ yang sudah diikuti lebih dari 850.000 orang di Indonesia, Malaysia, Australia, Belanda dan AS dengan biaya amat mahal itu, ternyata mengandung ajaran sinkretisme, liberalisme, pluralisme dan dapat menjadikan zindiq dan kufur.

Maka benarlah apa yang dikatakan Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia, Datuk Haji Wan Zahidi Bin Wah Teh, yang melarang ajaran ESQ Ary dikembangkan di Kuala Lumpur, Putra Jaya dan Labuan Malaysia, karena dianggap sesat dan menyimpang dari aqidah Islam.

Demikian antara lain kesimpulan dari diskusi Forum Komunikasi Sosial dan Kemasyarakatan (FKSK) ke 58 yang diadakan di Gedung Intiland, Jakarta, Kamis (29/7). Turut berbicara KH Amin Djamaluddin (Direktur LPPI), KH Anwar Ibrahim (Ketua Komisi Fatwa MUI), Bernard Abdul Jabbar (Mantan Missionaris Kristen) dan KH Muhammad Al Khaththath (Sekjen FUI). Sedangkan Ary Ginanjar Agustian (Presdir ESQ Leadership Centre) yang sudah berkali-kali menyatakan bersedia hadir ternyata mengingkari janji dengan dalih ada undangan ke Malaysia. (Abdul Halim) Sumber: Suaraislam, Jum’at, 30 Jul 2010.

Tampaknya Malaysia lebih tegas dalam mengawal aqidah dibanding Indonesia. Sehingga yang sesat-sesat seperti Syi’ah, Islam Jamaah (LDII), dan liberal (sepilis: sekuleris, pluralis agama, dan liberalis) tidak bebas berkeliaran untuk menjajakan kesesatannya. Yang terakhir ESQ Ary Ginanjar pun difatwakan sesat oleh seorang Mufti lalu dikuatkan lagi dalam pertemuan besar tersebut. (haji).

(nahimunkar.com)

Read More......

Lingkar Pembodohan dan Penyesatan Ummat Islam

Lingkar Pembodohan dan Penyesatan Ummat Islam

Lingkar Pembodohan dan Penyesatan Ummat Islam dengan aneka macam pelanggaran dari yang paling besar yakni pemusyrikan sampai yang dianggap sepele padahal berbahaya dimuat di buku ini.

iklan-buku01

Ini buku Karya Hartono Ahmad Jaiz dkk terbitan Pustaka Nahi Munkar Surabaya/ Jakarta yang hadir di Pameran Buku Islam (Islamic Book Fair –IBF) 2011/ 1432H, di Istora Senayan Jakarta, 4-13 Maret 2011, di Stand Nomor 74 Sukses Publishing.

Pembodohan dan penyesatan adalah kedhaliman. Sedang sasarannya adalah Ummat Islam. Buku ini mengharapkan, yang berbuat dhalim agar berhenti. Sedang Ummat yang dibodohkan dan disesatkan hendaknya menyadari, mereka dalam keadaan didhalimi, hingga menyelamatkan diri sebaik-baiknya.

Keterjerumusan dalam kebodohan, kesesatan, dan kemaksiatan masih dapat disadari bila memang wujudnya jelas-jelas maksiat yang diketahui secara pasti bahwa itu adalah dosa. Namun kadang maksiat itu justru “dinikmati” ketika sendirian, atau ketika dirasa tidak dilihat orang walau anak kecil sekalipun. Di saat itulah kadang manusia terlena, lalu menikmati kemaksiatan, tanpa canggung, tanpa gugup, karena merasa tidak ada yang melihatnya.

Di kala diam-diam seseorang bermaksiat, dan kini sarana canggih pun sudah banyak untuk itu, maka perlu tahu dan menyadari, bahwa perbuatan itu sangat berbahaya. Bahkan dalam hadits dikemukakan, akibat dari ketika di dunia diam-diam menikmati maksiat, merasa tidak ada yang melihatnya, sedang ketika di depan orang-orang tampaknya shalih, maka di akherat dia mengusung pahala sebesar gunung Tihamah, tetapi akhirnya musnah.

Betapa ruginya.

Jadi tidak cukup hanya terhindar dari aneka pelanggaran yang dibahas dengan aneka peristiwanya di buku ini, namun masih pula harus menghindari kemaksiatan yang diam-diam, tersembunyi, yang dihiasi dengan menampakkan diri sebagai orang baik-baik bahkan shalih. Maka kalau kita pernah melakukannya, hendaklah segera bertaubat, dan tidak mengulanginya lagi.

Di antara praktek pembodohan dan penyesatan adalah lewat apa yang disebut kuburan keramat.

Berikut ini buku Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara yang akan dibedah di IBF Senayan Jakarta.

