HUBUNGAN ANTARA BID’AH DENGAN SUNNAH
Oleh
Muhammad bin Husain Al-Jizani
Pengertian lafazh sunnah dan bid’ah tidak jauh berbeda bila ditinjau dari segi lughawi (bahasa) dan syar’i. Berikut penjelasannya.
[1]. Ditinjau Dari Makna Lughawi
Sunnah menurut bahasa berarti juga bid’ah, karena sunnah secara bahasa berarti ath-thariqah (jalan), apakah itu baik ataupun buruk. Oleh sebab itu setiap orang yang memulai suatu hal yang pada akhirnya dilakukan oleh banyak orang sesudahnya, maka hal itu disebut sunnah. [Lihat Al-Mishbah Al-Munir 292]
Jadi sunnah dan bid’ah dalam makna lughawi adalam sama. Di antara contoh penggunaan lafazh sunnah dalam makna lughawi adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa memberi contoh dalam Islam dengan contoh yang baik, maka dia akan mendapatkan pahala (seperti) pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barangsiapa memberi contoh yang jelek, maka dia akan menanggung dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya setelah dia, tanpa mengurangi sedikitpun dosa-dosa mereka” [Hadits Riwayat Muslim 7/102-103]
[2]. Ditinjau Dari Makna Syar’i
Sunnah dalam makna syar’i merupakan kebalikan dari makna syar’i bid’ah, karena sunnah menurut syari’at adalah jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan bid’ah adalah sesuatu yang berseberangan dengan jalan (petunjuk) beliau beserta para sahabatnya. Jadi sunnah dan bid’ah dalam makna syar’i adalah dua lafazh yang saling berseberangan, seperti dalam perkataan Rasulullah.
“Artinya : Tidaklah suatu kaum mendatangkan bid’ah melainkan diangkat semisal bid’ah itu suatu hal dari sunnah, maka berpegang kepada sunnah itu lebih baik daripada mendatangkan bid’ah” [Hadits Riwayat Ahmad dalam Al-Musnad 4/105]
Dalam hadits lain juga disebutkan.
“Artinya : Sesungguhnya setiap ahli ibadah mempunyai semangat, dan setiap semangat itu ada lemahnya, mungkin pada sunnah atau mungkin pada bid’ah. Barangsiapa masa lemahnya pada sunnah, maka dia itu telah mendapat hidayah dan barangsiapa masa lemahnya pada selain itu, maka dia binasa” [Hadits Riwayat Ahmad dalam Musnad-nya 2/158]
[Disalin dari kitab Qawaa’id Ma’rifat Al-Bida’, Penyusun Muhammad bin Husain Al-Jizani, edisi Indonesia Kaidah Memahami Bid’ah, Penerjemah Aman Abd Rahman, Penerbit Pustaka Azzam, Cetakan Juni 2001]
Artikel Terkait:
- Apakah Menara Masjid Menyelesihi Sunnah
- Tidak Isbal pun Bisa Terlarang
- Hukum Mencium Tangan dan Membungkukkan Badan
- Hukum Mencium Tangan dan Membungkukkan Badan
- Kuliah Ikhtilath Penuh Dilema
- Hukum Memakai Toga untuk Wisuda
- Bolehkah Charge (Ngecas) HP di Masjid?
- Adakah Jihad di Zaman Ini?
- Hukum Menjual TV, Video dan PS
- Hukum Nonton Televisi di Zaman Ini
- Menjebak dan Memerangkap Umat Islam
- Ketika Kecantikan dan Harta Menjadi Tujuan Utama
- Buta Islam, Bagaimana Mengobatinya?
- Karena Niat Begitu Berarti …
- Allah Maha Kuasa untuk Mengadzab
- Saya orang indonesia atau orang Islam?
- Berdialog Dengan Teroris (Belajar Dari Pengalaman Arab Saudi Dalam Menumpas Terorisme)
- Kenapa Film yang Dianggap Islami Tidak Mengarah ke Islam?
- Pengertian Dosa Besar
- Tabot, Tabuik dan Nikah Mut’ah
- Serial Aurat Buku Syaikh Idahram-2 (bag. 2)
- Serial Aurat Buku Syaikh Idahram-2 (bag. 1)
- Pembodohan dan Penipuan Terhadap Umat Islam
- Pluralisme Agama, Gagasan Orang Dungu
- Suburnya Aliran Sesat di Indonesia
- Kyai-Kyai NU, dari Hal Membayangkan Zinai Artis Sampai Situs Porno
- Permainan Logika Bung Karno dan Islam yang Tak Dapat Dibendung
- Contoh Nyata Taqlid Buta di Kalangan NU dan PKB
- Waspada! Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” Mengusung Faham Rafidhah (Syi’ah Iran)
- Jawaban terhadap Prof. KH. Said Agil Siradj, M.A. (Ketua Umum PBNU)
0 komentar:
Posting Komentar