Siapa Pembesar yang Jadi ‘Pasien’ Kuncen Kuburan?

iklan-buku02

Banyak hal diungkap di buku ini

Mau tahu siapa di antara para pembesar yang jadi ‘pasien’ kuncen (juru kunci) kuburan yang dianggap keramat?

Buku karya Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah Tede berjudul Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara ini bisa disimak dan menyibaknya. Banyak hal yang diinformasikan dari buku setebal 326 halaman seharga Rp55.000,- ini.

Percaya atau tidak, yang mengerubungi kuburan-kuburan yang mereka anggap keramat di negeri ini dari tingkat jembel sampai pembesar.

Mau tahu berapa penghasilan tukang ojek di kuburan Sunan Muria yang “mangkal’ di pemberhentian mobil untuk antar jemput ke arah kuburan yang ada di Gunung Muria di Jawa Tengah bagian utara?

Tidak tanggung-tanggung. Sehari semalam ketika menjelang Bulan Ramadhan (Sya’ban 2007M/ 1428H), ada tukang ojek yang mengaku mampu meraup Rp3 juta. Berarti menunjukkan betapa berjubelnya orang yang datang hilir mudik ke kuburan itu.

Adakah masjid di negeri ini yang sampai seramai itu pengunjungnya?

Mau tahu tentang kuburan-kuburan keramat di Nusantara dengan aneka ceritanya?

Mau tahu pula tentang bagaimana asal mula manusia ini sampai mengadakan upacara peringatan orang meninggal, peringatan empat puluh hari misalnya?

Mau tahu pula tentang apa arti istilah sadranan atau nyadran yang setiap menjelang bulan Puasa banyak manusia ke kuburan-kuburan?

Apakah itu semua dari ajaran Islam?

Apa saja yang dilakukan oleh para juru kunci di berbagai kuburan yang dikeramatkan, dan bagaimana mereka sampai jadi juru kunci?

Juga mau tahu tentang metode meraup duit di kuburan-kuburan yang dianggap keramat?

Bagaimana pula ceritanya, orang ke kuburan tertentu justru disyaratkan untuk berzina?

Masih banyak lagi hal-hal aneka macam yang dibahas di buku yang baru saja diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar Jakarta setebal 326 halaman ini. Buku ini karya Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah Tede, yang begitu terbit langsung akan dibedah di pameran besar bergengsi, Islamic Book Fair (IBF) 2011/ 1432H di Jakarta 4-13 Maret 2011.

Bedah Buku Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara

Acara bedah buku di Islamic Book Fair 2011 Istora Senayan Jakarta di antaranya menggelar:

Tema acara : Bedah Buku Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara

Hari/tanggal : Kamis, 10 Maret 2011

Waktu : pukul 13.00 - 15.00

Tempat : Ruang Anggrek Lt. 2, Istora Gelora Bung Karno Senayan Jakarta

Nara sumber: Hartono Ahmad Jaiz (penulis) & KH Cholil Nafis, MA (MUI Pusat)

Moderator : Abduh Zulfidar Akaha, Lc.

Menurut panitia, acara ini untuk umum dan tidak dipungut biaya. (haji)

(nahimunkar.com)

Read More......

Adab Kepada Ahli Bait Dan Haramnya Mengaku Ahli Bait Tanpa Hak

Oleh
Ustadz Abu Abdillah Al-Atsari

ADAB KEPADA AHLI BAIT
[1]. Mengagungkan Mereka Dengan Pantas
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah berada di pertengahan dalam mencintai ahli bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam [6]. Mereka tidak berlebihan dan tidak pula merendahkan. Pengagungan yang dilandasi dengan keadilan, tidak sekedar hawa nafsu. Kita mengagungkan seluruh kaum muslimin dan muslimat dari keturunan Abdul Mutholib dan para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mencintai seluruhnya. Apabila ahli bait itu termasuk seorang sahabat, maka kita menghormatinya karena keimanan, ketaqwaan, kebersamaannya dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan karena termasuk keluarga beliau. Apabila bukan termasuk shahabat maka kita mencintai karena keimanan dan keberadaannya sebagai ahli bait.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Dan terhadap ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku”. Beliau mengulang ucapannya sampai tiga kali” [HR Muslim : 24028]

Sungguh, cerminan perilaku salaf dalam mengagungkan ahli bait sangatlah tinggi. Simaklah penuturan berikut ini.

Abdullah bin Hasan bin Husain bin Ali bin Abi Thalib pernah masuk menemui Umar bin Abdul Aziz dalam suatu keperluan, lantas Umar bin Abdul Aziz berkata: “Apabila engkau mempunyai kebutuhan kepadaku, maka kirimlah utusan atau tulislah surat, karena aku malu kepada Allah apabila Dia melihatmu di depan pintu rumahku” [Asy-Syifa 2/608, Lihat Dam’ah Ala Hubb Nabi, hal. 51]

Asy-Sya’bi berkata : “Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu suatu ketika menshalati ibunya yang telah meninggal. Ketika telah selesai, maka untanya di dekatkan kepadanya agar dinaiki. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma kemudian datang mendekat dan mengambil tali kekang (untuk Zaid Radhiyallahu ‘anhu). Melihat hal itu, Zaid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Biarkan, wahai anak paman Rasulullah”. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma menimpali : “Demikianlah seharusnya kita bersikap kepada ulama”. Maka Zaid Radhiyallahu ‘anhu mencium tangan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma dan membalas : “Demikianlah kita diperintahkan untuk berbuat kepada ahli bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Asy-Sifa 2/608]

Ahlus Sunnah dalam masalah ini, merupakan orang yang paling berbahagia dalam melaksanakan wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Mereka mencintai dan mendudukkan ahli bait sesuai dengan proporsinya yang pantas, tidak berlebih-lebihan. Hal ini berbeda dengan para pengekor hawa nafsu dari kalangan Rafidhah dan yang semisalnya yang ghuluw terhadap sebagian dan merendahkan sebagian yang lain, bahkan boleh dikata mereka mencela kebanyak ahli bait. Sebagai contoh sikap ghuluw mereka kepada ahli bait yaitu keyakinan mereka adanya imam dua belas, yang dimaksud Ali, Hasan, Husain dan sembilan anak keturunan Husain!!?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : “Orang yang paling jauh dalam melaksanakan wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah orang-orang Rafidhah, mereka memusuhi Al-Abbas Radhiyallahu ‘anhuma dan keturunannya, bahkan boleh dikata mereka memusuhi kebanyakan ahli bait” [Majmu Fatawa 4/419]

Andaikan kita renungi dengan akal yang jernih, niscaya setiap orang yang masih punya sedikit ilmu saja akan memastikan bahwa ini adalah kedustaan dan bualan Rafidhah kepada para imam, dan tentu para imam berlepas diri dari itu semua.

“Artinya : Wahai Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena Engkau-lah yang Maha Pemberi karunia” [Ali-Imran : 8]

[2]. Mencintai Dan Mendo’akan Kebaikan
Berdasarkan keumuman firman Allah yang berbunyi.

“Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a : “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantuan lagi Maha Penyayang” [Al-hasyr : 10]

Imam Bukhari telah meriwayatkan dalam kitab shahih-nya bahwa Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu : “Sungguh aku lebih senang menyambung tali kekerabatan kepada keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada keluargaku sendiri” [HR Bukhari : 3712]

Masih dalam Shahih Bukhari bahwasanya Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu ketika pulang dari shalat Ashar ia melihat Hasan Radhiyallahu anhu sedang bermain-main bersama anak-anak yang lain di jalan. Lalu Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu menggendong Hasan Radhiyallahu ‘anhu di atas pundaknya sambil berkata “Demi bapakku yang menjadi tebusan, Hasan lebih mirip Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan dengan Ali Radhiyallahu ‘anhu. Mendengar hal itu Ali Radhiyallahu ‘anhu hanya bisa tertawa” [HR Bukhari : 3542]

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkomentar : “Hadits ini menunjukkan keutamaan Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu dan kecintaannya kepada kerabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Fathul Bari 6/694]

Syaikhul Islam rahimahullah berkata : “Ahlus Sunnah wal Jama’ah mencintai ahli bait dan berloyalitas kepada mereka. Ahlus Sunnah selain menjaga wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berkata pada hari Ghodir Khum : Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku” [Syarah Al-Aqidah Al-Washitiyyah 2/273] [7]

[3]. Membela Dari Hujatan
Termasuk bentuk membela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah membela ahli bait dan keluarganya, lebih-lebih para istri beliau, khususnya Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma yang Allah telah sucikan dirinya dari segala tuduhan. Allah berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa diantara mereka yang mengambil bagian yang besar dalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar” [An-Nur : 11]

Imam Ibnu Hazm rahimahullah telah membawakan sanadnya sampai kepada Hisyam bin Ammar dia berkata : Aku telah mendengar Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Barangsiapa yang mencela Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘anhuma berhak dicambukl. Dan barangsiapa yang mencela Aisyah Radhiyallahu ‘anha berhak dibunuh”. Imam Malik ditanya, mengapa orang yang mencela Aisyah Radhiyallahu ‘anha dibunuh? Beliau menjawab : “Karena Allah telah berkata tentang Aisyah Radhiyallahu ‘anha dalam firmanNya:

“Artinya : Allah memperingatkan kamu agar jangan kembali berbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman” [An-Nur : 17]

Imam Malik rahimahullah berkata : “Barangsiapa yang menuduh Aisyah Radhiyallahu ‘anha, sungguh ia telah menyelisihi Al-Qur’an. Dan orang yang menyelisihi Al-Qur’an berhak dibunuh”. Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkomentar : “Perkataan Imam Malik ini benar, karena hal itu merupakan kemurtadan yang nyata dan pelakunya berarti telah mendustakan Allah dalam ketegasanNya terhadap kesucian Aisyah Radhiyallahu ‘anha” [Al-Muhalla 13/503] [8]

[4]. Jangan Mencela
Imam Bukhari dalam kitab shahih-nya telah menceritakan bahwasanya Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Perhatikan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keluarganya” [HR Bukhari : 3713]

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan perkataan di atas : “Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu menghimbau manusia dan berwsiat kepada mereka. Maksudnya adalah agar manusia menjaga ahli bait, janganlah kalian menyakitinya dan berbuat jelek kepada mereka” [Fathul Bari 7/101]

[5]. Menasehati Ahli Bait Yang Bersalah
Ketahuilah wahai saudaraku! Ahli bait adalah manusia biasa, tidak ma’shum dan kesalahan. Mereka ada yang shalih dan ada yang fajir. Kemulian nasab ahli bait tidak akan berarti sama sekali apabila tidak diiringi dengan keimanan dan ketaqwaan. Karena orang yang mulia di sisi Allah adalah orang yang beriman dan bertaqwa. Allah berfirman.

“Artinya : …Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu” [Al-Hujurat : 13]

Apalah artinya status sebagai ahli bait tetapi senang berbuat syirik, bid’ah, dan maksiat??! Tentunya tidak berguna kemuliaan nasabnya itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang lambat amalannya, maka nasabnya tidak dapat mempercepat” [HR Muslim : 2699, Ahmad 2/252, Abu Dawud : 3643, Tirmidzi : 2646, Ibnu Majah : 225, Darimi 1/99, Baghowi : 127, Ibnu Hibban : 84]

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata : “Maknanya, bahwa amalan itulah yang menghantarkan seorang hamba mencapai derajat akhirat. Allah berfirman.

“Artinya : Dan tiap-tiap orang memperoleh derajat-derajat seimbang dengan apa yang dia kerjakan” [Al-An’am : 132]

Maka barangsiapa yang lambat amalannya untuk sampai pada derajat tertinggi di sisi Allah, nasabnya juga tidak akan mempercepatnya untuk mencapai derajat tinggi tersebut, karena Allah mengiringkan balasan itu seimbang dengan amalan, bukan dengan nasab” [Jami’ul Ulum wal Hikam 2/308]

Akan tetapi, apabila kita melihat ahli bait yang bersalah, nasehatilah dengan baik, karena mereka pun kaum muslimin, berhak menerima nasehat. Nasehatilah bahwa perbuatannya menyelisihi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pantas dikerjakan, imbasnya akan banyak ditiru oleh manusia lantaran status ahli bait terpandang. Nasehati dengan kelembutan, maafkan apabila bersalah.

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah ketika berada pada hari-hari yang penuh cobaan, beliau dipukul dan diikat. Kemudian beliau dibawa ke hadapan Khalifah Al-Watsiq. Al-Watsiq berkata : “Lepaskan ikatan tangan Syaikh”. Tatkala ikatan telah terlepas, Imam Ahmad rahimahullah hendak mengambilnya, Al-Watsiq pun bertanya : “mengapa engkau hendak mengambil ikatan tali itu?”. Imam Ahmad rahimahullah menjawab : “Karena aku berniat untuk berwasiat agar tali ikatan ini disatukan dalam kain kafanku, hingga aku bisa menuntut balas pada hari kiamat atas perbuatan zholim kamu”. Imam Ahmad rahimahullah menangis dan Al-Watsiq pun menangis sambil meminta agar dihalalkan. Imam Ahmad rahimahullah menjawab : “Sungguh aku telah memaafkanmu sejak hari pertama siksaan ini, demi memuliakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena kamu termasuk keturunan ahli baitnya!!” [Siyar A’lam An-Nubala 11/315]

[6]. Besholawat Kepada Mereka
Berdasarkan hadits Ka’ab bin Ujroh : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menemui kami, dan kami pun bertanya kepadanya : “Kami sudah mengetahui bagaimana mengucapkan salam kepadamu, sekarang bagaimana kami bershalawat kepadamu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Ucapkanlah.

“Artinya : Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia” [HR Bukhari : 4797, Muslim 4/126]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Demikian pula ahli bait Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai hak-hak yang wajib dijaga. Sungguh Allah telah menjadikan bagi mereka hak dalam seperlima harta ghonimah dan fa’i, dan telah memerintahkan kita untuk bershalawat kepada mereka dan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Majmu Fatawa 3/407]

HARAMNYA MENGAKU AHLI BAIT TANPA HAK
Sungguh di zaman kita sekarang banyak sekali dari keturunan Arab maupun orang non Arab yang mengaku dan menyandarkan bahwa dia ahli bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di negeri kita santer istilah Habib yang katanya mereka itu masih keturunan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam alias ahli bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalau pengakuannya memang benar dan ia mu’min sungguh Allah telah mengumpulkan pada dirinya antara kemuliaan iman dan kemuliaan nasab. Akan tetapi, lain masalahnya jika pengakuannya hanya sekedar omong kosong, maka orang yang semacam ini telah menerjang keharaman yang besar dia bagaikan orang yang pura-pura kenyang dengan sesuatu yang tidak diberi!! Benarlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi.

“Artinya : Orang yang pura-pura kenyang dengan apa yang tidak diberi, ibaratnya seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan” [HR Muslim : 2129]

Keharaman mengaku atau menyandarkan pada suatu kaum yang bukan haknya telah tegas dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya.

“Artinya : Tidaklah seseorang mengaku-aku kepada bukan bapaknya sedang ia tahu, kecuali ia telah kafir [9] kepada Allah. Dan barangsiapa yang mengaku bahwa dia termasuk kaum ini padahal bukan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka” [HR Bukhari : 3508, Muslim : 112]

Inilah yang dapat kami kumpulkan tentang ahli bait, keutamaan dan adab kepada mereka. Kita memohon kepada Allah taufiq-Nya, kefaqihan dalam agama, dan tegar di atas kebenaran. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Mengabulkan do’a. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para shahabatnya. Amin Allahu A’lam

[Disalin dari Majalan Al-Furqon Edisi 08 Tahun VI/Robi’ul Awal 1428 [April 2007]. Rubrik Tazkiyatun Nufus. Diterbitkan Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]
__________
Foote Note
[6]. Kewajiban mencintai ahli bait telah ditegaskan oleh Imam Al-Baihaqi, Al-baghowi, Asy-Syafi’i, dan lain-lain. Lihat Ihya Al-Mayyit fi Fadha’il Ali Al-bait oleh As-Suyuthi.
[7]. Dalam tempat yang lain beliau berkata : “Demikian pula ahli bait Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, wajib mencintai mereka, berloyalitas dan menjaga hak-hak mereka” (Majmu Fatawa 28/491)
[8]. Ahkam Al-Qur’an 3/1356 oleh Ibnul Arabi, Asy-Syifa 2/267 oleh Al-Qadhi Iyadh 2/267, Ash-Shorimul Maslul hal. 571
[9]. Kafir disini maknanya adalah kufur nikmat, bukan kufur akbar (besar) yang mengeluarkan pelakunya dari Islam (red).

Read More......

Pokok-Pokok Segala Kebaikan Dunia

Oleh
Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim

Saudaraku tercinta…
Pokok-pokok segala kebaikan adalah engkau mengetahui bahwa apa saja yang dikehendaki oleh Allah, niscaya akan terwujud dan apa saja yang tidak dikehendaki oleh-Nya, niscaya tidak akan pernah terwujud, sehingga yakinlah pada saat ini bahwa segala kebaikan adalah karunia dari-Nya, maka kita dapat mensyukuri-Nya dan tunduk kepada-Nya dengan harapan semoga kebaikan tersebut tidak pernah terhenti darimu. Adapun kejelekan adalah siksaan dari-Nya, maka berdo’alah agar engkau terhalang darinya dan berdo’alah agar Allah tidak menyerahkanmu kepada dirimu sendiri dalam melakukan kebaikan dan juga meninggalkan kejelekan.[1]

Ketika Ibrahim bin Ad-ham ditanya, “Bagaimana keadaanmu?” Beliau menjawab:

Kita menambal dunia kita dengan menyobek-nyobek agama,
akhirnya agama tidak tersisa dan tidak ada dunia yang tertambal.
Kebahagiaanlah bagi orang yang lebih menghadap Allah sebagai Rabb-nya,
dan berderma dengan dunia untuk hari yang akan datang.

Sesungguhnya di antara tanda-tanda cinta kepada dunia adalah mencintai ahli dunia (orang kaya), menjilat mereka, saling mencintai, dan tidak mengingkari terhadap kemunkaran mereka. Sufyan ats-Tsauri memperkuat ungkapan tersebut dengan perkataan-nya, “Sungguh aku mengetahui seseorang mencintai dunia dari penyerahan dirinya kepada penduduk dunia.”[2]

Lihatlah seorang fakir yang shalih dan selalu menjaga kehormatannya… orang yang mencintai dunia sama sekali tidak mau berbicara dengannya. Bahkan jika mengucapkan salam pun, dia mengucapkannya dengan salam yang penuh dengan rasa takut bahwa kefakirannya akan menular kepadanya… sebuah salam yang hanya diucapkan dengan ujung jari dan pertanyaan akan keadaannya pun diucapkan dengan muka yang masam tanpa adab.

Wahai saudaraku! Lihatlah ke sebelah kanan bagaimana mereka semua berdiri? Mereka semua menyambut siapa yang datang? Ternyata yang datang adalah penduduk dunia, orang kaya, yaitu orang-orang yang penuh dengan dinar dan dirham… walaupun kenyataannya mereka sama sekali tidak shalat.

Bahkan mungkin saja telinga mereka tuli, hidung mereka tersumbat, dan perbuatan mereka sangat buruk. Akan tetapi lihatlah perbedaan antara orang yang jika bersumpah kepada Allah, maka keinginannya itu akan dikabulkan, kenapa mereka tidak menanyakannya jika dia tidak ada atau sebaliknya? Bandingkanlah ia dengan seseorang yang sama sekali tidak sebanding dengan satu sayap lalat pun disisi Allah, bagaimana mereka semua menyambutnya? Itulah dunia….

Ketahuilah sesungguhnya dunia itu tidak kekal dan manusia hanyalah berita bagi mereka yang hidup setelahnya.

‘Abdullah bin ‘Aun berkata, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kita menyempatkan kehidupannya untuk dunia dengan sisa hidupnya untuk akhirat, sedangkan kalian menyempatkan kehidupan kalian untuk akhirat dengan sisa hidup kalian untuk dunia.”[3]

Saudaraku sesama muslim!
Sesungguhnya umur dunia itu sangatlah pendek dan orang yang paling kaya di dalamnya adalah orang yang fakir. Aku melihatmu seakan-akan berada di halaman kematian, bau pengasingan telah kucium sebelum engkau melakukan perjalanan. Aku melihat tanda keyatiman pada diri seorang anak sebelum ayahnya meninggal, karena itu bangunlah dari lingkaran kelalaian! Berhati-hatilah dari sikap mabuk terhadap dunia dan hilangkanlah kecintaan akan dunia pada dirimu, karena seorang hamba jika me-mejamkan matanya dan pergi, maka dia akan mengharapkan untuk kembali. Lalu dikatakan kepadanya, “Sama sekali tidak mungkin.”[4]

Suatu hari dalam kehidupan manusia dunia itu akan pergi, sedangkan akhirat akan datang… sesuatu yang sebelumnya jauh akan menjadi dekat… dan sesuatu yang engkau lihat dari orang-orang yang telah pergi meninggalkan dunia akan dilihat pula oleh orang yang hidup dalam dirimu sendiri… kematian yang tiba-tiba atau penyakit yang menyerang… atau engkau berada di atas tempat tidur, dan tak lama kemudian engkau dalam kelalaian dibawa ke kuburan… semuanya adalah pelajaran yang dapat disaksikan, sedangkan kita tertidur.

Celakalah bagi orang yang mencari dunia fana,
padahal apa yang dia lakukan seakan-akan hanyalah mimpi.
Yang jernih darinya keruh, yang indah darinya mencelakakan,
yang aman darinya adalah tipuan dan cahayanya adalah kegelapan.
Masa mudanya adalah tua, kesenangannya adalah sebuah kesengsaraan,
kenikmatannya adalah sebuah kesengsaraan dan adanya adalah sebuah ketiadaan.

Ahli dunia tidak akan sadar dari kekerasannya,
walaupun dia memiliki apa yang dikumpulkan oleh Iram (suatu bangsa).
Tinggalkanlah ia dan janganlah engkau condong kepada kemegahannya,
karena sesungguhnya ia adalah sebuah kenikmatan di balik kesengsaraan.
Dan bekerjalah engkau untuk sebuah alam kenik-matan yang tidak ada akhir,
tidak akan ada mati dan masa tua yang ditakuti di dalamnya.[5]

Abu Hazim berkata, “Barangsiapa yang mengenal dunia, niscaya dia tidak akan senang dengan kemegahan yang ada di dalamnya dan tidak akan bersedih dengan bencana yang ada di dalamnya.”

‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu berkata, “Siapa yang menyatukan enam hal dalam dirinya, berarti dia tidak meninggalkan satu jalan pun menuju Surga dan satu pintu pun untuk lari dari Neraka.

(1) Orang yang mengenal Allah dan mentaati-Nya,
(2) Orang yang mengenal syaitan dan menjauhinya,
(3) Orang yang mengenal kebenaran dan mengikutinya,
(4) Orang yang mengenal kebathilan dan menjaga diri darinya,
(5) Orang yang mengenal dunia dan menolaknya, dan
(6) Orang yang mengenal akhirat dan mencarinya.”[6]

Berbaik sangka terhadap hari-hari adalah sesuatu yang melemahkan,
maka berburuk sangkalah kepadanya dan tumbuhkanlah rasa takut.

Hal ini -saudaraku yang mulia- sebagaimana yang diungkapkan oleh Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah, beliau berkata, “Masuk ke dalam dunia sangatlah mudah sedangkan keluar darinya sangatlah dahsyat (sulit).” [7]

Keluar dari dunia adalah sebuah hembusan nafas yang dapat terhenti… beberapa saat yang sangat sulit… pada waktu itu ruh dicabut dengan satu kali cabutan, walaupun untuk sebagian orang keluarnya (ruh) itu mudah, maka sesungguhnya lari di belakang dunia dan terengah-engah di belakang kehidupan yang materialitis akan menimbulkan hati yang tercabik-cabik dan menjadikan hati tersebut dipenuhi dengan kegalauan juga kegoncangan jiwa.

Aku melihat dunia di tangan orang-orang yang mendapatkannya,
semakin banyak dunia itu, maka semakin banyak pula kecemasannya.

Ia menghinakan orang yang memuliakannya dengan nilai nol,
dan memuliakan orang yang menghinakannya.

Jika engkau tidak membutuhkan sesuatu, maka ting-galkanlah ia,
dan ambillah sebanyak yang engkau butuhkan.[8]

Saudaraku tercinta…
Jadilah kalian termasuk anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak-anak dunia (tamak terhadapnya), karena sesungguhnya anak akan selalu mengikuti ke mana ibunya pergi. Sedangkan dunia sama sekali tidak sebanding dengan ayunan langkahmu sedikit pun, maka bagaimana engkau bisa berlari di belakangnya?[9]

Gibaskanlah tanganmu dari dunia dan penghuninya
karena bumi telah digali dan banyak orang yang telah mati.[10]

Isteri Hubaib bin Muhammad berkata, “Dia (Hubaib) berkata, ‘Jika aku mati hari ini, maka bawalah aku kepada si fulan agar dia yang memandikanku, lakukanlah hal ini dan buatlah ini.’” Lalu isterinya ditanya, “Apakah hal tersebut merupakan mimpi?” Dia menjawab, “Itu adalah perkataannya setiap hari.”[11]

Saudaraku… . Jika semua orang selalu membutuhkan dunia, maka engkau harus merasa butuh kepada Allah. Jika mereka berbahagia dengan dunia, maka engkau harus berbahagia dengan beribadah kepada Allah. Jika mereka merasa senang dengan orang yang mereka cintai, maka engkau harus merasa senang bersama Allah. Dan jika mereka selalu mendekati raja-raja dan para pembesar mereka serta mendekat kepada mereka agar mendapatkan kedudukan dan kemuliaan, maka kenalilah dan mendekatlah engkau kepada Allah, niscaya engkau akan mendapatkan puncak dari kemuliaan dan kedudukan.[12]

‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah di dalam khutbahnya berkata, “Setiap perjalanan membutuhkan bekal, maka bekalilah diri kalian dengan ketakwaan untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat. Jadilah seperti orang yang benar-benar diancam dengan siksa Allah sehingga kalian merasa takut dan berharap. Dan janganlah merasakan tenggang waktu yang masih panjang sehingga hati menjadi keras dan akhirnya kalian tunduk kepada musuh, karena sesungguhnya panjang angan-angan diperuntukkan bagi orang yang tidak tahu bahwa dia tidak akan menemukan waktu sore ketika dia berada di waktu pagi, dan bagi orang yang tidak tahu bahwa dia tidak akan menemukan waktu pagi ketika dia ada di waktu sore, padahal kematian sebenarnya telah ditetapkan baginya waktu itu. Ketenangan hanyalah didapatkan oleh orang yang meyakini bahwa dirinya akan selamat dari siksa Allah dan keadaan yang menakutkan pada hari Kiamat. Adapun orang yang tidak mengobati dirinya dari penyakit dunia, maka setiap kali dia tertimpa sesuatu bencana, niscaya dia akan mendapatkan luka dari arah lainnya. Jika demikian, bagaimana dia bisa tenang? Aku berlindung kepada Allah dari sikap memerintahkan kalian dengan sesuatu yang dilarang kepada diriku sendiri yang akhirnya diriku akan merugi dan tampaklah kemiskinan diri ini pada suatu hari, yang tidak berharga pada hari itu kecuali kebenaran dan kejujuran.”[13]

Wahai yang lalai akan kematian dan yang telah tertipu dengan angan-angan,
engkau akan meninggalkan sesuatu yang sedikit.

Engkau ingin menyusul mereka tanpa bekal yang engkau persembahkan,
sesungguhnya orang-orang fakir ketika mereka bersiap siaga akan sampai kepada yang diinginkannya.

Janganlah engkau condong kepada dunia dan kemegahannya,
karena sesungguhnya engkau akan meninggalkan dunia yang fana.

Engkau berharap besok akan tiba kemudian setelah besok,
dan banyak sekali orang yang memiliki dasar dikhianati oleh angan-angan.

Inilah masa mudamu yang keindahannya telah pergi,
tidak ada lagi setelah masa mudamu, tidak ada per-mainan dan juga perdebatan.
Bagaimana kamu berhujjah dengan dunia sedang-kan dia telah menebarkan kesehatan, bagi penghuninya sedangkan di dalamnya adalah penyakit.[14]

Muhammad bin Abi ‘Imran berkata, “Aku mendengar Hatim al-‘Asham ditanya oleh seseorang, ‘Atas dasar apa Anda bertawakkal dalam masalah ini?’ beliau menjawab, ‘Atas empat hal: aku tahu bahwa rizkiku tidak akan dimakan oleh seseorang, karena itu hatiku tenang. Aku tahu bahwa amalku tidak akan pernah dilakukan oleh seseorang, karena itu aku sibuk dengannya. Aku tahu bahwa kematian akan datang dengan tiba-tiba, karena itu aku mempersiapkannya. Dan aku tahu bahwa aku selalu ada di dalam pengawasan Allah, karena itu aku malu kepada-Nya.’”

Orang yang pergi ke timur dan barat menyangka bahwa orang asing,
walaupun mereka mulia sebenarnya mereka adalah hina.

Lalu aku menjawab mereka, sesungguhnya orang asing jika bertakwa,
bagaikan penunggang yang pergi dengan mulia.[15]

‘Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah berkata, “Wahai manusia! Persiapkanlah diri kalian untuk kehidupan akhirat, taatilah Allah sesuai dengan kebutuhanmu kepada-Nya, dan bencilah Allah sesuai dengan kesabaranmu di dalam Neraka. ”

Mahasuci Engkau ya Allah, Rabb kami, aku sama sekali tidak dapat menghitung pujian untuk-Mu, Engkau sesuai dengan yang Engkau puji atas diri-Mu, kami berbuat maksiat karena kebodohan kami dan Engkau memaafkan kami dengan kasih sayang-Mu.

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah menggambarkan kehidupan seorang mukmin di dunia ini dengan ungkapannya, “Seorang mukmin di dunia berada dalam keadaan cemas dan sedih… yang ada dalam benaknya hanyalah bekal di perjalanan. Siapa saja yang berada di dunia dengan hati seperti itu, maka tidak ada yang menyibukkannya kecuali menyiapkan diri dengan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya ketika kembali ke negeri asalnya. Dia tidak akan pernah ingin berlomba dengan penduduk asli yang asing baginya dalam mendapatkan kedudukan (kemuliaan), tidak pula merasa takut dengan kedudukan yang rendah di hadapan mereka.”[16]

Sesungguhnya dunia adalah alam yang fana,
sama sekali tidak akan kekal.

Sesungguhnya dunia itu hanya bagaikan rumah,
yang dianyam oleh laba-laba.[17]

Wahib bin al-Ward rahimahullah berkata, “Jagalah dirimu dari sikap mencela iblis secara terang-terangan di hadapan orang lain, sedangkan engkau adalah temannya ketika menyendiri.”

Inilah iblis dan jiwa yang selalu memerintahkan keburukan dan hawa nafsu, semuanya telah melabuhkan kapal-kapalnya untuk menghalangi seorang muslim dari agamanya dan menghiasinya dengan kesulitan, mereka semua bekerja di dunia ini hanya untuk menghalangi seorang muslim dari kebenaran dan menghiasinya dengan kemaksiatan.

[Disalin dari kitab Ad-Dun-yaa Zhillun Zaa-il, Penulis ‘Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim, Edisi Indonesia Menyikapi Kehidupan Dunia Negeri Ujian Penuh Cobaan, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
__________
Footnotes
[1]. Al-Fawaa-id, hal. 127.
[2]. Hilyatul Auliyaa’ (VII/37).
[3]. Shifatush Shafwah (III/101).
[4]. ‘Iddatush Shaabiriin, hal. 329
[5]. Mukaasyafatul Quluub, hal. 329.
[6]. Al-Ihyaa’ (III/221).
[7]. Ibid (III/224).
[8]. Ibid (II/344).
[9]. Al-Fawaa-id, hal. 68.
[10]. Syadzaraatudz Dzahab (III/388).
[11]. Shifatush Shafwah (III/320).
[12]. Al-Fawaa-id, hal. 152.
[13]. Al-Bidaayah wan Nihaayah (IX/283).
[14]. At-Tabshirah (I/49).
[15]. Syadzaraatudz Dzahab (VI/349).
[16]. Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam, hal. 379.
[17]. Asy-Syaafi’i, hal. 54.

Read More......

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP