..::::::..

Syarah Hadits Ketujuh Arbain Nawawiyah

بسم الله الرحمن الرحيم
الحَدِيْثُ السَّابِعُ
عَنْ أَبِي رُقَـيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ  أَنَّ النَّبِيَّ  قَالَ :  الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ  قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ :  ِللهِ وَ لِكِتَابِهِ وَ لِرَسُوْلِهِ وَ لأَئِمَّـةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ عَامَّتِهِمْ  رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

7. Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad Daarii  bahwasanya Nabi  telah bersabda : “Agama itu adalah nasehat”. Kami bertanya : “Untuk siapa ?”. Nabi  bersabda : “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, Imam-Imam kaum muslimin dan bagi kaum muslimin umumnya”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

KEUTAMAAN HADITS INI
 Dalam hadits ini Rasulullah  menyatakan bahwa "الدين النصيحة" , maka hadits ke-7 ini merupakan salah satu hadits yang penting karena merupakan salah satu penjelas tentang hakikat Ad dien. Dan sebagaimana telah disampaikan pada hadits Jibril (H-2 AN) maka nasehat yang dimaksud meliputi Iman, Islam dan Ihsan. Maka keseluruhan 3 hal inilah yang merupakan hakekat Ad-dien .
 Imam Abu Daud (beliau banyak membicarakan hadits pokok) mengatakan ada 5 hadits yang beredar padanya masalah-masalah fiqh dalam Ad-dien, yakni : Hadits 1, 6,7,9, 32 dari Hadits-hadits Arbain An Nawawi.
 Muhammad bin Aslam Ath Thusi sebagaimana yang dinukil oleh penulis kitab “Hilyatul Auliya” yakni Abu Nu'aim Al-Ashfahany mengatakan bahwa hadits ini termasuk hadits yang pokok dan mengandung 1/4 dari Ad dien.

SAHABAT PEROWI HADITS
 عن أبي رقية تميم بن أوس الداري  …
Sahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Tamim bin Aus bin Kharijah (sebagian ulama mengatakan bin Haritsah tapi sebagian besar mengatakan bin Kharijah) bin Suud’ bin Jidzimah Ad Daari  Beliau adalah bekas pendeta Nasrani, bahkan termasuk ahli ibadah sekaligus ulama dari 2 ahli Kitab yang disegani oleh orang Yahudi dan Nasrani. Beliau masuk Islam ketika datang ke kota Madinah pada tahun ke-9 H dan beliau terus tinggal di Madinah sampai wafatnya khalifah Utsman bin Affan . Kemudian beliau hijrah ke Negeri Syam.
Kunniyah beliau adalah Abu Ruqayyah. Beliau tidak memiliki anak laki-laki, sehingga kunniyah beliau mengambil nama putrinya. Ini menunjukkan bahwa boleh berkunniah dengan anak perempuan namun jika telah mempunyai anak laki-laki maka kunniah tersebut diganti dengan nama anak laki-lakinya karena hukum asal orang berkunniah dengan anak laki-laki.
Ketika masuk Islam beliau menceritakan beberapa hal penting kepada Rasulullah tentang agamanya terdahulu termasuk apa yang pernah beliau alami pada suatu perjalanan naik perahu yakni pertemuannya dengan Dajjal dalam rupa asli yang dikenal dengan kisah Jusasah atau Jasasah.
Pada suatu ketika beliau bersama teman-temannya berlayar dan akhirnya terhempas oleh topan dan ombak di sebuah pulau yang sama sekali tidak beliau ketahui. Disana mereka melihat binatang yang sangat aneh, berbulu sangat banyak yang menutupi seluruh tubuhnya sehingga tidak diketahui yang mana yang muka dan yang mana yang belakang. Binatang ini bisa bicara dan ketika ditanya ia mengatakan bahwa ia adalah Al Jassasah. Binatang ini kemudian menyuruh Tamim bin Aus ke suatu tempat dan mengatakan bahwa engkau akan menemukan orang yang engkau pasti kaget ketika melihatnya. Mendengar bahwa ada orang di pulau tersebut Tamim bin Aus takut juga namun kemudian beliau dan teman-temannya pergilah ke tempat yang ditunjukkan dan akhirnya menemukan seseorang yang sangat besar yang belum pernah mereka lihat ada manusia sebesar itu. Tangannya terbelenggu ke lehernya dan kakinya terbelenggu dari lutut sampai mata kaki. (Kemudian banyak pertanyaan dari Dajjal di antaranya)Orang ini bertanya siapa kalian dan dijawab bahwa kami (Tamim bin Aus dan teman-temannya) adalah orang tersesat. Ia juga menanyakan bagaimana keadaan Thabariyah apakah masih banyak airnya atau tidak. (Tabhariyah adalah sebuah danau yang nantinya airnya akan habis diminum oleh Ya’juj dan Ma’juj). Kemudian ia bertanya lagi apakah sudah ada orang yang mengaku Rasul di negeri Arab yang mengaku sebagai nabi terakhir. Kemudian dijawab sudah ada. Kemudian Tamim bin Aus pulang.
Setelah masuk Islam pengalamannya itu diceritakannya kepada Rasulullah  dan Rasululllah mengatakan kepada para sahabat : “Telah datang kepada kita Tamim yang dulunya seorang pendeta Nasrani dan akhirnya masuk Islam dan telah menceritakan kepada kita tentang Dajjal yang menceritakan suatu kisah yang mirip dengan apa yang aku ceritakan pada kalian”.
Inilah salah satu keutamaan Tamim karena dia pernah melihat Dajjal dalam bentuk asli yang Rasulullah sendiri belum pernah menyaksikan langsung dan beliau juga menyampaikan sebuah hadits kepada Rasulullah sementara sahabat yang lain mengambil hadits dari Rasulullah .
Keutamaan lainnya adalah beliau sebelum masuk Islam sudah terkenal sebagai ahli ibadah dan setelah masuk Islamnya tetap mempertahankan sebagai ahli ibadah. Seorang tabi’in yang mulia yang pernah menemui Tamim Muhammad bin Sirin mengatakan bahwa Tamim bin Aus  pernah menamatkan Al Qur’an pada satu rakaat. Tabi’in lainnya Abu Qilabah mengatakan bahwa beliau menamatkan Al Qur’an 7 hari 7 malam dan pernah satu malam ketika melaksanakan shalat Tahajjud, beliau membaca 1 ayat, mengulang-ulangnya dan menghafal maknanya serta menangis dengannya. Ayat tersebut adalah QS Al Jaatsiyah : 21.
Setelah meninggalnya Utsman bin Affan , beliau pindah ke Syam dan menempati Baitul Maqdis. Beliaulah yang pertama kali menyalakan lampu di Masjid dan saat kekhalifahan Umar bin Khattab  maka beliaulah yang pertama kali berdakwah dengan kisah-kisah.
Beliau wafat tahun 40 H. Namun karena terlambatnya beliau masuk Islam maka beliau tidak banyak meriwayatkan hadits. Hanya beberapa dalam riwayat dari Imam Muslim dan lainnya, sedangkan dari riwayat Imam Bukhari beliau tidak meriwayatkan kecuali secara muallaq saja. Ada sekitar belasan hadits kata ulama kita yang beliau pernah riwayatkan.


SYARAH HADITS

 "…الدين النصيحة…"
“ Dien itu adalah nasehat”
Terdapat khilaf diantara ulama tentang makna potongan hadits ini menjadi beberapa pendapat :
1. Ad-Dien itu kesemuanya adalah nasihat
2. Ad Dien itu walaupun sangat luas cakupannya namun yang paling penting dalam Ad dien ini adalah nasihat. Ini sama dengan sabda Nabi  :
- الْحَجُّ عَرَفَةُ  Haji itu adalah wukuf di Arafah
Padahal kita ketahui bahwa Haji itu mengandung banyak manasik/ibadah-ibadah lain selain wukuf di Arafah namun karena pentingnya wukuf di Arafah sehingga dikatakan ‘Al Hajju Arafah’.
- البرّ حسن الخلق  Kebaikan itu adalah baiknya Akhlak
Kata Al-birr itu mengandung semua kebaikan, namun meskipun demikian kalimat ini menunjukkan pentingnya akhlak yang baik.
- الدعاء هو العبادة Doa itu adalah inti ibadah
Ini menunjukkan doa adalah ibadah terpenting.
Imam Ath Thufi cenderung pada pendapat yang pertama karena yang dimaksud ‘nasehat’ dalam hadits ini adalah dalam arti yang luas yakni nasehat kepada Allah, Kitab-Nya, kepada Rasul-Nya kepada Imam-imam kaum Muslimin/Pemerintah Islam dan kepada muslimin umumnya dan ini telah mencakup semua masalah Ad-dien. Namun (Wallahu A’lam) pendapat kedua juga cukup kuat yakni bahwa bagian terpenting dari ad-dien adalah masalah nasehat sebab jka kita mengatakan bahwa nasehat yang disebutkan dalam hadits ke-7 ini telah mencakup keseluruhan Ad-dien masih meninggalkan pertanyaan karena belum disebutkan tentang malaikat . Yang jelas tiga kandungan pokok Ad Dien (Iman, Islam dan Ihsan) semuanya membutuhkan nasehat.
 Makna Nasehat
Nasehat dari kata نَصـِيحَـة - ينصح- نصحَ
Kalau dikatakan نصح الشيء seperti pada perkataan

* نصح الثوب  menasehati pakaian yakni mencucinya, membersihkannya dari kotoran.
Atau bisa dikatakan نصح الثوب adalah خاطه (menjahitnya)
* Kadang juga disebutkan نصح العسل (menasehati madu) yakni membersihkan madu dari kotoran-kotorannya.
Dari makna nasehat ini, ulama kita di antaranya Imam Khatthabi, Imam Ibnu Sholah, Imam Ibnu An-Nashr menyimpulkan dengan makna yang mirip bahwa makna nasehat adalah
كلمة جامعة يُعَبَّرُبها إراد ةُ الْخَيْرِ للمنصوح له
kalimat yang menyeluruh untuk mengungkapkan perhatian yang penuh terhadap sesuatu yang menunjukkan keinginan yang baik terhadap yang dinasehati.
Kita menasehati pakaian maksudnya kita memberikan perhatian kepada pakaian tersebut. Bila ada yang kotor kita bersihkan, dan bila lubang kita jahit. Begitupun menasehati madu berarti memberikan perhatian penuh kepada madu tersebut dengan memisahkan dari ampas-ampasnya untuk menjadi madu murni.
Dengan makna ini maka tidaklah heran kalau ada yang disebut nasehat untuk Allah yakni memberikan perhatian yang penuh kepada Allah, demikian pula Kitab-Nya, Rasul-Nya, Imam-imam kaum muslimin dan bagi muslimin umumnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ini seperti mengimani Allah.
Dalam beberapa riwayat juga disebutkan tentang nasehat namun tidak dirinci pada 4 perkara sebagaimana hadits kita dan kadang hanya dikhususkan pada satu nasehat saja misalnya hadits dalam kitabul Jami’ (Hadits I) yakni nasehat sesama kaum muslimin saja
حق المسلم عل المسلم ست …وإذا ا ستنصحك فانصحه…
” Hak muslm atas muslim lainnya ada 6 …..dan apabila dia minta nasehat, maka nasehatilah”

Dalam hadits shahihain disebutkan satu bentuk nasehat juga yakni hadits Jarir bin Abdullah riwayat Bukhari dan Muslim :

عن جرير بن عبدالله قال بايعت النبي صلى الله عليه وسلم على إقام الصلاة وإيتاء الزكاة والنصح لكل مسلم
dari Jarir bin Abdullah berkata : aku berbaiat kepada Rasulullah untuk menegakkan sholat dan untuk menunaikan zakat dan untuk bernasehat kepada sesama muslim

Ada juga hadits tentang nasehat yang seakan khusus untuk wulatul umur (pemimpin kaum muslimin) seperti hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslm yakni :
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إن الله يرضى لكم ثلاثا يرضى لكم أن تعبدوه ولا تشركوا به شيئا وأن تعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا وأن تناصحوا من ولاه الله أمرك

“Allah menyenangi padamu 3 hal yakni kamu menuhankan Allah dan kamu tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kamu berpegang teguh kepada tali Allah dantidak bercerai berai serta kamu menasehati orang yang memegang urusan kalian.” (HR Bukhari Muslim)

Namun Imam An Nawawi tidak memasukkan hadits-hadits ini dalam Arbain An-Nawawiahnya dan hanya mengambil hadits ke-7 ini karena dianggap lebih menyeluruh.
Ketika Rasulullah  menyebutkan perkataan diatas , Rasulullah  kemudian diam seakan-akan mencukupkan perkataan beliau. Dari sini Ibnu Hajar رحمه الله mengatakan bolehnya mengakhirkan penjelasan dari waktu pertama kali diucapkan dan bolehnya menyebutkan sesuatu secara global/mujmal dan jika dirasa cukup tidak perlu dijelaskan sebagaimanan Rasulullah mentakhirkan penjelasan. Kalau ada yang belum paham /bertanya barulah dijelaskan dengan rinci. Inilah kaidah :
تأخير الببان عن وقت الخطاب
Maka boleh menunda penjelasan dalam membicarakan sesuatu Dan sahabat setelah mendengar perkataan ini sepertinya sudah mengerti makna nasehat pada hadits ini , namun yang belum mereka mengerti adalah kepada siapa nasehat itu, karenanya mereka bertanya :

 "…قلنا لمن…"
…Kami bertanya kepada siapa ditujukan/ diberikan?…
Hal ini menunjukkan disunnahkannya/disyariatkan untuk bertanya kepada suatu hal yang belum dipahami maksudnya baik sebagian atau keseluruhan perkara tersebut agar mendapat penjelasan/penjabaran yang tafshil/sejelas-jelasnya. Maka ini juga merupakan pelajaran penting bagi penuntut ilmu kalau mendapatkan penjelasan yang masih global dan kita membutuhkan perinciannya maka tidak boleh malu untuk bertanya untuk meminta penjelasan yang lebih dari yang telah disebutkan
Setelah sahabat bertanya, maka Rasulullah  menjawabnya. Dan dalam suatu kaidah juga bahwa
تأ خير البيان عن وقت الحاجة لا يجوز
( Mengakhirkan penjelasan ketika dibutuhkan tidak boleh) Tadi Rasulullah menunda penjelasan dari apa yang disebutkan pada saat pertama kali diucapkan karena belum diminta penjelasannya namun ketika diminta maka ini menunjukkan hajat/kebutuhan/kepentingan untuk dijelaskannya masalah tersebut. Maka dalam kondisi dibutuhkan ini tidak boleh berhenti dan menunda-nunda penjelasan tentang sesuatu yang belum jelas .
Beliau menjawab :
 "…قال لله…"
”…Nasehat kepada Allah…"
Makna nasehat kepada Allah telah dijelaskan oleh para ulama kita dan perkataan tentang nasehat kepada Allah sebenarnya telah disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an sendiri telah diisyaratkan bahwa nasehat itu juga ditujukan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagaimana dalam surah At Taubah (9) : 91 tentang orang absen dalam jihad dengan udzur.
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ( التوبة:91)
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, dan tidak pula atas orang-orang yang sakit dan tidak pula berdosa atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dapat mereka nafkahkan (dengan syarat) ia bernasehat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Makna nasehat kepada Allah kata ulama kita yang mensyarh hadits ini mempunyai banyak bentuknya :
1. Mengenali Allah dengan sebenar-benarnya.
2. Mengikhlaskan peribadatan kita sepenuhnya hanya kepada Allah dan tidak menduakan Allah apalagi
menyekutukan-Nya dalam peribadatan kita dengan suatu apapun selain Allah. Di sini dikatakan oleh ulama kita makna nasehat kepada Allah adalah ikhlas kepada Allah dan ini adalah suatu hal yang wajib untuk kita mengikhlaskan semua penyembahan kita kepada Allah dan ini tidak boleh ditawar-tawar lagi, wajibnya kita untuk betul-betul ikhlas kepada Allah ,sungguh-sungguh dalam beragama/berdien ini dengan mengikhlaskan seluruh ibadah kita kepada Allah, dan kita tidak mempersekutukan Allah karena ketika kita memperserikatkan Allah dalam ibadah kepadanya maka sesungguhnya kita tidak mendapat apa-apa kecuali mendapatkan kerugian . Kita berusaha untuk menghindari diri-diri kita dari hal-hal yang dapat menghalangi hubungan kita dengan Allah , baik itu berupa kesyirikan dan bid’ah baik yang besar maupun yang kecil. Barangsiapa yang beribadah untuk Allah dan untuk selain-Nya maka dia tidak akan mendapatkan apa-apa dari Allah . Ibadah yang Allah perintahkan kepada kita diperintahkan secara menyeluruh ditujukan hanya kepada Allah dan tidak boleh kita menduakan Allah dalam keinginan kita artinya tidak boleh kita mengharapkan Allah dan keinginan-keinginan lain selain Allah.
3. Mencintai Allah lebih daripada kecintaan kita kepada selain-Nya. Artinya hal yang paling perlu kita perhatikan dan utamakan adalah Allah. Makanya salah satu bentuk perhatian kita adalah kecintaan kepada-Nya. Dalam masalah kecintaan kita kepada Allah betul-betul ada perhatian ynag penuh dari kita kepada Allah dan ini merupakan hal yang sangat tinggi. Nasehat kepada Allah kedudukannya sangat tinggi karena dalam nasehat kita mengandung makna kecintaan kita kepada sesuatu tersebut .
Ulama kita mengatakan di sini tidak terkandung makna takut artinya nasehat mengandung pengertian perhatian yang penuh dan menunjukkan kecintaan yang besar terhadap yang kita nasehati dan tidak mengandung makna takut di situ. Karena seorang ulama kita Fudhail bin Iyadh berkata:
"الحب أفضل من الخوف") Kecintaan lebih afdhal/utama nilainya dari ketakutan)
Maka makna nasehat didalamnya tergantung kecintaan dan bukan ketakutan. Karena kecintaan itu lebih tinggi nilainya dari sekedar ketakutan. Contohnya : kalau ada 2 budak kita, yang satu taat kepada perintah kita karena kecintaannya kepada kita artinya dia rela melakukan apa yang kita perintahkan maka meskipun kita belum sebutkan dengan kata-kata dia telah melakukan apa yang kita perintahkan karena dia memang seorang yang senang untuk berkhidmat kepada kita. Sedang budak yang kedua taat hanya karena didasari ketakutannya kepada kita. Maka tentu saja budak yang disukai adalah budak yang pertama yaitu budak yang mencintai kita. Sedangkan budak yang sekedar takut saja boleh jadi ketika kita tidak ada maka perintah kita instruksikan tidak dikerjakannya karena kita tidak berada di depannya.
Maka karena itulah makna nasehat kepada Allah berarti kecintaan yang besar dan penuh kepada Allah dan yang ini merupakan hal yang harus ada yang sangat azas dalam Ad-dien ini yakni kecintaan kita kepada Allah. Dan masalah mahabbatullah telah banyak disebutkan oleh ulama kita dan telah banyak dijelaskan dalam buku-buku tentang ciri-ciri orang yang mencintai Allah dan siapa orang-orang yang cinta kepada Allah.Maka dipesankan kepada kita sekalian untuk membaca dan mengklasifikasi dan mengumpulkan ayat-ayat Allah tentang orang-orang yang Allah cintai dan orang-orang yang mencintai Allah dan usahakan menjadi mereka yakni orang yang melakukan apa-apa yang dicintai Allah termasuk menjadi orang yang dicintai Allah seperti hizbullah *. Dan ciri-ciri tersebut perlu kita miliki seluruhnya untuk menjadi orang yang termasuk menasehati Allah . Dalam masalah kecintaan, harus kita perhatikan karena dalam nasehat itu tergantung kecintaan. Dan kecintaan kita kepada Allah membutuhkan mujahadah yang memang pada awalnya berat namun mujahadah tersebut perlu dilakukan terus secara sabar sehingga membuahkan hasil. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan hambanya. Allah  berfirman :
QS Al-Ankabut (29): 69

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ(69)
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.

4. Mengimani Allah secara keseluruhan sesuai makna iman kepada Allah yang telah dijelaskan pada haditske-2 AN yaitu mengimani Allah dalam masalah Rububiyah, Uluhiyah dan Asma wa sifat-Nya
Dan perlu kita ketahui bahwa nasehat itu ada dua hukumnya sebagiman dikatakan ulama kita ada yang hukumnya wajib dan ada sunnah.
Imam An-Nawawi ketika menjelaskan hadits "……وإذا ا ستنصحك فانصحه…" (“.....Kalau ia meminta nasehat maka nasehatilah.....” ) mengatakan bahwa dalam hal ini maka hukum nasehat fardhu kifayah yaitu wajib kepada sebagian orang saja. Jika sudah ada yang melakukannya (menasehati) maka tidak diwajibkan bagi yang lainnya dan gugur dosa mereka . Namun maksud beliau dalam hal ini adalah nasehat dalam satu bentuk saja yaitu memberikan nasehat kepada sesama muslim . Jika ada yang melakukan kemungkaran maka kewajiban bagi yang mengetahuinya secara kifayah untuk menegurnya agar tidak jatuh dalam kemaksiatan namun jika semuanya diam maka semuanya berdosa. Maka hadits ini yang dimaksudkan adalah nasehat dalam makna secara khusus (meminta nasehat) bukan makna secara umum/menyeluruh sebgaimana hadits kita H-7 AN.
Adapun hadits yang kita bahas ini adalah makna nasehat secara umum/keseluruhan ,dan kita ketahui bahwa Ad-dien ini hukum-hukumnya/perintah-perintahnya itu tidak keluar dari 2 hal yakni kalau tidak wajib maka ia sunnah. Dan karenanya nasehat untuk Allah  dan seterusnya yang disebutkan dalam hadits ini ada yang hukumnya wajib dan ada yang hukumnya sunnah tergantung pada hukum dari ibadah tersebut. Sebab ketika kita jabarkan lebih rinci lagi bahwa pada hakekatnya ibadah-ibadah yang kita lakukan kepada Allah sebenarnya merupakan contoh-contoh yang nyata dari nasehat kita kepada Allah . Dan kalau ibadah tersebut wajib maka kita telah bernasehat kepada Allah dengan nasehat yang wajib.Demikian pula untuk ibadah sunnah berarti kita telah melakukan nasehat kepada Allah dengan nasehat yang sunnah.
5. Melaksanakan seluruh perintah-perintah Allah. Di sini (perintah) inilah ada nasehat yang bersifat wajib
dan ada nasehat yang sunnah sesuai dengan hukum perintah Allah tersebut ketika kita melaksanakan perintah Allah. Senantiasa melaksanakan perintah Allah  dan menjauhi larangan-Nya. Bukan hanya karena rasa takut tapi karena Allah  adalah segala-galanya bagi kita. Sehingga ketika datang kepada kita dua pilihan maka senantiasa kita dahulukan apa yang datang dari Allah  .
6. Meninggalkan larangan-larangan Allah, yaitu yang haram dan mungkin juga sampai pada yang makruh dan termasuk meninggalkan apa-apa yang belum jelas bagi kita hukumnya (syubhat) karena adanya perintah (dalam hadits ke 6 ) dari hal-hal yang masih syubhat. Karena Allah mengatakan :
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا(اليقرة :229)
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Dan orang-orang yang tidak mendekati masalah-masalah yang syubhat ini termasuk salah satu bentuk bernasehat kepada Allah. Kalau kita kembali kepada orang yang diberi rukhshah (keringanan) untuk tidak ikut berjihad fi sabilillah , artinya mereka tidak mendapat dosa kalau memang ia bernasehat kepada Allah dan Rasul-Nya yakni betul-betul ikhlas kepada Allah dan dia benar-benar dalam menyampaikan udzurnya kepada Rasulullah. Sebab kita ketahui orang-orang yang tidak ikut perang
fisabillah pada saat itu akan datang kepada Rasulullah untuk menyatakan udzur-udzurnya untuk menjelaskan mengapa mereka tidak ikut jihad/perang maka mereka tidak berdosa kalau mereka bernasehat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan jujur dalam perkataannya dan ikhlas bahwasanya dia ingin sekali membuktikan kecintaannya kepada Allah dalam bentuk jihad namun karena ada udzur maka ia tidak sempat melakukannya. Maka tetap dianggap nasehat kepada Allah walaupun tidak melakukan satu bentuk perintah yaitu jihad sebab melaksanakan jihad adalah salah satu bentuk nasehat tapi kalau orang tidak melakukan jihad karena adanya udzur dan hatinya tetap mantap dan ikhlas kepada Allah dan tetap cinta kepada Allah secara benar dan tetap jujur dalam perkataannya maka dia tetap dianggap bernasehat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Hal ini sebenarnya yang paling berat yaitu nasehat kepada Allah dan mungkin untuk mengungkapkannya itu lebih mudah namun kenyataanya sangat sulit. Sedangkan sekedar mengungkapkannya adalah pembahasan yang berat apalagi untuk mengamalkannya. Karena ia adalah menyangkut hubungan kita kepada Allah dan terlalu banyak hal yang bisa merusak hubungan kita kepada Allah atau terlalu banyak hal yang dapat menghalangi bersihnya hubungan kita dengan Allah . Maka untuk dapat mencapai derajat bernasehat kepada Allah sebaiknya banyak memperbanyak pengetahuan kita/membaca tentang hal-hal yang berkaitan mahabbatullah

7. Di antara bentuk nasehat kita kepada Allah adalah senantiasa tampil untuk mau mempertahankan syariat ini dan kita mau membela Allah . Kita ketahui Allah Maha Kaya dan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kita menjadi Anshorullah { Penolong-penolong Allah }sebab berapa banyak orang yang mau mencela/mentanaqqush/ merendahkan keberadaan Allah . Karena itulah kita senantiasa tampil untuk mau membersihkan umat ini dari segala macam kesyirikan dan bentuk-bentuk bid’ah. Orang-orang ahli ta’wil misalnya yang melenceng dari manhaj yang sebenarnya dalam Asma' wa sifat. Mereka tidak mau menerima sifat-sifat Allah  ketika mereka tidak mau mengitsbatkan Allah  pada beberapa sifat dengan mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai sifat tangan, Allah tidak mempunyai sifat mendengar, Allah tidak mempunyai sifat turun, Allah tidak mempunyai sifat datang pada hari kiamat dan lain-lainnya. Itu berarti dia telah merendahkan Allah , dia telah menafikan apa yang ditetapkan datang dari Allah . Karenanya kita yang mau bernasehat kepada Allah wajib membela Allah dari hal-hal yang seperti itu. Karena itu kita tampil sebagai pembela-pembela tauhid dan kita membersihkan umat dari segala bentuk kesyirikan dan bid’ah-bid’ah yang pada hakekatnya menuduh syariat ini sebagai syariat yang tidak lengkap, menuduh Allah  belum melengkapi syariat ini sehingga mereka merasa mampu untuk melengkapi syariat ini. Karena itu merupakan kewajiban kita untuk menyampaikan kepada umat tentang kelengkapan syariat ini dan sekaligus membantah segala macam hujjah yang didatangkan ahli bid’ah. Ini semua merupakan konsekuensi /tuntutan yang mesti kita jawab sebagai bentuk nasehat kita kepada Allah 

 "…ولكتابه…"
"Dan kepada Kitabullah”
Di sini dikatakan "…ولكتابه…" Sebenarnya nasehat kepada Allah bisa mencakup semuanya karena nasehat kepada kitabullah, nasehat kepada rasul-Nya, nasehat kepada pemerintah, dan nasehat kepada masyarakat awam semua adalah ikut pada perintah Allah dan itu semua adalah bagian dari nasehat kepada Allah namun disebutkannya secara khusus menunjukkan pentingnya memperhatikan masalah tersebut
Makna nasehat kepada kitabullah adalah perhatian kita yang penuh kepada kitabullah artinya kita menjalankan hak kitabullah atas kita atau kewajiban-kewajiban kita kepada kitabullah. Karena sesungguhnya Allah  menurunkan kitab-Nya bukan untuk menjadi pajangan , pameran dan kebanggaan saja yang kita ucapkan di lisan kita tanpa ada wujud nyata dari pelaksanaan tentang apa-apa yang terkandung dalam kitabullah. Kitab ini diturunkan Allah dengan banyak tujuan dan banyak haknya sebagaimana yang disebutkan dalam banyak ayat-ayat Allah dan hadits -hadits Rasullah . Dan orang yang tidak menjalankan kewajiban kepada Al-Quran dianggap sebagai
" "هَجْرُ القُرآن (telah meninggalkan Al-Quran )dan dianggap sebagai musuh nabi dan sebagai orang -orang berdosa . Dan ini disebutkan Allah dalam surah Al-Furqan 30-31 :
وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ مَهْجُورًا(30)وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا( الفرقان:30-31)
Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan".Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.

وَقَالَ الرَّسُولُ  Artinya berkata Nabi Muhammad . Alif lam di sini adalah alif lam lil ahd (alif lam yang khusus kepada orang tertentu yakni Nabi Muhammad)
Dalam ayat ini menceritakan pengaduan Rasulullah kepada Allah salah satu yang pernah diadukan oleh Rasulullah dan paling dirisaukannya adalah sikap ummatnya terhadap A-Qur'an . Maka Allah pun menghibur beliau dengan mengatakan bahwa sudah sunnatullah bahwa setiap nabi mempunyai musuh.
Dalam 2 ayat ini Allah menjelaskan tentang orang-orang yang meninggalkan Al-Qur/an dan tidak mendengarkannya , tidak bernasehat kepada Al-Qur'an maka mereka adalah musuh nabi dan orang-orang yang berdosa.Seakan akan Allah mengatakan orang yang meninggalkan AL-Quran adalah musuh nabi Muhamnmad sekaligus adalah orang-orang yang berdosa. Meninggalkan Al-Quran artinya tidak mengerjakan kewajiban-kewajibannya terhadap Al-Quran dan ini telah ditafsirkan denga baik oleh Imam Ibnu Katsir رحمه الله تعالى . Namun sebelum beliau bahkan lebih lengkap dari pernyataan yang beliau sampaikan adalah tafsiran guru beliau Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr yang terkenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jauziah رحمه الله تعالى. Ibnu Qayyim Al-Jauziah menjelaskan tentang makna ayat tersebut dalam buku beliau yang berjudul “ Al Fawaid” (faedah-faedah). Beliau menyebutkan bahwa ada beberapa kriteria/ciri-ciri orang yang meninggalkan Al Qur’an (dari sini kita dapat menarik kesimpulan kewajiban-kewajiban kita terhadap Al-Qur'an) di antaranya yaitu :
1. هجر سماعه و الإ يمان به
Tidak mendengarkan Al Qur’an dan tidak mengimani isi Al Qur’an.
Maka bentuk pertama seseorang dikatakan meninggalkan Al-Qur'an dan dikatakan musuh nabi serta orang-orang yang berdosa adalah orang yang tidak mendengarkan Al-Qur'an ketika dibaca atau orang yang tidak mengimani isi Al-Qur'an ketika dia mendengarnya, bahkan mungkin tidak ada minat untuk mengikuti bacaan Al-Qur'an padahal mendengarkan bacaan Al-Qur'an saja tanpa membacanya pahalanya sangat besar di sisi Allah dan kita akan diberi rahmat oleh Allah  sebagaimana janji Allah dalam Qs 7 :204
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ( الأعراف:204 )
Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.
Kata-kata "لَعَلّ" kalau datang dari Allah artinya suatu hal yang pasti yakni pasti Allah memberikannya rahmat dan rahmat adalah pahala yang sangat besar. Dan jauhnya ummat ini dari Al-Qur'an sangat jelas bahkan begitu banyak kaum muslimin yang hanya untuk mendengarkan Al-Qur'an mereka merasa tidak punya waktu Jadi mereka yang meninggalkan Al Qur’an adalah mereka yang tidak mendengarkan Al Qur’an, tidak menyempatkan waktu-waktu mereka untuk mendengarkan Al- Qur’an ketika dibacakan. Jadi kewajiban kita adalah menyempatkan waktu untuk mendengarkan Al Qur’an dan kita mengimani isi Al Qur’an itu.
Kewajiban itu kini banyak ditinggalkan oleh kaum muslimin. Dan sebenarnya jauhnya ummat Islam dari mendengarkan Al-Qur'an tidak lepas dari makar orang-orang kafir yang mereka jalankan dan terus mereka kobarkan sejak dulu hingga sekarang maka Maha Benar Allah, dalam firmanNya Qs 41 :26
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْءَانِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).

Kini kita kadang begitu sedikitnya waktu yang kita sediakan untuk mendengarkan Al Qur’an. Bahkan sebagian kaum muslimin kadang meragukan beberapa ayat-ayat yang Allah  sendiri telah sebutkan demikian halnya. Padahal Allah Maha Benar yakni Firman Allah tidak ada keraguan padanya(Qs2:2: yakni
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ(2)
Bahkan ada sebagian kaum muslimin menolak sebagian isi Al-Qur'an. Padahal menolak sepotong ayat dalam Al Qur’an bahkan satu huruf saja dari Al Qur’an, maka sungguh orang itu telah kafir. Lalu bagaimana pula dengan orang yang menolak satu ayat dalam Al Qur’an, atau orang yang menolak satu surah dalam Al Qur’an
Dalam QS. Al Baqarah (2) : 85 Allah berfirman
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ(85)
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada adzab/siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.
Sebenarnya yang dimaksud Al-Kitab di sini adalah Taurat namun :
العِبرَةُ بِعُمُومِ اللَفظِ لاَ بِخُصُوصِ السَبَبِ (Pelajaran diambil dari keumuman lafazh dan bukan dari kekhususan sebab)
Sehingga tidak ada pilihan bagi kita selain mengambil Al Qur’an ini secara keseluruhan. Tidak boleh kita hanya mengambil ayat-ayat tentang shalat, tentang zakat, tentang haji dan sebagainya, lalu masalah-masalah Islam tentang masalah masyarakat, sosial, politik kita tolak. Orang yang seperti itu pada hakikatnya adalah orang yang telah mengkafiri seluruh Al Qur’an. Maka menolak sebagian pada hakekatnya menolak seluruh Al-Quran
Kadang hal ini banyak terjadi ketika orang mengambil sebagian saja dari Islam ini, ketika timbul masalah mereka mau meminta solusinya dari Islam. Jadi mereka landasannya bukan dari Islam tapi ketika ada masalah mau mengambil solusi dari Islam. Ini adalah sesuatu yang tidak mungkin.. Islam ajaran yang utuh ini harus diambil secara keseluruhannya. Ketika kita mengambil Islam secara keseluruhannya maka kita akan mendapatkan kebenaran firman Allah yakni janji Allah keamanan dan ketentraman dan tidak akan ada kekacauan yang akan terjadi di muka bumi ini ketika Islam ditegakkan.
Dan bentuk beriman kepada Al Qur’an adalah mengimani bahwa Al Qur’an bukan makhluk. Al Qur’an adalah perkataan dari Allah dan bukan perkataan manusia. Merupakan aqidah Ahlussunnah wal jamaah bahwasanya Al-Qur'an bukan makhluk. Dan Allah  telah mengkafirkan orang-orang yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluk sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam QS Al Mudatsir (74) : 25-26 ketika ditanyakan kepada penduduk neraka Saqar
 سَأُصْلِيهِ سَقَرَ( المدثر:25-26) إِنْ هَذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ
“...... ini (Al Qur’an) tidak lain hanyalah perkataan manusia” . Aku (Allah) akan memasukkan orang-orang ini kedalam (neraka) Saqar.

Di sini perkataan penduduk saqar bahwa dahulu mereka menganggap Al-Qur'an tidak lain perkataan manusia maksudnya makhluk. Maka kata para ulama kita bahwa orang-orang yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk berarti dia telah kafir dengan ayat ini. Jadi maka kita imani bahwa Al Qur’an ini datang dari Allah dan bukan makhluk  dan bukan perkataan atau perbuatan Rasulullah .

2. هجر تلاوته
Tidak membacanya (Al Qur’an).
Artinya kewajiban kita terhadap Al-Qur'an adalah membacanya.Orang yang menasehati Al Qur’an adalah orang yang mempunyai kecintaan membaca Al-Qur'an. Sedangkan orang yang meninggalkan Al Qur’an dari membacanya, tidak memberi perhatian untuk membaca Al Qur’an pada hakekatnya adalah orang yang memusuhi Nabi dan termasuk orang-orang yang berdosa. Jika kita lihat keadaan umat sekarang ini, mereka adalah ummat yang sangat jauh dari Al Qur’an. Dari sekian banyak umat Islam saja jika kita hitung-hitung orang yang dapat membaca Al-Qur'an dengan kata lain yang bebas aksara Al-Qur'an saja hanya sedikit sekali. Bahkan mayoritas kaum muslimin tidak tahu cara membaca Al-Qur-an.Lalu yang tahu membacanya seakan-akan tidak punya waktu untuk membaca Al Qur’an. Senantiasa kita mengatakan betapa sibuknya kita tidak punya waktu lagi membaca Al-Qur'an. Padahal jika kita perhatikan baik-baik, berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk berleha-leha atau bahkan mungkin bermaksiat kepada Allah . Berapa banyak waktu kita gunakan untuk membaca perkatan-perkataan manusia, perkataan makhluk-makhluk Allah  tapi mengapa tidak ada ketertarikan pada diri-diri kita untuk membaca firman Allah , Allah yang menciptakan kita. Allah menurunkan Al Qur’an ini bukan untuk dipajang, bukan hanya untuk dibanggakan sebagai pegangan kita. Tapi Allah menurunkan Al Qur’an ini salah satu fungsinya untuk dibaca.


Dalam Qs . Al Ankabut : 45
اُ تْلُ مَا أُ وحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ
"Bacalah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab (Al Qur’an) dan tegakkanlah sholat...."

Disini Allah mewajibkan kita untuk membaca Al Qur’an. Dan orang yang membaca Al Qur’an pahalanya begitu besar di sisi Allah . Orang yang rajin membaca Al Qur’an adalah pedagang dengan perdagangannya tidak akan merugi. Ini bisa kita lihat dalam QS Fathir (35) : 29

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ(29)
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.

Setiap orang yang berdagang mempunyai kemungkinan untuk merugi ,namun ada beberapa perniagaan yang tidak pernah merugi. Di antaranya adalah Jihad Fisabilillah, sebagaimana firman Allah dalam Qs 9 : 111
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْءَانِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ(التوبة:111)
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.

Dan bentuk perdagangan lain yakni rajin membaca kitabullah, menegakkan sholat dan rajin mengeluarkan nafkah zakat maupun sedekah Di dalam ayat Qs 35 :29
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ(29)
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
Dalam hadits-hadits juga sangat banyak yang menunjukkan keutamaan orang yang membaca Al Qur’an.Diantaranya :
((من قرأ حرفا من كتاب الله فله حسنة، والحسنة بعشر أ مثالها، لا أ قول : الم حرف ولكن : ألف حرف، ولام حرف، وميم حرف))
Rasulullah  bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dalam kitab Allah (Al Qur’an) maka mendapat kebaikan dan tiap kebaikan berlipat sepuluh kali. Saya tidak berkata : Alif lam mim itu satu huruf tapi Alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. (Hadits Shohih Riwayat At-Tirmidzi)

Maka begitu banyak pahala yang kita dapat jika membaca surah Al Baqarah umpamanya. Sedangkan الم" " saja maka 30 pahala kebaikan menunggu kita apalagi jika lebih dari itu.Karena itu janganlah kita sampai menjadi orang-orang yang meninggalkan Al Qur’an. Jangan kita menjadi orang yang kadang begitu kuatnya membaca buku-buku manusia ratusan bahkan ribuan halaman komik dan majalah namun begitu lemahnya ketika berhadapan dengan Kitabullah (Wallahu Al-Musta'an). Dan ini adalah salah satu ciri tidak bernasehat kepada Al-Qur'an dengan meninggalkan Al-Qur'an. Berapa banyak di antara kaum muslimin yang berat meninggalkan rumahnya jika belum membaca bacaan yang dia cintai baik membaca koran atau majalah sebelum pergi kerja dan menanti pembawa koran tersebut. Namun ia tidak pernah mewajibkan dirinya untuk membaca Al Qur’an sebelum berangkat. Inilah bentuk nyata dan fenomena yang sangat kongkrit bagaimana umat kita kini adalah umat yang meninggalkan Al qur’an dan tidak bernasehat kepada Al-Qur'an.


3. هجر تد بره
Tidak mentadabbur isi Al Qur’an.
Ia mungkin membacanya tapi tidak mentadabburinya bahkan ia sekedar membaca begitu saja dan tidak ada kekhusyukan ketika membaca dan tidak memahami maknanya., pada hakikatnya ia masih dianggap orang-orang yang meninggalkan Al Qur’an, karena ada satu kewajiban yang ia belum laksanakan. Allah masih mensifatkan orang yang membaca Al-Qur'an dan tidak mentadabburinya sebagai orang yang hatinya terkunci. Dalam QS. Muhammad : 24
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا(24)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci.

Dalam ayat ini seakan-akan Allah mengatakan bahwa orang yang tidak mentadabburi Al Qur’an adalah orang yang hatinya terkunci. Al Qur’an diturunkan untuk dibaca, dan dipahami apa yang kita baca itu. Sungguh merupakan hal yang tidak sopan/pantas ketika seseorang berbicara dengan kita dan kita hanya sekedar mendengarkan tanpa mencoba untuk memahami apa yang dikatakannya itu. Maka bukan suatu adab ketika lewat suatu perkataan namun kita sekedar membaca tanpa mencoba memahami apa yang kita baca itu. Apalagi perkataan yang datang dari Allah . Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung telah menurunkan kepada kita kitab untuk kita baca dan kita pahami apa makna yang terkandung di dalam kitab itu. Dan ini ditegaskan oleh Allah dalam surah Shaad : 29
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا ءَايَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ(29)
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu (wahai Muhammad) penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.

Dalam sebuah hadits diceritakan Rasulullah  pada suatu subuh terlambat memimpin shalat subuh. Adalah kebiasaan beliau memimpin shalat-shalat jamaah. Pada suatu subuh para sahabat sudah menunggu cukup lama namun beliau tidak juga keluar. Kemudian Bilal  datang kepada beliau dan mengatakan bahwa beliau sudah ditunggu untuk memimpin jamaah shalat. Ketika itu Bilal mendapati Rasulullah  sedang menangis. lalu ditanya apa sebab beliau menangis. Jawab Rasulullah : “Telah diturunkan kepadaku tadi malam beberapa ayat Al Qur’an dan sangat celakalah orang yang membacanya namun tidak memikirkannya”.(HR Abdullah bin Humaid dan Ibnu Marooyah)
Dan ayat-ayat yang dimaksud adalah 10 surat terakhir dari Ali Imran.
Hadits Rasulullah  ini sudah terbukti dimana kita lihat seringnya ayat-ayat ini dibaca terutama dalam shalat-shalat berjamaah.Tapi apakah kita sudah termasuk orang-orang yang mentafakkuri ciptaan Allah . Apakah kita sudah pernah melihat bagaimana penciptaan langit dan bumi ini lalu kita menyimpulkan bahwa tidaklah ini diciptakan dengan sia-sia (QS 3 :191)
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ(191)
Sudahkah kita berdoa kepada Allah  dengan ayat-ayat ini (QS 3 : 191-194)
رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ(192)رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ ءَامِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ(193)رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ(194)

Ayat-ayat ini adalah ayat-ayat yang sangat pantas untuk kita telaah maknanya dan dapat menguatkan dan mengkhusyu’kan hati kita. Karena itulah merupakan sunnah Rasulullah  menjadikan ayat-ayat ini sebagai ayat-ayat yang beliau baca ketika bangun shalat tengah malam. Karena waktu tengah malam adalah waktu yang sangat pantas untuk kita tadabburi ayat-ayat Allah waktu ketika begitu tenangnya, orang- orang pada lalai dan kita dapat berhubungan dengan Allah  dengan sangat baiknya.Karena itu Rasulullah  sangat bersedih dan sempat menangis ketika memikirkan keadaan umatnya yang membaca Al Qur’an begitu saja tanpa berusaha memahami maknanya dan tanpa berusaha mentadabburi isi yang dia baca.
Tentu saja merupakan salah satu wasilah yang perlu kita coba dan jalankan/lalui untuk memahami Al Qur’an ini dengan mengetahui bahasanya (Bahasa Arab). Merupakan salah satu tugas kita bagi orang yang mau mentabburi makna ayat-ayat Al-Quran ini adalah dengan mengetahui makna firman Allah dan jalannya adalah dengan mengetahui bahasa Arab .Bahkan sebagian ulama kita mewajibkan untuk memahami bahasa Arab. Karena Allah telah mengatakan bahwa Allah telah memilih bahasa Arab untuk memahami Al Qur’an itu. Seakan-akan Allah mengatakan bahwa sekiranya Al Qur’an bukan diturunkan dalam bahasa Arab maka suatu hal yang mustahil untuk dapat memahami Al Qur’an itu. Adapun pemilihan ini adalah datang dari Allah. Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memahami makna Al Qur’an itu dengan memahami bahasa Arab sekemampuan kita. Tentang hal ini minimal disebutkan oleh Allah dua kali dalam Al Qur’an.
QS. Yusuf : 2
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ(2)
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an ini dengan berbahasa Arab,
supaya kamu memahaminya.

QS. Az Zukhruf : 3
إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ(3)
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur’an dalam Bahasa Arab supaya kamu memahaminya.

Sangat banyak dalil yang menunjukkan pentingnya untuk mempelajari Bahasa Arab. Dan merupakan salah satu bentuk wala’ kita terhadap Islam ini sebagai agama yang mulia adalah dengan mau memahami bahasanya. Dan merupakan bahasa persatuan kaum muslimin adalah bahasa Arab. Islam ketika mau didakwahkan kaum muslimin pada zaman dahulu (zaman salafushshaleh), ketika mau mensyiarkan agama ini maka mereka juga memperkenalkan lewat bahasa Arab. Karena itu daerah-daerah yang dikuasai kaum muslimin juga mengetahui bahasa Arab tidak cukup mereka menjelaskan tentang Islam namun mereka juga menjelaskan bahasa Arab. Contohnya : Mesir pada mulanya tidak mengetahui bahasa Arab sebab bukan bahasa asli mereka namun akhirnya mereka tahu bahasa yang mulia ini setelah masuknya Islam ke negeri mereka . Dan sebaliknya dapat menjadi suatu bentuk wala/loyalitas terhadap musuh-musuh Allah dan menjauhi kaum muslimin ketika kita lebih senang membaca/mempelajari bahasa-bahasa selain bahasa kaum muslimin (bahasa Arab). Karena itulah Umar  ketika beliau memimpin, beliau melarang orang-orang diluar Islam untuk berbahasa Arab untuk membedakan mereka dari kaum muslimin. Karena bahasa Arab merupakan identitas kaum muslimin.

4. هجر العمل به و إن قرأ ه
Tidak mengamalkan Al Qur’an walaupun dia membacanya

Saat sekarang ini kita sangat bersyukur karena belakangan ini kaum muslimin mulai kembali kepada Al Qur’an melalui upaya pemberantasan buta huruf Al Qur’an. Di mana kini begitu banyak orang-orang yang mengajarkan Al-Qur'an bahakan mereka memperlombakannya. Lomba membaca Al Qur’an, menghafal Al Qur’an dan melagukan Al Qur’an. Tapi yang kita sayangkan adalah kurangnya usaha-usaha untuk mengamalkan Al Qur’an itu dengan indahnya. Dimana saat sekarang ini baru sampai pada tahap bagaimana melagukan dengan baik Al Qur’an itu tapi masih kurang usaha bagaimana agar dapat mengamalkan langsung makna Al Qur’an yang mereka baca itu. Padahal para sahabat رضوان الله عليهم جميعا dahulu tidak pernah menamatkan Al Qur’an kecuali telah mengamalkan isi Al Qur’an. Kata Ibnu Mas’ud :
“ Tidaklah turun kepada kami 10 ayat dari Al Qur’an ini kecuali kami telah mengimaninya, kami memahami maknanya dan kami mengamalkannya.”
Adapun saat sekarang begitu banyak orang yang menamatkan Al Qur’an, begitu indahnya membacanya, tapi siapa yang mengamalkannya. Begitu jauh antara membaca dan mengamalkan. Dan kita juga termasuk mereka dan kita-kita ini yang sering mengkaji Al Qur’an, sering membacanya namun berapa banyak isi Al Qur’an ini yang telah kita amalkan. Sejauh mana amalan-amalan kita kepada Allah  dibandingkan apa yang telah tercantum dalam Al Qur’an. Orang yang hakikatnya mengimani Al Qur’an adalah yang mebacanya dengan “…حق تلاوته…" (mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya,)

QS. Al Baqarah : 121
الَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ(121)
Orang-orang yang telah Kami turunkan Al Qur’an kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenar-benarnya, mereka itu beriman kepadanya.

Sebagian menyangka makna dari “ membacanya dengan bacaan yang sebenarnya “ adalah hanya sebatas memperbaiki tajwidnya. Tapi yang paling ditekankan oleh ulama kita ketika menafsirkan ayat ini adalah pengamalan dari apa yang mereka baca. Karena itu ketika menafsirkan makna “حق تلاوته “ yaitu mereka menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah  didalamnya dan mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah . Jadi bukan sekedar tahu membacanya dengan tajwid yang benar. Dan yang dimaksud dengan mengharamkan apa yang Allah  haramkan adalah dengan meninggalkannya dan menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah adalah dengan cara mengamalkannya. (penjelasannya Insya Allah pada hadits ke-23)
Maka dapat kita simpulkan bahwa hakikat membaca Al Qur’an adalah timbulnya pengamalan sesudahnya.
Karena itu musabaqah-musabaqah yang sering diadakan ini, kadang kita begitu khusyu’nya dan begitu sedihnya mendengarkan bacaan tapi kadang ketika kita melihat orang yang membacanya mereka adalah orang yang tidak mengamalkan apa yang mereka baca, mereka sangat jauh dari bacaannya tersebut. Padahal ini adalah suatu hal yang sangat berbahaya sekali ketika ada orang yang melantunkan Al Qur’an tapi tidak mengamalkannya. Sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah 
596 حَدِيثُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ *
Diriwayatkan dari Ali  katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah  bersabda: Akan muncul pada akhir zaman kaum yang muda usia dan lemah akalnya. Mereka berkata-kata seolah-olah mereka adalah manusia yang terbaik. Mereka membaca al-Quran tetapi tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan. Apabila kamu bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka karena sesungguhnya, membunuh mereka ada pahalanya di sisi Allah pada Hari Kiamat *
(HR Bukhari dan Muslim)

Di mana ia hanya dapat memainkan ayat-ayat Allah dengan lagunya saja lalu dia tidak mengamalkan isi Al-Qur'an yang ia baca. Dan inilah yang dikatakan oleh sebagian orang (ulama):

رُبَّ تَال القرآ ن والقرآن يلعنه
Boleh jadi seseorang membaca Al Qur’an namun Al Qur’an sendiri yang melaknatnya.

Riwayat ini sebagian menisbatkan kepada perkataan Rasulullah (wallahu a’lam)hingga saat ini belum dapat dijelaskan sanadnya. Tapi minimal ini adalah perkataan seorang ulama dan maknanya memang benar. Makna dari perkataan itu adalah bahwa dia membaca Al Qur’an namun dia sendiri yang menginjak-injak isi Al Qur’an itu. Mereka itulah orang yang dilaknat Al Qur’an ini. Jadi kewajiban kita sebenarnya adalah bagaimana menerjemahkan Al Qur’an ini dalam amalan yang nyata. Bukan hanya bersemboyan ‘Tiada hari tanpa Al Qur’an’ tapi bagaimana agar kita sebagai syabab/pemuda adalah orang-orang yang bisa berjalan dengan Al Qur’an. Sehingga orang ketika ingin memahami Islam cukup dengan melihat pribadi-pribadi kita. Orang yang mau mengetahui agama ini cukup dengan melihat orang-orang yang menyuarakan agama ini, sebagaimana Rasulullah Sehingga Aisyah  ketika mensifatkan Rasulullah cukup dengan Al Qur’an saja :

كان خلقه القر آ ن
Akhlak Rasulullah adalah Al Qur’an(HR Muslim)

Jadi jika mau mengenal Rasulullah  bacalah Al Qur’an itu. Sahabat رضوان الله عليهم جميعا adalah generasi yang mengamalkan Al Qur’an ini dalam kehidupan sehari-hari dengan sungguh-sungguh, sehingga seorang penulis menggelarinya dengan : جيل القر آ ن الفريد“Generasi Al Qur’an yang unik”. Dikatakan demikian karena para sahabat adalah generasi Al Qur’an yang sesungguhnya, yang hakiki, yang, yang langsung mengamalkan Al Qur’an dalam bentuk yang nyata sehingga orang ketika ingin mengetahui bagaimana Allah mengatur kehidupan bermasyarakat cukup dengan melihat para sahabat, bagaimana akhlak yang diinginkan Al Qur’an cukup dengan melihat para sahabat. Saat sekarang ini betapa banyak orang yang lari dari agama ini, begitu banyak orang yang mau belajar agama dan mau masuk Islam lari karena melihat orang-orang yang menyuarakan Islam tidak bisa dicontohi/teladani, sehingga kitalah kemudian yang membuat orang lari dari Islam ini. Seandainya kita adalah orang-orang yang bisa menyuarakan Islam, bangga dengan Islam, bangga mengamalkan Islam maka insya Allah orang akan berbondong-bondong untuk masuk ke dalam agama yang mulia yakni Islam . Maka kajian yang kita laksanakan jangan hanya sekedar menjadi kajian -kajian ilmu saja bukan hanya kajian yang didiskusikan dan saling tanya jawab namun hendaknya kita menjadi generasi yang begitu semangat mempelajari Al-Qur'an dan juga semangat mengamalkan Al-Qur'an dan inilah generasi yang kita harapkan untuk masa kini dan yang akan datang.
Pada hakikatnya bukan musabaqah-musabaqah yang kita permasalahkan tapi karena orang-orang yang sibuk dengan acara-acara seperti itu banyak yang melupakan hakikat yang sebenarnya . Karena tujuan dari membaca Al Qur’an itu adalah mengamalkan isinya. Bukan kita memusuhi musabaqahnya namun orang yang sibuk dengan musabaqah itu terkadang sekaligus juga orang yang paling jauh dari apa yang mereka perlombakan itu.

5. هجر الإشتشفا ء به
Tidak menjadikan Al Qur’an sebagai obatnya.

Artinya kewajiban kita terhadap Al Qur’an dan bentuk nasehat kita kepada Al-Qur'an adalah kita menjadikannya sebagai obat. Al Qur’an adalah obat, Al Qur’an adalah "طب نبوى" suatu obat yang telah diajarkan oleh Rasulullah . Obat bagi jasmani dan rohani. Dan Al-Qur'an bisa menyembuhkan penyakit-penyakit yang bersifat jasmani. Pernah suatu saat seorang sahabat Abu Said Al Khudry  merukyah/mengobati seseorang yang disengat oleh kalajengking.(dalam hadits Bukhari) Beliau membacakannya Al Fatihah. lalu Rasulullah mengatakan "siapa yang mengajarinya ?" Rasulullah mentaqrir bahwa memang sebenarnya Al-Qur'an itu adalah obat jasmani. Dan lebih dari itu bahkan Al-Qur'an terutama sebagai obat bagi penyakit yang paling berbahaya yaitu sebagai obat bagi penyakit hati. Karena sebenarnya semua macam penyakit sebenarnya berbahaya namun hanya berbahaya di dunia . Orang yang sengsara di dunia dan di akhirat adalah orang yang memiliki penyakit hati. Orang yang sakit duniawi/jasmani mungkin akan merasa sengsara di tubuh yang sakit itu namun mungkin ia masih dapat gembira, namun orang yang hatinya sakit tidak akan merasakan ketenangan bahkan berapa banyak orang yang akhirnya mengakhiri hidupnya dalam keadaan yang menyedihkan sekali. Namun yang lebih dari itu, penyakit hati bahayanya sampai di akhirat kelak, karena modal yang paling utama yang akan dibawa diakhirat kelak adalah Qalbun Salim.
QS. Asy-Syuara 88-89
وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ(87) يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ(88)إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ(89)
(Ya,Allah) dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih/ selamat,

Pada hari ketika tidak bermanfaat lagi anak-anak dan harta benda kecuali " Hati yang bersih"
Yang dimaksud adalah hati yang bebas dari penyakit dari segala macam kesyirikan, dari segala macam bid’ah. Jadi Qalbun Salim adalah penyelamat kita kelak diakhirat. Di dunia kita akan merasa bahagia apalagi diakhirat kelak. Apa yang diusahakan manusia di muka bumi ini pada hakekatnya adalah kebahagiaan. Lihatlah orang-orang tua kita yang begitu relanya mengorbankan tenaga mereka bahkan menginfakkan harta mereka demi kepentingan kita. Yang mereka inginkan adalah kebahagian dirinya di hari kemudian (hari tua) dan demi kebahagiaan anak-anaknya. Namun kebahagiaan itu tidak akan kunjung tiba pada seseorang bila tidak dengan obat yang dapat menyembuhkan penyakit-penyakit dalam hati yaitu Al Qur’an ini. Sehingga merupakan kenyataan yang dapat kita lihat berapa banyak orang-orang kaya yang tidak menemukan kebahagiaan. Mereka sibuk menghitung-hitung hartanya, sibuk mengumpulkan harta namun tidak juga kebahagiaan itu datang. Bahkan kegelisahan yang datang. Pangkat dan kedudukan yang sudah sedemikian tingginya, ketenaran, kemasyhuran , popularitas tidak juga membuat mereka merasa bahagia. Sebab memang resep kebahagiaan hanya satu saja yaitu Al Qur’an, sebagaimana telah disebutkan
QS. Yunus : 57
يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ( يونس:57 )
Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran-pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam hati dan petunjuk serta rahmat bagi orang orang beriman.
Dan dalam Qs Al Isra' : 82
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا( الإسراء:82 )
Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian

Di sini ditekankan makna obat secara umum.
Demikian pula ditegaskan dari Hadits Nabiullah Muhammad  :
من لم يتغن با لقران فليس منا
Barangsiapa yang tidak berthaganna (merasa cukup) dengan Al-Quran maka
bukan dari golongan kami ( Hadits Riwayat Abu Dawud )

Ada beberapa tafsiran ulama kita tentang makna يتغن با القرآ ن :
1. Barangsiapa yang tidak melagukan (mengindahkan/memperbaiki bacaan) Al Qur’an maka bukan dari golonganku.
2. Imam Bukhari menyebutkan salah satu tafsiran dari Sofyan bin Uyainah :
من لم يستـغن با لقرآن فليس منا
"Barangsiapa yang tidak merasa cukup dengan Al Qur’an maka bukan dari golonganku."
Maksudnya barangsiapa yang tidak betah atau tidak tentram kecuali dengan sesuatu selain Al-Qur'an maka bukan dari golongan Rasulullah .
Dari tafsiran kedua sering kita dapati pelaku-pelaku maksiat jika kita tanyakan pada mereka apa yang mereka tuju/inginkan, maka mereka menjawab bahwa yang mereka inginkan adalah ketenangan namun mereka jatuh dalam narkoba , pergaulan bebas dan kemaksiatan . Namun kebahagiaan yang mereka dapatkan itu adalah kebahagiaan semu, tidak hakiki bahkan mereka mendapatkan kesengsaraan setelah itu. Mereka sesat. Mereka inginkan ketenangan namun setelah itu kecelakaan yang mereka dapat. Dan yang paling celaka bagi orang yang merasa belum tenang hatinya dan sangat gelisah sebelum membaca sebuah buku manusia atau mendengar musik tertentu atau suara vokalis idolanya atau sebelum menyimak tontonan favoritnya, maka Rasulullah menganggap mereka dengan perkataan فليس منا (bukan golongan Rasulullah ). Dan inilah yang dikhawatirkan oleh Rasulullah 
Sesungguhnya Al Qur’an ini sudah cukup bagi kita. Seorang muslim hendaknya merasa cukup dengan Al Qur’an ini. Al Qur’an ini merupakan satu-satunya penghibur bagi kita sebagai orang mu'min yakni merupakan kebahagiannya, ketentramannya adalah dengan Al Qur’an.
Dan inilah yang dimaksudkan oleh Allah ketika mensifatkan orang -orang beriman dalam Surah Ar Ra’d : 28
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ(28)
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.

Inilah resep dari Allah untuk mendapatkan ketenangan hati. Dan sebaik-baik zikir adalah dengan membaca Al Qur’an. Karena itulah hendaknya kita menjadi orang yang sangat cinta pada Al Qur’an. Tiada hari tanpa Al Qur’an. Hatinya sangat sedih, galau dan gelisah ketika lewat satu hari dan belum sempat menyentuh Al Qur’an.

6. Tidak berhukum dengan Al Qur’an

Artinya kewajiban kita adalah Berhukum dengan Al Qur’an. Ketika orang mencari solusinya bagaimana cara memperbaiki keadaan masyarakat ini, negara ini, maka tidak ada jawaban lain selain bagaimana kita berhukum dengan hukum Allah . Dialah solusinya/ makhrajnya untuk mengeluarkan kita dari segala kekacauan yang terjadi dimuka bumi ini. Hukum ini adalah hukum yang wajib untuk ditegakkan. Siapa yang beriman kepada shalatnya saja, puasanya saja lalu tidak mau menjadikan Al Qur’an ini sebagai hukum Allah maka pada hakikatnya ia telah mengkafiri satu bagian Al Qur’an ini dan dia kafir terhadap Al Qur’an. Allah  mengatakan dalam firman-Nya pada
QS. An Nisaa : 60
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا(60)

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada yang diturunkan sebelummu ?, (namun) Mereka hendak berhakim pada thagut, padahal mereka telah diperintahkan mengingkari thagut itu dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka sejauh-jauhnya.
Inilah orang-orang yang mengaku Islam , Al-Quran adalah kitab mereka namun ternyata mereka berhukum pada hukum Thagut, maka ini adalah pengakuan yang dusta ketika tidak mau berhukum pada hukum Allah 
QS An Nisaa : 65 maka Allah menafi'kan keimanan dari orang-orang yang tidak mau menjadikan hukum Al-Qur'an sebagai pengatur hidup bagi mereka.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا(65)
Maka demi Tuhanmu , mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang Kami berikan kepada mereka dan mereka menerima sepenuhnya.

Al Maidah : 44

…وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ(44)
"........Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir."

Al Maidah : 45
…وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ(45)
........Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

Al Maidah : 47
…وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ(47)
........Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik

Secara umum maka orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah dan menolaknya adalah orang yang kafir.Meski sebenarnya hal ini yakni kekafiran, kezhaliman dan kefasikan mereka membutuhkan pembahasan sendiri untuk lebih menjelaskanya
Selain hukum Allah maka itu adalah hukum jahiliyah, dan inilah yang dimaksud dalam firman Allah pada QS Al-Maidah : 50
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ(50)
Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin.

Jadi memang membutuhkan keyakinan yang penuh karena kadang kita bertanya-tanya apakah hukum ini (mis : qishash) adalah jalan keluar untuk mengurangi frekwensi pembunuhan. Karena itulah Allah mengatakan ketika menutup ayat dengan sebuah bentuk istifham ingkari yakni pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban untuk menegaskan bahwa tidak ada hukum yang lebih baik selain hukum Allah bagi orang yang yakin.
Maka harus kita yakini dan kita amalkan barulah kita lihat buah dari apa yang telah ditetapkan dari hukum-hukumnya yang Maha Adil.
Dan Allah lebih menegaskan lagi dalam QS. 95:8
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ( التين:8)
Bukankah Allah, Dialah hakim yang seadil-adilnya.
Merupakan salah satu kewajiban seseorang menjadikan Al-Qur'an sebagi hukumnya dan ini merupakan salah satu wujud kita menasehati Al-Qur'an dan orang yang tidak mau melakukan hal ini maka ia termasuk orang yang meninggalkan Al-Qur'an , musuh nabi dan orang-orang berdosa.
Demikianlah beberapa kriteria dari orang yang meninggalkan Al Qur’an dan kewajiban-kewajiban kita terhadap Al Qur’an. Maka hendaklah kita tanyakan pada diri kita masing-masing mungkin kita tidak jatuh dalam semuanya namun apakah kita telah jatuh kepada salah satu atau beberapa kriteria orang yang meninggalkan Al Qur’an. Dan ini memang bertingkat-tingakat pada masing-masing muslim. Siapa yang mau bernasehat kepada Kitabullah maka hendaklah ia menjalankan kewajiban kepada Al Qur’an itu. Adapun mengenai poin terakhir (Menjadikan Al Qur’an sebagai hukum) minimal kita adalah orang yang siap diatur kepada hukum-hukum Allah karena mungkin kita belum mampu menegakkan hukum tersebut saat ini. Hukum Allah bukan hanya hukum Qishas, zina, pencurian dll tapi sangatlah luas. Apa yang bisa kita amalkan maka kita amalkan. Jangan mengatakan kita menunggu sampai terbentuk Daulah dan itulah yang yang merupakan isyarat bahwa kita adalah orang-orang yang siap diatur dengan hukum Allah .
Semua bentuk nasehat kepada Al Qur’an ini sangat ditentukan dengan pengetahuan kita pada Al Qur’an. Karena itu merupakan kewajiban kita juga untuk mau mempelajari Al Qur’an ini dengan sebaik-baiknya dan mengkajinya. Dan merupakan salah satu ilmu yang paling afdhal adalah belajar dan mengajarkan Al Qur’an.

خيركم من تعلم القران وعلمه
Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya. (HR Bukhari)

Maka hendaknya kita menggalakkan untuk belajar dan mengajarkan Al-Quran kepada keluarga dan sesama saudara muslim kita.
Dan disebutkan oleh ulama kita bahwa juga merupakan suatu bentuk perhatian kita yang besar terhadap Al Qur’an adalah mau berusaha menghafalnya sekemampuan kita. Meski kemampuan kita berbeda-beda namun kita diperintahkan Allah untuk bertaqwa sekemampuan kita. Maka siapa yang mampu menghafal Al-Qur'an secara keseluruhan maka ia dituntut untuk menghafalnya secara keseluruhan demikian pula yang mampu untuk menghafal beberapa juz. saja
Yang jelas apa yang bisa kita usahakan untuk bisa menjalankan semua kewajiban kita kepada Al-Qur'an.

3. NASEHAT KEPADA RASUL-NYA
Tentu saja nasehat kepada Rasulullah  berarti perhatian yang besar dan penuh kepada beliau dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban kita terhadap beliau . Sangat banyak pendapat ulama tentang makna nasehat kepada Rasulullah . Dari semua itu dapat kita simpulkan ada sekitar 8 poin :
1. الإيمان به و التصديق به وبما جاء به
Mengimani Rasulullah  dan membenarkannya serta membenarkan apa yang beliau bawa.
Jadi seseorang dikatakan bernasehat kepada Allah maka dia harus mengimani Rasulullah , membenarkannya mengimani dan membenarkan apa yang beliau bawa . Dan kita ketahui Iman kepada Rasulullah  adalah salah satu dari Rukun Iman. Tidak sah keimanan seseorang tanpa iman kepada Rasulullah . Iman kepada Rasulullah maksudnya kita mengimani bahwa Rasulullah  adalah seorang manusia biasa yang diutus oleh Allah  dan dilengkapi dengan wahyu untuk sekalian manusia bahkan untuk sekalian alam. Dan apa yang dibawanya berasal dari Allah dan bukanlah dari perkataan hawa nafsunya dan beliau  tidaklah sesat dan bukan orang bodoh sebagaimana yang dituduhkan kaum musyrikin saat itu. Beliau adalah makhluk Allah yang telah dipilih oleh Allah  dan beliau membawa wahyu dari Allah yang wajib kita beriman kepada segala apa yang beliau  bawa.
Dalil yang menunjukkan wajibnya beriman kepada Rasulullah sangat banyak di antaranya :
• Firman Allah  dalam Qs An Nisaa (4) : 136
﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ءَامِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا﴾[ النساء:136 ]
Wahai orang-orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
Ayat ini sangat jelas menunjukkan wajibnya kita beriman kepada Rasulullah dan apa yang beliau bawa. Oleh karenanya tidak boleh seorang mu'min merasa syak/ragu akan kebenaran sabdanya bagaimanapun akal kita tidak bisa mencerna apa yang beliau bawa atau ada suatu hal yang kita belum tahu hikmahnya dari perintah Rasulullah atau larangan Rasulullah namun wajib bagi kita mengimaninya dan wajib untuk kita mengatakan "pasti Rasulullah benar dalam sabdanya dan beliau tidak berkata menurut hawa nafsunya", sebagimana yang ditegaskan Allah dalam QS 53:3
﴿وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى ﴾ [النجم :3 ]
dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),
Dengan ayat ini orang-orang yang menolak sebagian sunnah atau beberapa sunnah yang dikatakan bertentangan dengan akalnya atau hawa nafsunya atau kadang bahkan dengan alasan dikatakan bertentangan dengan Al Qur’an atau mereka mempunya keraguan/syak bagaimanapun kecilnya, maka mereka ini masih dianggap belum bernasehat kepada Rasulullah , sebab bernasehat kepada Rasulullah  berarti mengimani Rasulullah dan membenarkan apa saja yang beliau bawa dan sekaligus kita juga mengimani bahwa beliau mau mengeluarkan kita dari jahiliyah ke nur/cahaya yang terang benderang.Rasulullah tidak mau menyengsarakan kita dengan Al-Qur'an namun beliau mau memperingatkan kita akan bahayanya menentang Allah dan tidak melaksanakan perintah-perintahnya. Dan inilah makna firman Allah dalam QS Thaha (20) : 1-3
 طهمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ لِتَشْقَىإِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى  طه:1-3
Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang-orang yang takut (kepada Allah).

• QS Al Hadiid (57) : 28
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَءَامِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ  الحد يد :28
Hai orang-orang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

• Al-Fath : 13
وَمَنْ لَمْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ فَإِنَّا أَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ سَعِيرًا الفتح :13
Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang bernyala-nyala.
Dan orang yang paling memperhatikan masalah dalam mengimani Rasulullah  dan membenarkan apa yang beliau bawa adalah Abu Bakar Ash Shiddiq  sebagaimana yang pernah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa beliaulah penghulu shiddiqin yang pertama mengimani Rasulullah  . Bahkan apa saja yang datang dari Rasulullah  beliau langsung mengimaninya, sementara orang-orang Quraisy waktu itu dan para sahabat yang lain kadang-kadang masih menunggu sampai datang mukjizat atau penjelasan.

2. محبته و محبة أهله و أصحابه و موا لاة من وا لاه و وا لى سنته
Mencintai Rasulullah  dan ahlul bait serta sahabat-sahabat beliau dan berwala’ kepada siapa saja yang berwala’ kepada Rasulullah  dan berwala’ (istiqomah) kepada sunnah-sunnah beliau.

 Mencintai Rasulullah 
Mencintai Rasulullah bukanlah hanya sekedar angan-angan, ucapan atau pengakuan. Telah banyak hadits-hadits Rasulullah yang menceritakan tentang orang-orang yang mengaku cinta kepada Rasulullah tapi mereka tidak mau mengamalkan sunnahnya. Bahkan Allah  menurunkan sebuah ayat yang menurut Imam Ibnu Katsir ayat ini merupakan sebagai hakim/pemutus terhadap kedustaan orang-orang yang mengaku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya namun tidak mau melaksanakan sunnah Rasulullah  sebagaimana dalam QS. Ali Imran (3) : 31

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ( آل عمران:31)
Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Maka cinta kepada Rasulullah hukumnya wajib sebagaimana wajib untuk mengimani beliau dan orang yang mengingkari keimanan terhadap Rasulullah dihukum kafir. Adapun cinta kepada Rasulullah  maka orang yang tidak melaksanakannya dihukum berdosa karena telah melaksanakan hal yang haram dengan tidak mencintai Rasulullah .
Dalil yang menunjukkan wajibnya mencintai Rasulullah cukup banyak di antaranya :

لاَ يُؤْ مِنُ أَحَدُ كُمْ حَتّي أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَا لِدِهِ وَوَلَدِهِ وَ النَّاسِ أَجْمَعِيْنَ  متفق عليه
Tidak (sempurna) keimanan kalian sampai aku lebih kalian cintai dari bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, dan seluruh manusia (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa kecintaan kita kepada Rasulullah bukan sekedar cinta namun cinta kepada Rasulullah harus dinomorsatukan di atas cinta kepada sekalian makhluk. Karena boleh jadi sangat banyak manusia yang kita cintai adapun kepada Rasulullah maka bukan sekedar cinta namun wajib bagi kita menjadikannya sebagai cinta yang pertama di antara semua makhluk bagi diri kita. Dan ini pula makna firman Allah dalam QS Al Ahzab : 6
﴿ النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ…﴾ الأحزاب:6
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri

Sehingga pernah Umar  berkata :
لأَنْتَ يَا رَسُوْ لَ ا للهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّمِنْ نَفْسِي. فَقَالَ : لاَ و الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّي أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَّفْسِكَ . فَقَالَ لَهُ عُمَرَ :فَإِنَّكَ الانَ أَحَبُّ إَلَيَّ مَنْ نَفْسِي. فَقَا لَ : الانَ يَا عُمَرُ
“ Ya Rasulullah sesungguhnya kamu adalah manusia yang paling aku cintai dari sekalian makhluk kecuali diriku sendiri. Jawab Rasulullah  : Tidak( ya Umar). Demi (Allah) yang jiwaku ada di tangan-Nya (Kamu belum mencintai saya) sampai kecintaanmu kepadaku lebih dari dirimu sendiri. Maka berkata Umar kepada Rasulullah : Maka sekarang saya mencintaimu lebih daripada diriku sendiri. Kata Rasulullah  : Sekarang( kamu dikatakan beriman dengan iman yang sempurna ketika kamu lebih mencintai saya daripada dirimu sendiri), Wahai Umar.
Bahkan ada sebuah ayat yang mengancam dengan ancaman yang sangat keras bagi orang yang mendahulukan kecintaan kepada makhluk hidup yang lain di atas kecintaan kepada Rasulullah  firman Allah dalam QS (9) : 24

قُلْ إِنْ كَانَ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ  التوبة:24
Katakanlah : “Jika bapak-bapak, anak- anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggalmu yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad didalamnya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.

Kata sebagian penulis tafsir (Shahibu Kasysyaf) bahwa tidak suatu ayat dalam Al-Qur'an yang lebih keras ancamannya daripada ayat ini karena Allah mengibhamkan/disembunyikan/tidak menyampaikan kepada kita, apa hukumannya/balasan bagi orang-orang yang mendahulukan kecintaannya kepada makhluk lain di atas Rasulullah  tapi Allah hanya mengancam dengan"…فَتَرَبَّصُوا…" di mana kita tidak tahu apa hukuman bagi kita. Ini ayat yang sangat keras kepada orang yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Disini menunjukkan bahwa kedelapan hal tadi yang merupakan tabiat dari manusia yakni cinta yang thobi'i/tabiat yang sebenarnya tidak dicela dalam agama kita. Sama dengan takut yang thobi'i/tabiat juga tidak dicela karena memang demikian Allah menciptakan kita untuk takut kepada sesuatu dan untuk mencintai sesuatu. Namun semua hal tersebut yang secara naluriah/thobi'I kita cintai namun tidak boleh kecintaan kita kepada 8 hal tadi (Qs9:24) mengalahkan kecintaan kita kepada Allah  dan Rasul-Nya 

 Kecintaan kita kepada Rasulullah  mengharuskan kita cinta kepada siapa saja yang dicintainya di
antaranya ahlul bait/keluarga atau ali dari Rasulullah .
Mengenai ahlul bait/keluarga/ali Rasulullah  diikhtilafkan oleh para ulama, siapa saja yang termasuk ahlul bait.
Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah رحمه الله dalam kitabnya “ Jilaul Afham fii Ash-Sholati wa As-Salami 'ala Khairi Al-Anam.“ menjelaskan tentang beberapa khilaf ulama kita mengenai makna ahlul bait Rasulullah . Di antaranya kata beliau ada yang berpendapat bahwa Ahlul bait atau ali Rasulullah yang senantiasa kita ucapkan
"… ا للهم صل علي محمد وعلي اله…" adalah:
1. Orang-orang yang diharamkan sedekah atasnya dari kalangan keluarga Rasulullah .
2. Istri-istri Nabi  dan keturunannya Sebab orang-orang yang diharamkan sedekah atasnya bukan hanya
istri-istri Nabi  tapi juga Bani Hasyim dan Bani Muthalib.
3. Seluruh pengikut yang setia dan bertaqwa
4. Seluruh keluarga Rasulullah  yang bertaqwa dan iltizam dengan syariat Nabi Muhammad 
Pandapat yang rajih adalah keluarga (keturunan) Rasulullah  dengan syarat mereka yang iltizam dengan agama/syariat ini.
Mereka inilah yang patut mendapat syafaat dari Rasulullah dan pantas untuk kita muliakan dan kita agungkan. Sebagaimana kita wajib mencintai Rasulullah maka kita juga wajib mencintai mereka. Karena dalam beberapa hadits dikatakan bahwa Rasulullah meninggalkan kepada kitabullah,sunnah-sunnahnya dan meninggalkan ahlul bait . Jadi Rasulullah memerintahkan kita untuk memperhatikan mereka, muliakan dengan syarat mereka keturunan Rasullah yang iltiizam dengan syariat Rasulullah kalau tidak maka Rasulullah merupakan orang pertama yang berlepas diri dari mereka. Meski mempunyai qarabah/nasab yang sangat dekat dengan Rasullah tetapi jika ia begitu jauh dari sunnah Rasulullah bahkan menjadi penentang sunnah beliau maka Rasulullah orang yang pertama berlepas diri dari mereka seperti Abu Thalib yang begitu dekat dengan Rasulullah ,Abu Lahab, dan yang lainnya yang merupakan keluarga Rasulullah namun merupakan musuh Allah dan musuh Rasulullah. Jadi sangat keliru bagi orang yang pada saat ini yang begitu bangga ketika mempunyai silsilah keturunan sampai pada Rasulullah lalu dalam kehidupan sehari-harinya sangat jauh dari sunnah Rasulullah bahkan mereka adalah penyeru-penyeru kepada hal yang bid'ah, maka mereka bukanlah termasuk ahlul bait.

 Kecintaan berikutnya adalah kepada sahabat Rasulullah 
Mencintai sahabat Rasulullah walaupun bukan keluarga beliau wajib bagi kita.
Dalam perkataan Imam Ahmad رحمه الله : "حبهم سنة"" (Mencintai sahabat adalah sunnah ) Maksudnya cinta kepada sahabat merupakan sesuatu yang ditinggalkan oleh Rasulullah  yakni merupakan manhaj nabawi .
Bahkan Rasulullah  menjadikan cinta kepada sahabat sebagai suatu tanda keimanan, sebagaimana sabda beliau :
 آيةُ الإيمانِ حبُّ الأنصارِ 
(Salah satu) tanda keimanan adalah mencintai kaum Anshar

Dan cinta kepada sahabat mengharuskan kita untuk mendoakan mereka dan mengambil perkataan mereka selama tidak bertentangan dengan Rasulullah , memuliakan mereka, dan menjadikan mereka qudwah kita dan diam dengan perselisihan (ikhtilaf) diantara mereka tidak usah kita usik. Itu semua adalah hasil ijtihad mereka yang bila benar akan mendapatkan dua pahala dan bila salah akan mendapatkan satu pahala. Dan yang perlu kita ingat bahwa manhaj ahlussunnah wal jama'ah terhadap para sahabat adalah"الْكَفُّ".(menahan diri). Dan Allah telah menyelamatkan tangan-tangan kita dari menumpahkan darah-darah mereka, Karena itulah kata Umar bin Abdul Azis hendaknya kita menahan lisan-lisan kita dari celaan /makian kita terhadap sahabat-sahabat Rasulullah . Dan Rasulullah telah melarang kita untuk mencela sahabat beliau secara keseluruhan . Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri  , ia mengatakan : Rasulullah bersabda :
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْ رَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَنَصِيْفَهُ
Jangan kalian mencela/memaki sahabat-sahabatku. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya sungguh seandainya ada seseorang di antara kalian yang menginfakkan emas sebesar bukit Uhud, niscaya kalian tidak akan mampu menyamai pahala diantara mereka yang hanya menginfakkan emas sebesar tangan/satu mud di antara mereka dan tidak pula setengah mud.
Cinta pada sahabat adalah merupakan salah satu bagian dari aqidah kita. Sehingga permasalahan cinta kepada sahabat-sahabat Rasulullah dimasukkan oleh ulama-ulama kita dalam buku-buku aqidah mereka.

 Mencintai dan berwala kepada orang yang berwala’ kepada Rasulullah  dan berwala’ kepada sunnah-sunnah beliau.
Di sini kita diharuskan untuk mencintai ashabul hadits, yaitu mereka yang iltizam untuk mempelajari hadits-hadits Rasulullah  dengan sungguh-sungguh dan mengamalkan sunnah-sunnah/menghidupkan sunnah rasulullah  serta mau menda'wahkan/menyerukan .Ashabul hadits adalah kaum yang memiliki kemuliaan diibaratkan oleh sebagian ulama kita sebagai sahabat Rasulullah .
Imam Syafii رحمه الله berkata :
" حلية الأولياء أبو نعيم الأصبهاني م دار الكتاب العربي/10 - (ج 9 / ص 109)
“إذا رأيت رجلا من أصحاب الحديث كأني رأيت رجلا من أصحاب النبي صلى الله عليه و سلم

“Kalau saya melihat seorang ahlul hadits (orang yang berpegang teguh pada sunnah) maka seakan-akan saya melihat sahabat Rasulullah . seakan-akan sahabat Rasulullah yang teguh memegang sunnah masih hidup saat ini

Bahkan Imam Syafi'i juga pernah berkata ,sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnul Jauzi
" شرف أصحاب الحديث للخطيب البغدادي - (ج 1 / ص 104)
« إذا رأيت رجلا من أصحاب الحديث ، فكأني رأيت النبي صلى الله عليه وسلم حيا »
Seandainya saya melihat seorang ahlul hadits seakan-akan saya melihat Rasulullah  masih hidup.

Dikatakan demikian sebab mereka itulah yang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah  yang banyak ditinggalkan oleh umat sekarang ini dan mereka itulah yang dikatakan oleh banyak ulama kita sebagai “Firqatunnajiah” dan Thoifah manshurah”. Ketika para ulama menafsirkan
 لاَ تَزَا لُ طائفة مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلَي الْحَقَّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّي يَأْتِيَ أَمْرَ اللهِ وهم كذ لك رواه مسلم
Tidak pernah berhenti sekelompok dari ummatku yang selalu membela kebenaran, tidak membahayakan kepada mereka orang-orang yang menghinakan mereka hingga datang keputusan Allah (Diriwayatkan Imam Muslim)
Imam Ahmad, Imam Abdullah bin Mubarak, Yazid bin Harun, Sofyan Ats-Tsauri dan ulama-ulama lain berkata :
إن لم تكن هذه الطائفة المنصورةُ أصحاب الحديث فلا أدري من هم
“Kalau mereka itu (Ashabul Hadits) bukan Thoifah manshurah, maka saya tidak tahu lagi siapa yang dikatakan Thoifah Manshurah”.
Karena itu kepada ahlul hadits wajib kita mencintai mereka yakni para pengikut dan penghidup sunnah Rasulullah yang telah dimatikan . Tidak boleh ada kedengkian di hati-hati kita seandainya ada sunnah yang belum bisa kita hidupkan lalu dihidupkan oleh mereka maka wajib kita untuk mencintai mereka. Jangan karena hasad dan dengki menyebabkan kita mencela mereka sampai istihza/mengolok-olok mereka bahkan mencoba membuat manusia lari dari mereka. Saat ini banyak duat dan muballighin yang mencoba mau mentasykik ummat untuk jauh dari ashaabul hadits bahkan mengajak umat untuk meninggalkan mereka dan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang terlalu berlebih-lebihan dan salah memahami syariat ini, padahal mereka adalah orang-orang yang langsung mempraktekkan apa yang dahulunya Rasulullah  jalankan.


3. طلبُ سُنَّتِهِ و الْبَحْثُ عَنْ أَخْلاَقِهِ وَ آ دَابِهِ و ِإِمْسَاكُ الْكَلاَمِ عَنْهَا فِي مَا لَمْ نَعْلَمْ
Mencari (mempelajari) Sunnahnya dan mau mencari (dan mau mempelajari) akhlak-akhlaq dan adab-adab Rasulullah  dan kita menahan diri untuk berbicara tentang sunnah yang belum kita ketahui
Seseorang yang bernasehat kepada Rasulullah  adalah mereka yang bersemangat dan senantiasa mempelajari sunnah-sunnah beliau secara keseluruhan. Kita ketahui makna sunnah adalah perkataan Rasulullah, perbuatan Rasulullah dan taqrir/diamnya Rasulullah dan juga sifat-sifat beliau yang khalqiyah /jasmani dan khuluqiyah/akhlaq baik setelah diutusnya maupun sebelum diutusnya .
Dan kita mencari bagaimana akhlaq Rasulullah dan adab beliau maka seseorang yang bernasehat kepada Rasulullah  adalah seseorang yan berusaha mengisi kehidupannya dengan beradab dan berakhlak sebagaimana Rasulullah  dari bangun tidur sampai tidur kembali. Dan Rasulullah tidak meninggalkan kita kecuali telah mengajarkan adab dalam melakukan sesuatu. Bukan orang yang mencintai Rasulullah ketika orang berbicara tentang hujjah sunnah tapi dia sendiri tidak mau beradab dan berakhlak dengan akhlak Rasulullah . Berapa banyak orang yang berbicara tentang iman kepada Rasulullah tapi adab keseharian Rasulullah  saja dia tidak tahu. Bagaimana cara makannya, cara tidurnya dan lain-lainnya tidak diketahuinya. Bahkan ada orang yang begitu semangatnya di atas podium ketika berceramah atau mengisi seminar namun ketika disodorkan dengan minuman maka dia minum dengan tangan kirinya.
Adapun para sahabat tidak meninggalkan satu sunnahpun kecuali mengamalkannya. Bahkan tak seorangpun di antara mereka tidak berkata ini sunnah yang kecil, ini sunnah yang besar.
Membagi syariat ini menjadi inti syariat Islam dan kulit-kulitnya adalah sesuatu yang bid’ah dan tidak dikenal oleh para salafush sholeh. Seharusnya kita belajar untuk mengetahui bagaimana akhlak dan adab terhadap terhadap sahabatnya,orang kuffar, akhlak terhadap orang tua , keluarga dan terhadap anak-anak. Mengenai pembahasan ini dapat dilihat pada buku karangan Imam Tirmidzi “As Syamail Muhammadiyah” Selanjutnya kita tidak boleh berbicara tentang sunnah kecuali yang kita ketahui.. Artinya tidak boleh dengan begitu mudahnya kita mengatakan hadits ini hadits shohih atau hadits ini dhoif, maksudnya begini atau hadits ini ditolak tanpa ilmu dan hanya sekedar prasangka/zhon belaka. Begitu banyak sekarang orang-orang yang berkata degansombongnya ketika ada hadits yang bertentangan dengan akal mereka dengan perkataan : "ini hadits yang lemah" Padahal mungkin dia tidak pernah belajar bahasa Arab, kaidah ushuliyah dan fiqhiyah dan dengan beraninya ia mengatakan ini menurut pendapat saya. Dia menyangka setiap orang berhak untuk berbicara dan berhak untuk berpendapat. Inilah contoh orang yang tidak bernasehat kepada Rasulullah  Berbicara tentang sunnah harus jelas.
Contohnya ada orang yang berkata bahwa hadits tentang larangan jabat tangan dengan wanita lemah haditsnya karena diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan tidak termasuk dalam kutubussittah . Ini juga salah satu "perkataan tentang sunnah tanpa ilmu" . Dengan prasangkanya tadi sebenarnya memberikan suatu gambaran orang yang tidak memahami hakikat hadits.
Sunnah ini ilmunya sangat luas dan tidak seorangpun yang bisa melnguasai semua ilmu tentang sunnah tersebut. Karena itu hendaknya kita berdiri sesuai dengan tempat yang pantas untuk kita berpijak. , kita tidak melewati batasan ilmu kita, tidak mengatakan sesuatu yang tidak kita ketahui. Semua yang tidak kita ketahui hendaknya dikembalikan kepada Allah . Kita syukuri apa yang kita ketahui dan terus belajar dan tidak berkata tentang sesuatu yang tidak kita ketahui.
Dan mempelajari hadits akan memberikan pahala yang sangat besar. Dari Ibnu Mas 'ud  berkata: Saya telah mendengar Rasulullah bersabda  :
 نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْـئًا فَبَلّغَهُ كَمَا سَمِعَ فَرُبَّ مُبَلّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ  رواه الترمذي وابن ماجه

Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengarkan sesuatu dari kami kemudian dia menyampaikannya sebagaimana yang dia dengarkan.Karena boleh jadi orang yang disampaikan lebih memahami dari orang yang mendengarkan langsung. (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
• Kata ulama kita hadits ini menunjukkan keutamaan menuntut ilmu hadits karena Allah akan mencerahkan wajahnya di akhirat dan sebagian ulama berkata mereka akan mendapatkan kemuliayaan ini di dunia dan di akhirat. Sufyan bin Uyainah berkata : "Tidaklah seseorang mempelajari hadits kecuali ada kecerahan pada wajahnya sesuai sabda nabi"
• Banyak ulama yang berkata bahwa mempelajari hadits adalah seafdhal-afdhal menuntut ilmu bahkan lebih afdhal dari ibadah-ibadah sunnah. Waki’ Ibnu Jarrah رحمه الله, salah seorang guru dari Imam Syafii yang juga ahli ibadah dan ahli wara', berkata :
Seandainya menuntut ilmu hadits tidak lebih afdhal dari sholat sunnat maka saya lebih baik berzikir, bertasbih dan melakukan ibadah sunnah.

4. التأسي به وامتثال أوامره واجتناب نواهيه
Beruswah dan Berqudwah dengannya dan Melaksanakan seluruh perintahnya dan meninggalkan larangannya
Artinya kita harus menjadikan Rasulullah  sebagai idola/qudwah kita , dengan kata lain tidak ada yang lebih besar di hati kita kecuali Rasulullah bersegera melaksanakan sebagaimanana yang beliau lakukan sebagai idola/panutan kita dan kita melaksanakan semua perintahnya dan inilah maksud Allah dalam Qs 3 : 31
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ ال عمران :31
meninggalkan apa yang beliau larang/cela. dan kita tidak beribadah kepada Allah  kecuali dengan syariatnya, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab ketika beliau menafsirkan iman kepada Rasulullah (dan ini pula tafsiran banyak ulama kita) bahwa yang dimaksud dengan iman kepada Rasulullah
التصديق بما اَخْبَر، وَطَاعَـتُهُ فِي مَا اَمَرْ، وَاجْتِنَابُ مَا نَهَي عَنْهُ وَزَجَرْ، ولا يُعْبَدُ اللهُ إلاَّ بِمَا شَرَع
(Kita benarkan apa yang beliau khabarkan, kita taati apa yang beliau perintahkan, dan kita meninggalkan apa saja yang beliau larang dan beliau cela, dan kita tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa-apa yang telah disyariatkan oleh Rasululalh  . Berarti juga kita meninggalkan apa-apa yang sifatnya bid’ah (yang tidak pernah disyariatkan oleh Nabiullah Muhammad ) sekaligus kita tidak mendatangkan bid'ah ke dalam syariat yang sudah lengkap ini.
Tentang perintah wajibnya menaati Rasulullah sangat banyak bahkan Allah mengatakan menaati Rasulullah sama dengan menaati Allah . (Qs 4:80)
Dan dalam QS. Al Hasyr : 7
 وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ  الحشر:7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.

5.تعظيم سنته و القيام عليها
Mengagungkan Rasulullah  /sunnah-sunnah beliau dan senantiasa tegak dalam melakukan sunnah.

Maksudnya adalah bahwa kita harus istiqamah, iltizam/tamassuk dengan sunnah tersebut.
Rasulullah  adalah manusia biasa yang Allah  telah pilih untuk menjadi manusia terbaik dari seluruh makhluk yang pernah Allah ciptakan di muka bumi ini, dan ini keyakinan yang tidak boleh hilang atau ada keraguan pada diri kita. Jadi beliau adalah manusia paling afdhal dari seluruh nabi-nabi atau pun wali-wali.Kita tidak membedakan para Rasul yang lain dalam hal mereka adalah utusan Allah dan mereka mendapat wahyu dari Allah. Adapun tentang afdholiahnya maka Allah sendiri yang telah mengatakannya
﴿ تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ ﴾
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. (QS.2 :252)
Adapun perkataan Rasulullah yang melarang kita untuk melebihkannya di atas Nabi Musa atau Nabi Yusuf , kata ulama kita ini hanya "سدا للذ ريعة" dan tawadhu dari Rasulullah karena dikhawatirkan kita menta'zhim Rasulullah lalu kita menghinakan nabi-nabi yang lain
Kadang ada yang berkata Rasulullah  memang afdhal, tapi wali-wali lebih afdhal dari Rasulullah , misalnya aqidah khurafiyah/ Sufiyah yang bathilah. Dan Allah  sudah mengagungkan beliau apalagi kita, lebih pantas untuk mengagungkan beliau.
Tanda-tanda mengagungkan Rasulullah  adalah :
 Bershalawat kepada beliau baik ketika mendengar namanya disebut atau ketika membaca nama beliau ataupun tanpa mendengar nama beliau (sebagai dzikir).

Dan salah satu tanda bahwa kita menta'zhim/mengagungkan beliau adalah kita senantiasa bershalawat kepada beliau ketika lewat penyebutan nama beliau di telinga kita atau ketika kita menulis nama beliau . Dalam hadits shohih dikatakan diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi bahwa Rasulullah bersabda
Orang yang bakhil adalah orang yang ketika Nabi Muhammad disebut namanya
dia tidak bershalawat kepaada Rasulullah

Namun dalam bershalawat tidak disyariatkan untuk berjamaah demikian tidak dibenarkan sama sekali untuk menyanyikannya karena bukan sunnah dan tidak perlu dikeraskan juga sampai orang mendengarkan cukup didengarkan oleh diri kita sudah dianggap bershalawat kepada Rasulullah . Bahkan walaupun nama beliau tidak disebutkan kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak shalwat kepada beliau. Allah berfirman dalam Qs 33:56
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا الأحزاب :56
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Sebelum Allah menyuruh orang-orang beriman untuk bersholawat kepada Nabi, maka Allah mengingatkan kita bahwa Allah dan malaikat telah bersholawat kepada Rasulullah  apalagi kita dan tidak ada perbedaan dalam lisan dan tulisan. Karena itu kalau ada nama Rasulullah  lewat meski dalam tulisan maka kita tetap bershalawat kepada beliau dengan tulisan yang lengkap . Dan tidak diperbolehkan sama sekali dengan meringkas dengan huruf "ص م " atau "ص ع ل م" (termasuk singkatan SAW,red) dan seterusnya. Kalau dalam menulis dan khawatir ketinggalan materi sebaiknya mengosongkan untuk tulisan sholawat dan setelah usai kita kembali melengkapinya. Sebagaimana atsar Muhammad bin Sirin رحمه الله تعالي berkata :
'Kadang kami terburu-buru menulis hingga tidak sempat menulis sholawat sehingga kami kosongkan dahulu nanti setelah selesai baru kami menulis sholawat kepada Rasulullah secara lengkap ". Ini menunjukkan ihtimam (perhatian) para salaf dalm bersholawat kepada beliau .yang tidak meninggalkan sholawat meski dalam penulisan.
Imam Suyuthi dalam kitabnya "Tadribur Rowy" Dalam masalah menuntut ilmu hadits dan salah satu adab menulis sholawat dan tidak boleh diringkas, beliau menukil bahwa orang yang paling pertama mencontohkan sunnah sayyiah dengan menyingkat sholawat tersebut sampai diikuti saat ini dihukum dengan hukum potong tangan .
Bahkan inilah yang menunjukkan keutamaan ashabul hadits karena mereka adalah orang yang paling banyak bersholawat kepada Rasulullah dan salah satu yang disebutkan keutamaan ashahabul hadits "
هؤلاءهم أكثر الناس صلاة علي رسول الله صلى الله عليه و سلم
Mereka adalah orang yang paling banyak bersholawat kepada Rasulullah .
Kalau keutamaan ini tidak kita ambil maka tidak ada bedanya kita dengan orang lain yang tidak belajar ilmu hadits karena kita mempunyai kesempatan untuk bersholawat baik dengan lisan dan tulisan kita. Kita belajar hadits lalu ada kesempatan bersholawat lalu kita tidak mau bersholawat kepada Rasulullah . Makanya Imam An-Nawawi dan Ibnu Sholah berkata : "Seorang penuntut ilmu hadits tidak boleh bosan mendengar seringnya nama Nabi Muhammad lewat baik di telinga mereka maupun di tulisan mereka. Maka inilah kesempatan buat mereka menambah pahala di sisi Allah . Rasulullah bersabda :
مَنْ صلَّي عَلَيَّ صَلاَةً وَا حِدَةً صَلَي اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا (رواه مسلم)
Barangsiapa yang bershalawat kepada ku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10 kali. (HR Muslim.)

 Tidak memanggil beliau dengan namanya bahkan wajib dengan panggilan yang mengagungkan beliau yaitu Rasulullah.
Sebagaimana yang pernah dijelaskan pada hadits ke-2 Arbain-An-Nawawi yang lalu dilarang bagi kita untuk memanggil Rasulullah dengan namanya bahakan wajib bagi kita memanggil beliau dengan panggilan yang menunjukkan kehormatan/ta'zhim kita kepada beliau dengan "Ya,Rasulullah" atau "Ya,Nabiyallah".Dan para sahabat telah mempraktekkan hal ini dengan baik sampai pada istri-istri Rasulullah  sendiri yang tidak pernah memanggil denga nama beliau atau dengan panggilan "Ya,suamiku". Namun selalu dengan "Ya,Rasulullah". Bahkan Allah sendiri tidak pernah memanggil nama beliau dalam Al-Qur'an sedangkan nama nabi yang lain disebutkan seperti "Ya, Isa",Ya Musa,"Ya Nuh" dan tidak pernah dengan "Ya, Muhammad". Kata ulama kita ini menunjukkan keutamaan Rasulullah  dan bagaimana Allah mengagungkan Rasul-Nya Muhammad .

 Tidak meninggikan suara lebih dari Rasulullah 
QS :49 :2
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَالحجرات :2
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.

Maka salah satu akibat meninggikan suara di atas Rasulullah yakni amalannya hapus tanpa disadarinya. Di sini tidak berati dia murtad karena tidak semua amalan hapus berarti murtad. Kata Imam Ibnul Qayyim ayat ini salah satu dalil yang menunjukkan bahwa tidak harus amalan batal sehingga seorang murtad ,dia masih Islam namun amalan-amalannya terhapus dengan kemaksiatannya. Jadi kekufuran menghabiskan amalan dan sekaligus merubah keimanan dengan kekufuran adapun kemaksiatan menghabiskan amalan tanpa merubah status keimanan menjadi kekufuran.

Oleh karenanya para sahabat adalah oarng yang paling beradab kepada Rasulullah dan ketika mereka berbicara dengan Rasulullah dengan suara yang sangat lembut bahkan kadang tidak terdengar oleh Rasulullah. Diantaranya Abu Bakar  dan Umar bin Khattab  sebelum turunnya (sebab turunnya) ayat ini kadang-kadang berdiskusi tentang suatu masalah dan sempat meninggikan suara. Lalu turun ayat ini.Meski diikhtilafkan oleh para ulama apakah ayat ini turun berkenaan dengan kedua sahabat ini atau karena orang badui yang ketika memanggil Rasulullah  dari luar rumah beliau dengan perkataan “Ya Muhammad” dengan kerasnya seperti memanggil anak-anak mereka.
إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ(4)
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.
Dikisahkan kedua sahabat tersebut ketika turun ayat ini begitu takutnya dan langsung datang kepada Rasulullah  untuk diistighfarkan dan sejak saat itu keduanya jika tidak pernah berbicara di depan Rasulullah  kecuali dengan berbisik-bisik karena kehati-hatiannya.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa seorang sahabat Tsabit bin Qais seorang khatibun (juru khutbah) Nabi yang fasih sejak turunnya ayat ini beliau tidak pernah lagi muncul di hadapan Rasulullah . Lalu Rasulullah  bertanya kepada para sahabat kemana Tsabit bin Qais , namun para sahabat yang lain mengira mungkin dia sakit. Lalu Rasulullah mengutus para sahabat untuk pergi menjenguk langsung Tsabit bin Qais dan ternyata didapati beliau mengurung diri dan hanya menangis sambil bertobat kepada Allah. Ketika ditanyakan beliau berkata : “ Telah turun ayat yang menegur/ditujukan kepada saya (yakni 49:2)”. Lalu sahabat bertanya : Mengapa ? “Aku pernah berkhutbah dan meninggikan suara di depan Rasulullah  dan ayat ini turun untuk mencela saya dan untuk menjelaskan kesalahan saya” Padahal khutbah memang dibenarkan untuk meninggikan suara dan merupakan salah satu sunnah namun sahabat ini mengira ayat ini turun atas beliau. Karenanya ketika Rasulullah  mendengarnya maka beliau menyampaikan bahwa ayat ini bukan dia yang dimaksud. Bahkan sahabat ini tetap dalam keimanannya dan seorang sahabat yang mulia.
Demikianlah para sahabat begitu khawatirnya terhapus amalannya, padahal meninggikan suara dalam khutbah adalah sesuatu yang dibolehkan bahkan disunnahkan. Lalu bagaimana kita sekarang ini dimana tidak ada lagi Rasulullah namun kita sering meninggikan suara. Maka kata Imam Malik meninggikan suara ini dilarang baik ketika Rasulullah masih hidup maupun sesudah meninggalnya. Terutama sekali di dekat masjid Rasulullah . Karena itulah Imam Malik sangat marah jika ada yang meninggikan suara di dekat masjid Nabawi karena disana ada jenazah Rasulullah  dikuburkan. Dan termasuk meninggikan suara adalah ketika kita berbicara tidak sesuai sunnah atau mengatakan sesuatu yang tidak pernah dikatakan oleh Rasulullah  atau berani mengharamkan apa yang tidak diharamkan oleh Rasulullah , bahkan dianggap mendahului Rasulullah padahal Allah telah melarang dalam firman-Nya :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(الحجرات:1)

Wahai orang-orang beriman janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya dn bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui

Demikianlah beberapa tanda pengagungan kepada Rasulullah . Dan ayat yang menunjukkan wajibnya ta’zim kepada Rasulullah  :
Qs Al Fath :9
﴿لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ﴾ الفتح :9
supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan/menolong (agama) Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.

 yang dimaksud dengan"…وَتُعَزِّرُوهُ …" dhomirnya ( ه/ nya) bisa kembali kepada Allah  dan Rasulullah  yakni untuk "menguatkan agama Allah" dan "menguatkan agama Rasulullah"
 yang dimaksud dengan "…وَتُوَقِّرُوهُ…" dari توقير artinya تعظيم /mengagungkan bisa kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan asal dari dhamir itu kepada yang paling dekat dan dalam hal ini yang paling dekat adalah Rasulullah . karena itu ulama menafsirkan makna MENGAGUNGKANNYA adalah mengagungkan Rasulullah.
yang dimaksud dengan "…وَتُسَبِّحُوهُ…"tidak ada kemungkinan kecuali Allah saja yakni Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.
Ayat ini jelas perintah untuk ta'zhim dan tawqir kepada Rasulullah 

 Ta’zhim (Mengagungkan) Sunnah Rasulullah 

Artinya ketika sunnah kita dengarkan atau lewat di bacaan kita maka kita tidak boleh menganggap remeh dengan mengatakan “Ini hanya sunnah”. Ketika dikatakan sunnah maka kadang orang mengatakan "ini hanya sunnah", sementara ia tidak paham apa yang dimaksud dengan sunnah yakni ajaran Rasulullah  dan bukan artinya tidak wajib. Seorang yang mengagungkan sunnah tidak akan pernah berkata demikian . Bila lewat sunnah padanya akan memberi pengaruh pada jiwanya yakni langsung timbul perasaan takut dan berharap kepada Allah  agar diberikan kekuatan untuk dapat melakukan sunnah tersebut. Dan inilah yang terjadi pada para sahabat. Mereka tidak melihat apakah hukumnya wajib atau tidak mereka hanya mencari jika hal tersebut datang dari orang lain mereka masih berfikir namun jika jelas dari Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali mengamalkannya. Karena itu para sahabat dikenal sebagai generasi yang tidak membedakan antara yang wajib dan yang sunnah. Sahabat yang paling afdhal di antara mereka adalah Abu Bakar  yang berkata : ““Saya tidak pernah meninggalkan satu sunnah yang pernah Rasulullah  kerjakan kecuali saya juga mengerjakannya. Karena saya khawatir jika saya meninggalkannya maka hati saya akan condong (berpaling / sesat)”
Perkataan ini adalah istinbat dari QS An Nuur (24) : 63
 لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ النور :63
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi diantara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi/menyelisihi perintah Rasulullah takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.

Ayat ini begitu besar dihati-hati para sahabat sehingga mereka sangat takut menginggalkan satu sunnah yang mereka ketahui datang dari Rasulullah karena mereka khawatir mereka sesat dan akan ditimpa azab yang sangat pedih.
Dan kita ketahui bahwa sahabat Abdullah bin Umar sangat mirip bahkan nyaris tanpa beda sedikitpun dengan Rasulullah sampai dalam hal-hal yang tidak perlu baik dengan mengikuti cara berpakaian Rasulullah  , jika Rasulullah  tidur di suatu tempat ia akan tidur di situ dan juga cara makan beliau.
Anas bin Malik cinta untuk makan buah labu hanya karena melihat Rasulullah  senang dan selalu mencari buah tersebut.
Yang jelas demikianlah harus kita ta’zim sunnah Rasulullah  tanpa melihat hukumnya ketika telah jelas hal tersebut datang dari Rasulullah maka besarkanlah sunnah itu atau minimal ada niat kita untuk dapat melaksanakannya dan berdoa kepada Allah agar kita dapat melaksanakan sunnah tersebut. (Baca :"Ta'zhim As-Sunnah oleh Asy-Syaikh Abdul Qayyum As-Sahibani)
6. إ حياء سنتـه ونـشرها و الدعوة إ ليها
Menghidupkan Sunnahnya dan menyebarkannya dan berdakwah kepada sunnah
 Menghidupkan Sunnah  lewat pengamalan
Jadi kita menghidupkan sunnah Rasulullah dan menyebarkan serta mengajak manusia untuk tamassuk dengan sunnah. Menghidupkan sunnah Rasulullah  pahalanya sangat besar terutama ketika sunnah tersebut sudah tidak dikenal oleh masyarakat dan itulah hakekat ihya (menghidupkan sesuatu yang sudah dimatikan oleh ummat ini) . Orang yang menghidupkan sunnah ibarat pelopor (orang yang paling pertama mengamalkan) dan kapan diikuti maka ia akan mendapat andil/pahala dari orang-orang yang mengikutinya. Inilah makna hadits Rasulullah 
 مَنْ سَنَّ فِى الإِ سْلاَ مِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَ أَجْرُ مَنْ عَمَلَ بِهَا بَعْدَ هُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَي ء , وَ مَنْ سَنَّ فِى اْلإِ سْلاَ مِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَا نَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بعد ه مِنْ غَيْرَ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْ زَا رِهِم شى ء 
رواه مسلم
“Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik di dalam Islam , maka baginya pahala dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya. Dan barangsiapa yang melakukan sunnah yang buruk dalam Islam, maka baginya dosa dan dosa orang yangmengikutinya tanpa mengurangi dosa orang yang mengikutinyat.”( Diriwayatkan oleh Muslim)

Hadits-hadits lain yang menunjukkan keutamaan-keutaman sunnah sangat banyak di antaranya

“Sesungguhnya dibelakang kalian wahai sahabatku, ada yang dinamakan hari-hari yang membutuhkan kesabaran, orang-orang yang tamassuk pada hari itu terhadap apa-apa yang kalian pegangi saat ini akan mendapat pahala 50”. Sahabat bertanya : “Perbandingannya itu dengan kami (para sahabat) atau dengan mereka (masyarakat saat itu) ?” Kata Rasulullah : “ (pahala 50 kali) Dibandingkan dari kalian (para sahabatku)” (HR. Imam Ahmad, Imam Abu Dawud & Imam Ibnu Majah dengan sanad yang shahih)

Hadits inilah yang merupakan kabar gembira/targhib bagi orang-orang yang cinta pada Rasulullah . hadits ini menjadi pendorong untuk menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah  yang sudah banyak dimatikan oleh kaum muslimin saat ini .
Hari yang membutuhkan kesabaran : Adalah hari ketika orang pada meninggalkan sunnah bahkan banyak yang mencemooh orang yang mau menjalankan sunnah, ditertawai, diejek bahkan mungkin diintimidasi, dipenjara dan lainnya. Bahkan dalam banyak riwayat ia diibaratkan memegang bara api. Namun riwayat-riwayat ini kebanyakan lemah (dihukum secara sanad) namun ada yang mengatakan bisa sampai pada hasan lighairihi (berdasarkan riwayat yang banyak ). (Wallahu a’lam). Meskipun demikian hadits yang shahih diatas sudah cukup alasan bagi kita untuk menghidupkan sunnah sehingga tidak lagi kita membutuhkan hadits-hadits yang lemah, seperti :

"Siapa yang berpegang teguh dengan sunnahku ketika rusaknya ummat baginya pahala 100 syahid" hadits dhoif jiddan (demikian pula hadits sama pahala seorang syahid)
"Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku maka ia telah mencintaiku, dan barangsiapa yang mencintaiku akan bersamaku di syurga"hadits dhoif

Seorang thalabul ilmi hendaknya menggemarkan untuk menghidupkan sunnah. Sunnah-sunnah yang mungkin hukumnya “sunnah (bukan wajib)“ dari istilah fuqaha apalagi yang wajib. Tapi yang kebanyakan yang dimaksudkan oleh ulama kita adalah sunnah-sunnah yang hukumnya sunnah, karena jika ia wajib maka itu tidak dapat ditawar-tawar dan mesti dilakukan oleh seorang muslim misalnya : berjenggot, isbal yang merupakan suatu hal yang sewajarnya dan memang mesti dilakukan oleh seorang muslim. Namun yang banyak digemarkan ialah sunnah yang hukumnya “sunnat” seperti shalat-shalat sunnat, puasa sunnat. Inilah yang perlu kita hidupkan. Dan tidak boleh suatu sunnah tertentu di suatu tempat dimatikan. Bahkan ulama kita Ibnu Daqiq Al Ied sudah mengatakan dan menukil dari Imam Qurthubi dalam "Mufhim"bahwa para fuqaha mengatakan jika suatu daerah/tempat sepakat untuk meninggalkan sunnah maka tempat/kampung tersebut dapat/berhaq untuk diperangi. Karena itu seorang muslim jangan meninggalkan sunnah tersebut. Kapan kita meninggalkan sunnah maka yang akan datang adalah lawannya (bid’ah) akan menggantikan sunnah tersebut. Dan inilah makna dari perkataan seorang tabi’in jalil Hassan bin Athiyah رحمه الله تعالي ketika mengatakan: "Tidaklah suatu sunnah hilang disuatu tempat melainkan akan digantikan dengan bid’ah semacamnya."
Karena itu tidak perlu kita bertanya-tanya mengapa saat sekarang kebanyakan bid’ah dan sunnah itu sangat sedikit. Penyebabnya adalah kita-kita juga yang meninggalkan sunnah sehingga sunnah dikatakan bid’ah dan bid’ah itu yang dipandang sunnah dalam masyarakat kita.Pad zaman kita ini banyak orang yang memandang yang mungkar sebagai sesuatu yang baik. Kita tidak dapat menyalahkan siapa-siapa dan zaman selain pelaku zaman ini dan pelaku zaman ini adalah kita-kita . Karena itu Imam Syafii mengatakan :
نعِيْبُ زَمَاننَا وَالعَيْبُ فينَا وَ لاَ لِزَمَا ننَا عيب سوَانَا
Kita banyak mencela zaman ini padahal aib ini ada pada diri kita sendiri. Zaman ini tidak ada aibnya kecuali kita-kita saja.

Dengan melihat kondisi ini maka kita terutama para pemuda hendaknya tergugah untuk kembali mau menghidupkan sunnah Rasulullah . Sehingga bila ada orang yang mengatakan sesuatu hukumnya sunnah maka hendaknya kita bersegera menghidupkannya. Misalnya : Memakai sutrah pada shalat-shalat yang munfarid/sendirian atau bagi imam. Ulama kita khilaf apakah hukumnya sunnah atau wajib dan adayang mewajibkannya berdasarkan riwayat-riwayat yang ada. Dan ulama juga mengatakan bahwa ia harus sesuatu yang tegak dan tidak cukup hanya berupa garis, minimal setinggi satu hasta. Ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah meskipun tidak ada dalil yang shahih yang dapat mereka pegangi untuk memalingkan dari hukum asalnya yaitu wajib. Maka sekiranya kita mengatakan sunnah tidaklah pantas kita meninggalkannya dan perkataan sunnah tersebut jangan sampai menjadi "ذ ريعة" atau pengantar untuk menginggalkan hal tersebut. Dan tidak pantas kita lebih mengedepankan pendapt orang yang mengatakan bahwa "bukankah hal tersebut hanya sunnah? "Bagi sahabat tidak ada kamus atau perkataan yang seperti itu. Mereka tidak melihat apakah hukumnya sunnah. Mereka hanya bertanya darimana asalnya, jika dari Rasulullah  maka mereka langsung melaksanakannya. Mereka tidak pernah memandang sunnah sebagai suatu yang kecil dan dapat dikebelakangkan/ ditakhirkan. Tidak seperti sekarang ini dimana banyak orang jika melihat ada orang yang ingin menghidupkan sunnah mereka memandangnya dan menganggap remeh pelaku sunnah tersebut dan mengatakan kalian hanya menghidupkan sunnah-sunnah yang kecil namun kalian tidak pernah menghidupkan masalah yang lebih besar. Misalnya orang yang banyak berbicara masalah politik. Kadang begitu meremehkan orang-orang yang sibuk dengan sunnah-sunnah yang jelas datangnya dari Rasulullah . Padahal sahabat meski mereka mengurus masalah itu(sunnah) sampai berbicara tentang masalah yang besar seperti khilafah tidak pernah seorangpun yang meremehkan masalah (sunnah) tersebut.
Dikisahkan oleh Imam Bukhari dalam hadits tentang “Khilafah Umar bin Khattab” :
Umar bin Khattab  pada masa detik-detik terakhir kekhalifahan beliau sebelum datangnya ajal kepada beliau. Ketika khilafah akan diserahkan kepada orang sesudahnya. Tentunya belliau wajib untuk mewasiatkan hal-hal yang sangat penting terutama tentang negara/khilafah. Namun ketika beliau melihat seorang pemuda yang telah datang kepada beliau untuk menjenguk beliau. Dan ketika pulang, dari kejauhan Umar melihat bahwa ternyata pemuda tersebut memanjangkan/meleretkan pakaiannya. Kemudian Umar mengatakan : “Kembalikan kepada saya pemuda tadi” Kemudian para sahabat memanggil kembali pemuda itu dan Umar berkata : “ "Wahai pemuda, angkatlah pakaianmu karena sesungguhnya itu lebih mengekalkan pakaianmu , membersihkan pakaianmu dan lebih bertakwa kepada Allah”.
Kata para ulama kita di sini Umar  tidak membedakan ini masalah yang kecil yang perlu ditakhirkan karena sudah mau ganti khilafah dan itu saja yang dibicarakan tidak perlu membicarakan masalah-masalah yang kecil. Bahkan beliau tetap memandang ini adalah hal yang tidak boleh didiamkan.
Kisah lainnya adalah ketika beliau mengirim orang untuk berjihad/berperang di Syam. Kemudian orang tersebut (yakni Uqbah bin 'Amir  ) yang mengabarkan tentang kemenangan kaum muslimin yang gemilang. Ketika datang dengan kabar tentang kabar besar mengenai kemenangan kaum muslimin dan telah dibuka kembali daerah yang baru untuk kaum muslimin, Umar mendapati orang tersebut memakai khuf. Beliau langsung menanyakan dan tidak sekedar disibukkan dengan masalah-masalah politik saja: “Wahai saudaraku sudah berapa hari kamu memakai khufmu itu dan apakah kamu mengusap khufmu itu”. Umar  tidak hanya mau disibukkan oleh masalah yang besar saja yakni khilafah, politik dan seterusnya lalu melupakan sunnah-sunnah yang mungkin menurut sebagian orang adalah sunnah yang kecil. Melainkan beliau tetap bertanya masalah khuf.
Sangat banyak contoh-contoh dari para salafusshaleh tentang perhatian dan semangat mereka untuk menghidupkan sunnah. Terutama sekarang ini dimana sunnah begitu banyak ditinggalkan dan Insya Allah jika kita mengamalkannya lalu diikuti maka kita akan mendapatkan pahala orang yang mengikuti kita. Terutama jika kita adalah orang yang mempunyai sum'ah atau nama yang baik atau orang mau melihat amalan-amalan kita misalnya orang mengetahui kalau kita rajin mengikuti pengajian dan rajin belajar dien, sudah saatnya kita mengamalkan sunnah-sunnah yang kita ketahui. Namun ada sunnah yang dapat kita tangguhkan pengamalannya ketika dikhawatirkan akan timbul mudharat atau sudah timbul mudharat ketika kita mengamalkan misalnya orang akan lebih jauh dari Islam, jauh dari masjid, atau semakin jauh dari sunnah-sunnah Rasulullah  secara keseluruhan maka untuk sementara sunnah tersebut kita tangguhkan dengan terus melancarkan dakwah dan penjelasan/pengajaran tentang hakikat sunnah tersebut.
Namun jika tidak maka hukum asal adalah kita amalkan sunnah tersebut, dan jangan karena masalah kekhawatiran kita tangguhkan pengamalan sunnah tersebut.

 Menyebarkan Sunnah ( نـشر ا لـسنة)
Jika menghidupkan sunnah kebanyakan lewat pengamalan. yaitu jika kita mengamalkan dan mungkin mengundang pertanyaan orang lain, misalnya : berjenggot, bercadar dll. Mungkin orang akan heran dan bertanya. Maka saat itulah kesempatan untuk berdakwah.
Adapun menyebarkan sunnah lebih umum lagi. Disamping lewat pengamalan maka kita menggiatkan sunnah dengan dakwah-dakwah kita atau tulisan-tulisan kita. Minimal seperti tadi kita berdakwah lewat fiil (perbuatan) mudah-mudahan mengundang pertanyaan yang bisa mengajak orang untuk bisa mengamalkannya. Jika kita bisa menyebarkan sunnah dengan pemahaman yang baik tentang sunnah tersebut maka kita dapat menulis tentang sunnah itu yang mungkin orang kebanyakan menganggapnya sebagai hal yang mungkar atau hal yang aneh atau sebagai agama yang baru, maka kita dapat menjelaskan hukum sebenarnya. Atau lewat khutbah-khutbah kita. Dan sebenarnya maudhu/topik khutbah yang sangat jarang kita dengarkan adalah bagaimana menghidupkan sunnah. Bahkan yang banyak sekarang adalah yang mengajak orang untuk mematikan sunnah atau lari daripadanya.

 Mengajak Orang-Orang (secara keseluruhan) kepada Sunnah( الدعوة إ لى الـسنة )
Karena itu kita ajak mereka untuk mau mengetahui tentang hakikat sunnah dan mau menghidupkan sunnah. Dan dengan ini kita akan dapat memperkecil tantangan dan mempersedikit lawan-lawan kita dan akan menghilangkan ghurbatul Islam (keasingan Islam) dari pemeluknya dengan da'wah.
Jadi jangan kita menganggap bahwa keasingan Islam dari pemeluknya adalah hal yang terpuji/baik dan kita tinggalkan begitu saja. Keasingan Islam dari pemeluknya itu disebabkan kurangnya dakwah dan tidak adanya orang yang mau mengamalkan Islam itu. Karenanya Rasulullah  ketika mau memberikan gambaran tentang ghurbatul islam beliau mengatakan :
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Islam itu asing pada awal waktu (da'wah) dan akan kembali asing (pada akhir zaman) sebagaimana awalnya,maka beruntunglah mereka yang asing pada saat itu (HR Muslim)

Pada awal waktu karena orang masih sedikit yang beragama Islam. dan pada akhir waktu karena orang sudah banyak yang meninggalkan Islam. Dan ini tidak berarti tidak mengapa bagi kita untuk membiarkan yang seperti itu.. Bahkan kita di perintahkan untuk melakukan sebagaimana yang dilakukan Rasulullah  agar Islam ini tidak asing dari pemeluknya. Sebagaimana Raulullah dan para sahabat dan generasi sesudah mereka adalah mereka yang begitu akrabnya dengan agama mereka. Sehingga jika ada sesuatu yang mungkar/bid'ah maka mereka begitu cepatnya mengingkari kemungkaran/bid'ah itu. Berbeda dengan kita apabila ada yang mau melaksanakan sunnah maka begitu bersegeranya orang untuk mencela dan mau menantang pelaku sunnah itu. Lalu ketika bid’ah itu tersebar, tidak ada seorangpun di antara kita yang mau memungkirinya karena memang yang tersebar adalah kemungkaran dan kebid'ahan tersebut. Dan inilah mengapa di biah-biah (lingkungan-lingkungan) yang sunnah orang begitu tinggi ghirahnya untuk memberantas hal yang bid'ah karena da'wah yang kini tengah dilancarkan. Maka kini saatnya kita melancarkan da'wah terhadap ummat Islam kepada sunnah dan ini termasuk salah satu bentuk nasehat kepada Rasulullah .



7. شد ة الغضب علي من خالف السنة أو أعرض عنها
Adanya kemarahan yang sangat (pada diri kita) terhadap orang yang menyelisihi sunnah atau berpaling darinya atau menuduh Rasululullah dengan tuduhan yang tidak benar .
Inilah yang terjadi pada para sahabat. Jika mendengarkan orang yang melecehkan Rasulullah maka begitu cepatnya mereka marah.
Lihatlah Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul anak dari gembong munafikin Abdullah binUbay bin Salul. Ayahnya ini adalah orang yang suka mengejek Rasulullah dengan tuduhan yang bukan-bukan. Abdullah begitu marah dan menjadi orang yang paling pertama mau memenggal kepala bapaknya sendiri, karena bapaknya banyak menghina Rasulullah dan sunnahnya.
Ali Bin Abi Thalib ketika meninggal bapaknya, paman Rasulullah langsung mengabarkan kepada Rasulullah bahwa : “Sesungguhnya pamanmu yang sesat ini telah meninggal dunia”. Di sini dapat dilihat tidak ada tawar-menawar terhadap orang yang menyelisihi sunnah dan menjauhi syariat Rasulullah 
Imran bin Husain  pernah berceramah dan mengadakan dars/pelajaran di masjid dan menyebutkan sebuah hadits dari Rasulullah  :
الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ قَالَ أَوْ قَالَ الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ
“Rasa malu itu adalah kebaikan keseluruhannya”(HR Muslim)
Lalu ada seorang yang bernama Busyair bin Ka'ab berkata : “Tapi kami mendengar dari beberapa buku atau hikmah bahwa malu itu ada yang menunjukkan ketenangan dan pengagungan kepada Allah namun ada juga yang menunjukkan kelemahan seseorang. Maka beliau sangat marah kepada orang yang mau mencoba membantah hadits Rasulullah dan beliau berkata dengan suara yang tinggi dan mata yang memerah : “ Saya telah mengatakan Rasulullah bersabda bahwasanya rasa malu itu semuanya kebaikan lalu kamu mengatakan ada yang tidak !” Para sahabatnya berusaha menenangkannya.
Abdullah bin Mughaffal pernah mengatakan dan melarang seseorang berburu dengan al Khadzaf (semacam memakai ketapel). Beliau mengatakan Rasulullah melarang yang seperti itu karena hanya dapat menyiksa dan melukai mata saja namun tidak mematikan buruan. Ada salah seorang keluarganya memakai yang seperti itu dan mengatakan tidak mengapa, biarlah saya menggunakan. Lalu Beliau berkata : “ Saya sudah menyebutkan hadits tentang larangannya namun kamu tetap melakukan maka sejak saat ini saya tidak mau mengajakmu lagi berbicara”.

Masih banyak lagi contoh dari para sahabat dan salafushshaleh tentang kebencian mereka kepada orang-orang yang menyelisihi sunnah atau memandang remeh sunnah Rasulullah . Sehingga merupakan hal yang sangat disedihkan sekali ketika orang-orang yang justru mau melaksanakan sunnah justru ditinggalkan bahkan mereka dianggap sebagai musuh-musuh sunnah. Saat sekarang orang yang justru meninggalkan malah diagung-agungkan. dianggap pembaharu(reformis) atau tokoh yang lainnya. Karena itu hendaknya kita mempunyai perasaan dan sikap seperti salafushshaleh dalam menilai seseorang dan dalam bermuamalah dengan seseorang. Siapa yang perlu kita agungkan dan siapa yang perlu kita hormati, siapa yang boleh kita dengarkan pendapatnya.
Kita mesti siap untuk membantah tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada Rasulullah . Misalnya tuduhan tentang poligaminya sehingga beliau dituduh shahibul ahwa(penurut hawa nafsu) atau Rasulullah  itu dikatakan tidak adil memberikan khilafah kepada orang tertentu. Maka itu semua adalah tuduhan yang perlu dan wajib kita hilangkan syubhat tersebut dari benak kaum muslimin. Tidak boleh kita diam dan merasa cukup yang penting fikrah kita tidak seperti itu bahkan wajib kita memberikan adab dalam arti mengajari atau memberi hukuman kepada mereka yang seperti itu karena orang yang mencela Rasulullah dan memberikan tuduhan yang tidak ada dasarnya bagi Rasulullah  tidak ada balasannya kecuali hukuman mati sebagaimana disepakati oleh para fuqaha kita.
Syaikhul Islam mengatakan mereka itu pada dasarnya pantas merasakan ash shorimul maslul. Karena itu beliau mempunyai buku yang berjudul "Ash-Shorimul Maslul 'ala Syatim Ar-Rasul" (Pedang tajam yang terhunus dan siap dilayangkan ke orang yang mencela Rasulullah). Tidak ada taubat baginya, taubat hanya bermanfaat diakhirat. adapun saat sekarang setelah wafatnya Rasulullah maka ia tetap dibunuh dan di akhirat nanti dia tetap mendapat hasilnya. Dan ini merupakan kesepakatan para fuqaha kita secara keseluruhan.

8. الذ بّ عن شريعة رسو ل الله و الد فاع عنها وبذ ل جميع الطاقات
Membela dan memperjuangkan sunnah Rasulullah serta Ad Dien ini dan siap mengorbankan potensi yang dimiliki untuk perjuangan itu.
Demi jayanya agama ini dan demi tersebarnya sunnah Rasulullah  kita siap mengorbankan apa yang kita miliki baik itu harta maupun tenaga dan segenap potensi. Dan ini merupakan bentuk mahabbah kepada Rasulullah . Karena itu Syaikh DR. Fadli Ilahi memasukkan pengorbanan dan kesiapan untuk memperjuangkan agama salah satu point penting (point ke-2 dan ke-4 dalam buku beliau) dalam tanda-tanda cinta kepada Nabi Muhammad . Dan sangat banyak atsar yang beliau sebutkan. Diantaranya :
Abu Bakar  yang siap berkorban, jiwanya, hartanya demi Rasulullah . Beliau menangis ketika Rasulullah  dikejar-kejar oleh Suraqah yang ingin membunuh Rasulullah . Sehingga Rasulullah  pernah bertanya ketika di Gua Tsur Rasulullah tidur dipangkuannya dan terbangun karena merasakan linangan air mata Abu Bakar. Lalu beliau bertanya : “ Apakah kamu takut dengan dirimu ?” Jawab Abu Bakar : “ Tidak ya Rasulullah. Kematian Abu Bakar adalah kematian seorang manusia biasa sedangkan kematianmu adalah pertanda hilangnya ad din ini dan tidak tersebarnya agama Allah ”
Dan beliau menyiapkan apa yang beliau miliki untuk perjuangan agama ini. sehingga ketika diminta hartanya, beliau memberikan secara keseluruhan. Ketika ditanya : “Apa yang kau tinggalkan untuk anak-anakmu ?” beliau menjawab : “Saya tinggalkan kepada Allah dan Rasul-Nya” Demikian juga halnya dengan sahabat yang lain.
Ali  sejak kecilnya rela berkorban untuk Rasulullah . Rela mengganti kasurnya siap untuk dibunuh oleh kaum Quraisy untuk menggantikan Rasulullah .
Khubaib bin Adi rela dihukum dan dipancung demi Rasulullah . Ketika ditanyakan : “Bagaimana pendapatmu jika kami tidak memancung kamu namun kamu datangkan saja Rasulullah”. Katanya : “Sekali-kali tidak. Demi Allah, Rasulullah ditusuk kakinya dengan duri saja sementara saya enak-enak duduk dirumah, saya tidak akan rela bersenang-senang sementara Rasulullah kakinya ditusuk duri di jalan”
Kisah perang Uhud dimana berapa banyak sahabat yang rela jadi tameng agar jangan sampai Rasulullah  terkena bacokan pedang atau tusukan panah-panah dari musuh-musuh Allah . Bahkan seorang wanita, Ummu Umarah, Nasibah رضي الله تعالي عنها siap menjadi tameng waktu itu agar Rasulullah tidak terkena panah waktu itu. Dan lainnya pun demikian demi berlanjutnya syariat agama ini.Para sahabat siap memberikan potensi apa saja yang mereka miliki demi jayanya agama ini. Demikianlah seorang muslim mesti siap untuk mengorbankan apa yang dimiliki untuk agama ini. karena sesungguhnya kita tidak punya apa-apa lagi. Ketika kita telah mengatakan diri kita sebagai seorang mukmin maka kita sudah mengadakan transaksi dengan Allah . apa yang kita miliki sekarang adalah milik Allah. Dan kita mesti melaksanakan tunaikan transaksi tersebut sehingga kita bisa mendapatkan harganya dari Allah .
Firman Allah
 إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْءَانِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ التوية :111
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang beriman, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.(QS.At Taubah:111)
Ini adalah ayat yang dalam jihad mendahulukan jiwa karena disini diinginkan pengorbanan kita untuk mati dalam jihad fisabilillah. Ini sudah kita ucapkan kepada Allah ketika kita sudah beriman. Karenanya perlu kita buktikan syahadat kita dan tanda keimanan kita pada Allah . Sebagaimana para sahabat Ubadah bin Shamit telah mengatakan : “ Secara keseluruhan, kami para sahabat senantiasa meminta kepada Allah siang dan malam untuk bisa diwafatkan dalam syahadah fisabilillah”

Demikianlah nasehat kepada Allah, kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya yang dituntut bagi setiap mu'min atau muslim.Kemudian Imam Ibnu Rajab Al Hanbali menyebutkan رحمه الله تعالي bahwa ada nasehat kepada Allah, kepada kitab-Nya, dan kepada Rasul-Nya yang khusus dituntut kepada para ulama kaum muslimin. Kemudian beliau menyebutkan contohnya antara lain :

1. الرد علي أهل الأهوا ء والبدع
Membantah pernyataan-pernyataan para ahlul ahwa’ (pengikut hawa nafsu ) dan ahlul bid’ah
(pelaku dan penyeru bid’ah).
Membantah Ahlul Ahwa' yang menyesatkan dengan memalingkan makna Ayat Al-Qur'an dan hadits sesuai dengan keinginan mereka dan berkewajiban untuk menjelaskan kepada kaum muslimin tentang hal-hal yang dipalingkan tersebut kepada makna yang sebenarnya. Karena ahlul ahwa' dan ahlul bid’ah tidak henti-hentinya mengeluarkan pernyataan dan syubhat-syubhat ke tubuh kaum muslimin misalnya baik yang berkaitan dengan sifat Allah baik dengan mengingkari sebagian sifat atau menta’wil sebagian sifat Allah atau membuat syubhat terhadap ke-Esaan Allah atau ke-Maha Besaran Allah. Atau juga syubhat terhadap Rasul-Nya dan Kitabullah. Maka kewajiban bagi orang yang tahu untuk qiyam/tampil membantah mereka. Ini tentu dikhususkan kepada alim ulama kaum muslimin.
Karena pada umumnya kaum muslimin mengetahui manhaj yang haq tapi tidak mempunyai kemampuan untuk membantah syubhat-syubahat yang dilontarkan oleh para ahlul bid’ah. Dan demikian juga bila kita melihat buku-buku ulama kita, banyak yang menulis bagaimana akhlak yang baik, tentang manhaj yang benar namun tidak semua yang menulis bagaimana bagaimana para ahlul bid’ah. Kalau kita teliti hanya ada beberapa saja diantara ulama kita. Hal ini menunjukkan bahwa urusan ini bukan urusan yang bisa dilakukan oleh setiap orang akan tetapi hanya diperuntukkan bagi mereka yang mengetahui kebatilan dan mampu membantah kebatilan tersebut. Minimal bagi seorang muslim mengetahui kebenaran dan yakin dengan kebenaran tersebut.
Oleh karena itu seorang awam tidak dituntut untuk memahami banyak ikhtilaf para ulama kita terutama ikhtilaf antara ulama ahlul sunnah wal jamaah dengan firqah yang sesat. Karena kadang seorang awam kadang bingung dengan syubhat yang dimunculkan oleh kaum bid’ah, maka merupakan suatu hikmah dalam pengajaran ad-dien untuk mengajarkan mana manhaj yang haq tanpa kita membebani mereka dengan pemikiran-pemikiran yang sesat. Namun bagi orang yang sudah mampu memebedakan maka kita perlu menyampaikannya karena suatu waktu dia perlu membantah membantah firqah-firqah yang sesat itu suatu saat.

2. بيان ما صح من حديث النبي صلى الله عليه وسلم ومما لا يصح
Menjelaskan /Membedakan hadits-hadits yang shahih dengan hadits-hadits yang lemah.
Sebagai wujud nasehat-menasehati kepada Rasulullah atas sebagian ulama. Karena kini banyak perkataan yang dinisbatkan kepada Rasulullah . Dan kadang dan sebaliknya sesuatu yang berasal dari sabda Rasulullah  disangka pepatah Arab atau perkataan para sahabat atau perkataan manusia biasa. Maka merupakan kewajiban para ulama kita untuk mentamyiz/membedakan antara sabda Rasulullah dan selainnya dan membedakan antara hadits-hadits yang shohih dan hadits-hadits yang lemah. Dan itu tentu saja bukan pekerjaan setiap orang.

3. بيان رواته ومن تقبل رواياته منهم ومن لا تقبل وبيان غلط من غلط من ثقاتهم الذين تقبل روايتهم
Menjelaskan Ruwat (perawi-perawi) dengan membedakan ruwat yang tsiqat dan ruwat dhuafa yang berkaitan dengan ilmu rijal yakni rawi-rawi yang diterima haditsnya.
Maka ini merupakan kewajiban ulama terutama dari kalangan yang mendalami tentang ilmu rijal.
4. رد الأقوال الضعيفة من زلات العلماء وبيان دلالة الكتاب والسنة على ردها
Menjelaskan pendapat-pendapat yang lemah dari para ulama dengan menjelaskan dalil kitab dan sunnah termasuk kesalahan para ulama Ahlussunnah wal jamaah  supaya tidak diikuti dalam kesalahan tersebut. Karena kesalahan ini adalah suatu hal yang ada pada setiap anak cucu Adam. Sehingga kadang di antara para ulama ahlussunnah wal jamaah juga salah dalam beberapa ijtihadnya. Karena itu perlu untuk dijelaskan kesalahan tersebut. Bukan untuk menjelaskan aib ulama ahlussunnah wal jamaah tapi untuk menghindarkan masyarakat awam atau para penuntut ilmu dari mengikuti pendapat yang lemah. Oleh karena itulah maka kita perlu mempelajari juga bagaimana ijtihad para ulama kita dan kita tidak taqlid terhadap perkataan satu ulama saja. Karena itulah terkadang ketika mambahas suatu masalah yang fiqhiyah (karena khilaf ulama ahlussunnah wal jama’ah hanya berikhtilaf pada maslah fiqhiyah saja atau furuiyah saja ; adapun masalah aqidah mereka , masalah ushuliyah mereka bersepakat), terkadang ada ulama ahlussunnah wal jama’ah yang mengambil pendapat yang sangat lemah sekali maka perlu dijelaskan kelemahan tersebut apalagi bila mereka mendasarkan kepada hadits yang lemah. Kadang kita mendengar perkataan ulama : “Kata Abu Hanifah dalam masalah itu lemah” atau disaat lain mengatakan “Pendapat Imam Syafii lemah”. Ini semua bukan untuk mencela dan membuka aib para ulama kita tapi dalam rangka menasehati kepada Allah, Kitab-Nya dan Rasul-Nya dan ini adalah tugas para ulama kita yang merupakan ulama Rabbani yang mempunyai kemampuan untuk itu.



4. NASEHAT KEPADA AIMMATIL MUSLIMIN

Sebagaimana yang telah kita jelaskan bahwa makna nasehat adalah perhatian yang penuh kepada yang kita nasehati. Oleh karena itu para ulama kita ketika menjelaskan makna nasehat kepada aimmatil muslimin ada beberapa hal yang mereka sebutkan diantaranya :
 Mentaati aimmah muslim selama mereka tidak menyeru kepada perbuatan maksiat. Ketika menyeru kepada perbuatan maksiat tidak wajib ditaati bahkan tidak boleh ditaati namun bukan berarti menjadi alasan buat kita untuk tidak mentaati perintahnya yang lain atau tidak mendengarkan perintahnya sama sekali. Sangat banyak firman Allah dan sunnah Rasulullah  yang mengatakan tentang wajibnya mentaati aimmah muslimin. Diantaranya :
QS An Nisaa’ (4) : 59
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا النساء :59
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.

Di ayat ini Allah memerintahkan kita untuk taat kepada Allah, taat kepaada Rasul-Nya dan Ulul Amri diantara kalian.
Kalau kita perhatikan pada ayat ini kata taatilah diulangi dua kali sedangkan kepada Ulil Amri Amri dia dikataka وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ, dia hanya ma'thuf kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak diulangi kata-kata taat kepada ulil amr karena ketaatan kepada ulil amr bukan ketaatan yang mutlak sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim dan lainnya. Karena kadang ulil amr memerintahkan kepada yang maksiat maka saat itu kita tidak boleh taat. Berbeda dengan Allah dan Rasul-Nya yang tidak mungkin memerintahkan kita kepada kemaksiatan.
Kalau kita baca pada ayat lain ada yang mengatakan “athi'ullah warrasul” atau “waman yuthi'illaaha warrasul” tanpa mengulang-ulangi kata “yu’thi”. Tapi khusus untuk ayat ini karena ada kata ulul amr maka Allah (wallahu a’lam- sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama kita) mengulangi kata taat kepada Allah dan Rasul-Nya untuk membedakan ketaatan yang mutlaq yaitu kepada Allah dan Rasul-Nya dan ketaatan yang muqayyad /yang terikat yaitu kepada ulul amr ketika ia tidak menyeru kepada hal yang maksiat. Dan ulul amr dalam hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh ulama mufassirin sebagaimana yang disebutkan Ibnu Abbas adalah al ulama’ dan al umara’ (pemerintah). Bahkan Ibnu Abbas mendahulukan ulama baru umara. Dan merekalah (yakni para ulama’) sebenar-benarnya hakikat ulul amr dan umara' mendengarkan dari ulama’. Fungsi para umara adalah tanfidz/pelaksana apa yang dikatakan oleh para ulama. Karena itulah perkataan menaati ulul amr kita dahulukan ulama daripada umara. Dan dari lafadz hadits “...nasehat kepada aimmah...” maka termasuk juga ulama, karena ulama adalah imam kaum muslimin. Dahulu tidak dibedakan yakni para ulama merekalah yang menjadi umara’ sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya dan generasi-generasi yang awal. Seperti Umar bin Abdul Aziz (kalangan tabi’in) merupakan ulama sekaligus umara’. Nanti setelah abad-abad sesudahnya maka mulai terjadi pergeseran dimana yang ada adalah umara yang bukan ulama sampai pada abad sekarang ini
Menaati umara atau wulatul umuur juga disebutkan dalam banyak hadits dan merupakan masalah yang sangat penting sehingga ulama ahlussunnah wal jama’ah menjadikannya sebagai salah satu masalah aqadiyah dan kita dapati buku-buku ahlussunnah wal jama’ah jarang yang tidak membahas ketaatan pada wulatul umur.
Dalil haditsnya :
Rasulullah bersabda dalam hadits yang muttafaq alaihi
من أطاعني فقد أطا ع الله ومن عصاني فقد عصى الله ومن يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني

“Siapa yang menaatiku berarti dia taat kepada Allah, dan siapa yang bermaksiat kepadaku berarti bermaksiat kepada Allah dan siapa yang taat kepada amir maka sungguh ia telah taat kepadaku dan siapa yang bermaksiat kepada amir/pemimpin maka sungguh ia telah bermaksiat juga kepadaku”

Bahkan dalam riwayat Muslim dalam salah satu lafadznya tentang pentingnya mendengarkan dan taat kepada wulatul umuur, sampai-sampai Rasulullah mengatakan :
وإن ضرب ظهرك وَأَخَذَ مَالَكَ
“... Walaupun ia memukul punggungmu dan mengambil hartamu...”

Artinya walaupun pemimpinmu adalah pemimpin yang zholim dan walaupun pemimpinmu itu adalah seorang yang tidak kamu senangi sebagaimana dalam hadits disebutkan :
وإن تأمر عليكم عبد حبشي كأن رَأْ سَهُ زَبِيبَ
“Walaupun yang memerintah kalian adalah budak Habasyi ,Seakan-akan kepalanya kismis”

Tapi perlu kita tanbih sebelumnya masalah taat kepada wulatul umuur ini. Dalam semua ayat dan lafadz kalau kita perhatikan mereka mengaitkan dengan wulatul umuur kaum muslimin yaitu pemimpin kaum muslimin. Dalam ayat yang kita sebutkan tadi ”waulil amri minkum” ulama kita menjelaskan bahwa makna taat kepada mereka itu walaupun mereka itu zholim adalah para aimmah yang menegakkan Kitabullah dan berhukum kepada Kitabullah, Mereka itulah yang dimaksudkan dalam ayat-ayat dan hadits-hadits Rasulullah . Karena fungsi dari adanya Imarah/pemerintahan atau khilafah adalah untuk terjaganya hududullah/hukum-hukum Allah dan batasan-batasan Allah. Untuk terlaksananya shalat Jum’at, sholat Ied, dan ibadah-ibadah yang dilakukan secara berjamaah seperti jihad dan ini dipimpin/dikomando langsung oleh para aimmah muslimin. Kata ulama kita dalam masalah aqidah ini sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Thawawi bahwa jihad itu hukumnya wajib hingga hari kiamat baik bersama pemimpin yang fajir/durhaka maupun dengan pemimpin yang taat/sholeh.
Jihad yang dimaksudkan tentu saja jihad melawan orang-orang kafir bukan perang yang justru menghancurkan kaum muslimin sendiri. Dan hal ini hanya terjadi pada pemerintahan yang menegakkan Kitabullah.
Oleh karena fungsi khilafah tadi maka Imam Ali bin Abi Thalib  ketika menegaskan tentang ketaatan kepada pemimpin yang baik dan pemimpin yang buruk. Ketika beliau ditanya yang mana pemimpin yang baik ?. Beliau berkata pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menegakkan hududullah atau menjaga batasan-batasan Allah. Dan inilah sebenarnya jawaban mengapa para sahabat tetap berada dalam pemerintahan Hajjaj bin Yusuf padahal beliau terkenal dengan kezhalimannya. Bukan hanya memukul dan mengambil harta tetapi bahkan menghabisi banyak orang-orang shalihin. Namun beliau masih menegakkan Kitabullah, masih menampakkan syiar-syiar Islam walau dirinya sendiri adalah fajir. Dan perintah ini taat ini :
ما أقا م فيكم كتا ب الله
selama mereka menegakkan kitabullah (HR Tirmidzy)

 Wajib menolong mereka dalam menyelesaikan banyak persoalan mereka
Sedangkan diri kita sendiri begitu banyak masalah yang harus dikerjakan apalagi pemerintah. Sebab pemerintah yang memerintah banyak orang mempunyai banyak urusan selain dirinya juga terhadap orang yang berada dalam pemerintahannya. Mereka adalah orang yang banyak menerima amanah disisi Allah dan sangat banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengancam mereka ketika mereka tidak menyelesaikan amanah tersebut dengan baik. Maka membantu mereka sesuai dengan kesanggupan kita adalah bentuk menasehati aimmatil muslimin yang disebutkan oleh hadits ini.

 wajib untuk membimbing/menasehati mereka dalam kebenaran jika mereka salah dalam suatu kebijaksanaan mereka, sebab mereka adalah manusia biasa sebagaimana bani Adam yang berdosa.
Dan dalam membimbing mereka dan menjelaskan kesalahan mereka perlu adab sebagaimana kita bernasehat kepada saudara-saudara kita. Orang yang awam saja jika kita bernasehat dengan cara yang tidak hikmat sulit bagi mereka untuk menerima apalagi jika dia merupakan seseorang yang menganggap dirinya lebih tinggi dari kita. Ulama menjelaskan bagaimana adab kita dalam bernasehat bahwa sebaiknya yang menasehati mereka adalah para ulama yang dekat dengan mereka dan mempunyai kemampuan untuk itu. Kalau bisa nasehat seperti itu tidak secara terang-terangan/alaniyah.
Maka bukan berarti ulama Kibar kita tidak memberi nasehat kepada aimmatul muslimin seperti sekarang ini. Tidak berarti Syaikh bin Baz diam terhadap kemungkaran-kemungkaran yang terjadi di negeri Saudi misalnya walaupun di sana sudah menerapkan beberapa syariat Islam namun ada beberapa kemungkaran yang bersumber dari pemimpin mereka. Maka perlu diketahui meski jarang terdengar nasehat para ulama kita kepada pemerintah secara terang-terangan namun sebenarnya para ulama telah datang dan menasehati pemerintah tersebut.
Meskipun masalah menasehati kepada pemimpin diikhtilafkan di antara ulama kita Seperti yang dikatakan Abdullah bin Mubarak bahwa cara menasehati mereka justru dengan meninggalkan mereka. Tapi ulama yang lain memandang tetap perlu datang menasehati mereka. Ikhtilaf ini menunjukkan ijtihad mereka. Dan sebenarnya penyebab sebagian ulama tidak senang masuk rumah sulthan/pemerintah sebab banyak ulama yang terfitnah dengan mendekatnya ke pintu pemerintah. Dan ini sebagaimana disebutkan dalam hadits :
من أتى باب السلطان ا فتـتن
“Siapa yang mendatangi pintu penguasa maka dia akan terfitnah”
(HR Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasaa'I dan Ahmad dari Abdullah bin Abbas )

Bahkan ada yang sampai mengikuti kemauan penguasa sehingga digelari pencuri oleh Sufyan Ats Tsauri : “Siapa yang kalian lihat mendekati pintu sulthan maka dia adalah pencuri”. Namun sebagian ulama lagi berpendapat tetap perlu mendekati pintu mereka untuk menasehati mereka. Tentunya harus ditempuh dengan cara yang paling efektif untuk bisa mencapai tujuan kita, agar dia mau mengubah kesalahannya. Jangan justru dengan nasehat yang menjadikan dia lebih sombong. Dan ini kadang terjadi jika melakukannya secara alaniyah/terang-terangan tanpa kehadirannya .
Rasulullah  bersabda :
أفضل الجهاد كلمة عد ل عند سلطان جائر
Seutama/seafdhal jihad adalah kalimat haq/benar yang diucapkan di hadapan pemimpin yang zolim (HR Abu Dawud dan Tirmidzy)
Kata “‘عند” maksudnya bahwa berkata langsung dihadapannya dan sulthan mendengarkan langsung. Karena itu para ulama kita banyak yang tidak menyukai membesar-besarkan tanpa menyampaikan langsung kepada penguasa tersebut. Sebagaimana Abu Said Al-Khudry dan yang lainnya langsung mengemukakan kemungkaran langsung di hadapan pemimpin tersebut. Dimana Abu Said Al Khudry melihat seseorang yang ingin mendahulukan khutbah dari shalat Ied karena ia khawatir orang-orang tidak akan mendengarkan khutbah itu setelah selesai shalat. Maka karena hal ini mukhalafatu sunnah, maka sahabat Abu Said Al Khudry berkata : “Kamu telah melakukan suatu perbuatan mungkar”(mengubah sunnah).
 Tidak bolehnya khuruj atau keluar dari pemerintahan Islam yang sah.
Ini juga diikhtilafkan oleh para ulama, sebab dari Said bin Zubair yang khuruj hingga sebagian ulama mengatakan
tidak mengapa. Namun Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa pendapat ahlussunnah wal jama’ah yang tetap adalah tidak bolehnya khuruj. Walaupun ada ikhtilaf tapi akhirmya ada semacam kesepakatan dia antara ulama ahlussunnah wal jama’ah untuk tidak membolehkan khuruj dari pemerintahan Islam yang sah. Sebagaimana Rasulullah  bersabda : “walaupun ia zholim memukul punggungmu dan mengambil hartamu “ . Dalam riwayat lain :
مَا أ قَا موا فيكم الصلا ة
“Selama mereka menegakkan shalat“
dan di lain riwayat :
إلا أن تروا منهم كفرا بواحا عند كم فيه من الله برهان
“ Sampai jelas kekufuran yang nyata dan kita telah mempunyai dalil di sisi Allah bahwa mereka telah sampai pada kekufuran yang nyata“
Maksudnya "كفرا بواحا " kekufuran yang dzohirah dan tidak ada syubhat lagi dan jika kita punya dalil tentang kekufuran tersebut sehingga kita boleh khuruj.
Dan sampai jika masalah ini terjadi/nampak maka tentu saja ibadah dibebankan kepada kita kalau kita mampu untuk memikulnya karena itu sampai ketika kita berada dalam suatu pemerintahan yang tidak Islami atau tidak berhukum sacara shah dengan hukum-hukum Allah namun kita tidak memiliki istitoah untuk keluar dari pemerintahan tersebut maka tidak boleh kita khuruj. Bukan karena wajibnya taat kepada mereka tetapi karena perhitungan mashlahat dan mudharat.Jangan sampai kita khuruj dengan meninggalkan mudharat yang lebih besar lagi.

 Mendoakan mereka para aimmah muslimin yang menegakkan Kitabullah
Dan ini merupakan suatu amalan yang ditarghib oleh ulama ahlussunnah wal jamaah yang mendoakan aimmah muslimin. Kalau saja saudara kita sesama muslim didoakan maka terutama wulatul umuur ini sangat patut untuk didoakan sebab padanya banyak sekali amanah.
- Kata Fudhail bin Iyadh Abul Ali Al Alim Al Abid (seorang yang alim dan ahli ibadah) : “Seandainya saya punya doa yang murni dan akan diterima oleh Allah maka saya akan menjadikan doa tersebut untuk waliyyul amr “ (aimmah kaum muslimin) karena kebaikan mereka bukan untuk kebaikan mereka sendiri tetapi kebaikan mereka adalah kebaikan untuk semuanya yakni untuk masyarakat kaum muslim secara keseluruhan. Dan sebaliknya kerusakan mereka akan dirasakan oleh seluruh umat ini. -- Hasan Al Bashri juga berkata demikian, dimana banyak sekali diriwayatkan dari beliau bagaimana ia mendoakan dan mengajak orang untuk mendoakan wulatul umuur.
- Imam Al Barbahari (ulama besar bermahzab Imam Hanbali pada abad ke3/4 H) dalam kitabnya “Syarhul Sunnah” menjadikan pembeda antara ahlussunnah wal jamaah dan ahlul bid’ah adalah doa kepada wulatul umuur. Maka barangsiapa yang mendoakan wulatul umuur dia adalah ahlussunnah dan sebaliknya siapa yang berdo'a dengan melaknat wulatul umuur adalah ahli bid’ah. Ulama besar ini mempunyai saingan amir dimana jumlah pengikut Imam Barbahari lebih banyak daripada pengikut amir. Suatu ketika Amir pernah berada disinggasananya tiba-tiba mendengar suara ribut sehingga ia bertanya kepada pelayannya/orang disekitarnya dan menanyakan suara apa itu ? Dikatakan bahwa seorang yang hadir di Majelis Imam Barbahari bersin dan yang hadir mengatakan “Yarhamukallah” dan ini kedengaran di seluruh kota itu . Beliau dicintai oleh seluruh masyarakat awam sampai orang yang sering berbuat maksiat. Sehingga suatu ketika beliau banyak dituduh bahwa Hanbali (maksudnya orang yang berpegang teguh pada sunnah/hadits) itu adalah orang yang terbelakang dan ekstrim dan sebagainya. Ada seorang yang sangat suka mabuk tapi sangat cinta kepada Imam Barbahari, ketika mendengar perkataan orang-orang ahlul bid’ah yang hasad/dengki kepada ahlul hadits, maka orang itu mengatakan : “perlu kamu ketahui bahwa ahlul hadits dan Hanbali itu bukan cuma satu macam. Ahlul hadits ada 3 macam : Diantara mereka ada orang-orang yang sholeh seperti Imam Barbahari yang rajin ke majelis dan sebagainya ada yang alim. Dan diantara mereka ada juga orang pemberani dan bisa menempeleng orang”. Lalu ia menempeleng orang yang mencela Imam Barbahari. Ini menunjukkan kecintaan masyarakat kepada Imam Barbahari. Dalam kitab Imam Barbari yang cukup tipis dan kecil yakni Syarhu sunnah, namun banyak memuat ilmu dan menjelaskan ciri-ciri ahlussunnah wal jamaah ahlu bid’ah dan beliau menjadikan salah satu ciri doa kepada wulatul umuur kaum muslimin.

Namun ada khilaf diantara ulama kita apakah disyariatkan mendoakan wulatul umuur di atas mimbar. Kadang kita mendengar juga salah satu doa dalam khutbah Jum’at yakni doa kepada pemimpin. Sebagian ulama memakruhkan mendoakan wulatul umuur diatas mimbar didepan kaum muslimin dalam khutbah-khutbah Jumat, karena hal itu membesar-besarkan wulatul umuur. Pernah terjadi bahwa mereka yang menjadi penjilat penguasa menjadikan doanya didepan khalayak ramai supaya diketahui penguasa dan supaya ia didekatkan kepada penguasa.. Walaupun kadang banyak yang mendoakan seperti doa kepada khulafaur rasyidin dan untuk para pemimpin kaum muslimin, namun yang jelas dimakruhkan oleh ulama untuk menyebut namanya karena dianggap ghuluw dan ada ciri mau menjilat penguasa tersebut. Doa yang diberikan tersebut adalah untuk penguasa yang menegakkan Kitabullah. Adapun selainnya adalah doa kebaikan untuk seseorang sebagai seorang muslim.
Inilah bentuk nasehat kepada Aimmatul Muslimin yang dianggap penting dari sejumlah bentuk lainnya yang tidak sempat disebutkan.


5. NASEHAT KEPADA MASYARAKAT UMUM
Yakni masyarakat awam yang dimaksud dalam hadits ini adalah secara umum selain pemegang kekuasaan. Bentuk nasehat kepada mereka yakni adanya ihtimam/perhatian yang besar kepada hajat atau kebutuhan mereka. Tentu saja kebutuhan yang pertama adalah kebutuhan mereka kepada syariat atau ad dien ini karena ia merupakan kebutuhan yang paling asas/utama sekali bagi seorang manusia di muka bumi ini.
Sebagaimana perkataan Imam Ahmad bahwa kebutuhan seorang manusia akan ilmu lebih besar dari kebutuhannya terhadap makanan. Kalau makanan hanya dibutuhkan 3 kali dalam sehari maka ilmu dibutuhkan setiap tarikan napas kita dan setiap detakan jantung kita. Di mana tidak seorangpun yang lepas dari kebutuhan akan ilmu ini. Maka inilah yang harus kita perhatikan jangan sampai mereka hidup di muka bumi ini namun jahil akan hakekat kehidupannya,jahil akan kewajibannya kepada Allah. Allah menciptakan kita ini untuk beribadah kepadanya dan berapa banyak kaum muslimin yang hidup di muka bumi ini dan tidak tahu apa sebenarnya hakekat kehidupannya dimuka bumi ini sehingga dia hidup tanpa tujuan dan hanya senang-senang belaka sebagaimana orang kafir dan binatang ternak hanya makan dan minum. Dan mereka tidak pernah beribadah sedikitpun kepada Allah. Karena itu merupakan kewajiban kita terhadap ammah untuk mengajarkan mereka agama Allah dan menjelaskan tentang ilmu Ad Dien terutama sekali ilmu yang paling asas adalah ilmu tauhid.. Bagaimana sebenarnya beribadah kepada Allah dan kita menjauhi segala macam bentuk kesyirikan. Ini ilmu yang paling penting untuk pertama kali kita berikan sebelum yang lainnya. Selain mengajarkan tentang ilmu Ad-dien, maka kita juga harus bersama mereka dengan kebutuhan-kebutuhan mereka. Tentu selain ilmu mereka membutuhkan yang lain sebagaimana manusia biasa dan ini yang kadang menyebabkan mereka lari terutama dhuafaul iman (lemah iman). Terkadang mereka terhalang dari kebenaran Al Islam ini karena mereka melihat ta'awun di antara kaum muslimin tidak nampak atau sangat lemah sekali. Terkadang mereka membutuhkan uluran tangan makanan dan minuman dan lainnya lalu kita tidak memberikan ihtimam kepada mereka maka di saat itulah mereka jauh dan tidak tertarik dari agama mereka yakni Islam ini. Maka perhatian kepada para fuqara adalah sesuatu yang sangat diperhatikan dalam Al Islam ini bahkan kemenangan agama ini salah satunya karena mereka itu.
Rasulullah bersabda :
(( إِنَّمَا يَـنْصُرُ اللهُ هَذِهِ الأُمَّةَ بِضَعِـيْـفِهَا، بِدَعْوَ تِهِمْ وَصَلاَ تِهِمْ وَإِخْلاَصِهِمْ ))
“Allah menolong ummat ini disebabkan para kaum lemahnya dengan doa- doa mereka dan sholat-sholat mereka serta keikhlasan mereka
(HR. Imam Nasa’i dan ashalnya ada dari Imam Bukhari dan Muslim)
Dan inilah salah satu penyebabnya ditolongnya agama Allah. Karena itulah Allah pernah menegur Rasulullah  ketika mau berpaling dari fuqara dan lebih tertarik mendakwahi orang-orang kaya pemuka Quraysy dengan anggapan bahwa kalau mereka sudah bisa dikuasai maka banyak yang akan masuk Islam. Lalu datang para fuqara dan Rasulullah sempat mengabaikannya. Allah menegur beliau melalui ayat “عبس وتولى” dan para pemuka Quraisy pada saat itu mengatakan bahwa mereka mau asal tidak duduk-duduk dengan para budak-budak itu yakni Bilal dan lainnya sehingga Rasulullah sempat berpikir lalu Allah segera menurunkan ayatnya :
 وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ…الأنعام :52
Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keredhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim.
Wahai Muhammad kamu mengusir mereka yang berdoa kepada Allah pada waktu pagi dan petang karena ikhlas dan menginginkan wajah Allah bukan atasmu perhitungan atas mereka. Dalam tafsir dikatakan pada ayat ini wa qaala l musyrikuuna ……
Orang-orang Quraiys itu mengisyaratkan kepada Rasulullah bahwasanya kami mau masuk tapi dengan catatan mereka diusir dari majelismu. Dan di sini dikatakan bahwa Rasululah sempat mau melakukan hal tersebut. Namun Allah mengatakan tidak boleh demikian maka mereka yang sudah ikhlas dengan agama ini walaupun fuqara lebih baik dibandingkan mereka-mereka yang masuk islam dengan tujuan-tujuan lain atau karena masalah keduniaan. Teguran ini menunjukkan bagaimana kemuliaan fuqara di sisi Allah.Di sini pentingnya ihtimam kita kepada mereka sebagai wujud cintanya kita kepada saudara-saudara kita. Bukankah kita juga sangat senang berpakaian yang indah dan sangat senang jika makan makanan yang lezat dan mana bukti cinta kita kepada sesama kita. Rasulullah bersabda dalam hadits Anas bin Malik :
((لا يؤمن أحدكم حتي يحب لأخيه ما يحب لنفسه)) متفق عليه
Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sampai kalian mencintai apa yang untuk saudaramu dari apa-apa yang kamu cintai untuk dirimu. (Disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Dan inilah salah satu pengamalan dari hadits tersebut dimana kita senang jika saudara-saudara kita memiliki apa yang kita miliki dan kebutuhan-kebutuhan duniawi maka itu juga yang perlu kita salurkan kepada mereka-mereka itu . Dan secara keseluruhan menasehati mereka ketika mereka bersalah dan jika mereka lupa dan lalai, maka itu semua bentuk nasehat kepada masyarakat demikian pula mendoakan mereka, dan inilah bentuk nasehat kepada masyarakat awwam dengan memperhatikan dan berusaha memeberikan kebutuhan mereka.
Dan sangat benar perkataan :
"Siapa yang tidak memberikan perhatian kepada urusan kaum muslimin maka tidak pantas ia menjadi golongan kaum muslilmin"
Ini diriwayatkan dalam beberapa hadits walaupun semua haditsnya lemah seperti oleh Imam Thabrani dalam beberapa riwayat namun semuanya lemah dan tidak bisa terangkat menjadi derajat hasan. Namun maknanya benar sehingga tidak mengapa kita sebutkan tanpa menisbahkan atau tidak mengatasnamakan Rasulullah.

Dan masalah nasehat yang perlu kita perhtikan, nasehat yang paling penting untuk diutamakan adalah ketika kita diminta. Nasehat tadi adalah nasehat baik kita diminta atau tidak diminta karena merupakan bentuk perhatian kita kepada saudara kita. Maka nasehat yang ditekankan adalah nasehat yang kita dimintai secara pribadi. Dan inilah makna sabda Rasulullah dalam hadits Muslim
حق المسلم على المسلم ست …وإذا ا ستنصحك فانصحه…
” Ha k muslim atas muslim lainnya ada 6 …..dan apabila dia minta nasehat, maka nasehatilah”

Kata Imam Nawawi tanpa diminta sudah wajib/pantas kita menasehatinya kalau kita lihat ia memang sudah butuh dinasehati apalagi ia meminta langsung kepada kita untuk dinasehati. Dan kewajiban ini lebih kuat lagi ketika diminta. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah nasehat ini di antaranya adalah :

 Adab-adab Nasehat
• Ikhlas
Karena nasehat adalah bentuk ibadah yang sangat penting maka dia baru diterima di sisi Allah kalau ikhlas kepada Allah . Apalagi makna nasehat itu sendiri adalah keikhlasan yakni النصوح di mana الخلوص. Artinya orang yang menasehati memang dari hatinya yang khalish/ murni untuk menasehati saudaranya. Karenanya Allah mengatakan
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا… التحريم :8
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
تَوْبَةً نَصُوحًاyakni توبة خالصة yang memang murni dan ikhlas yang datang dari hati kalian.Maka syarat yang pertama adalah ikhlas, maksudnya kita memang ingin memperbaiki saudara kita dan bukan untuk menunjukkan aibnya dan bukan karena kita bangga memiliki sesuatu yang tidak dimiliki saudara kita. Dan kadang juga seseorang dengan alasan nasehat sebenarnya tidak ada yang dinginkannya kecuali membongkar dan menjelaskan aib saudaranya dan untuk menunjukkan dia lebih baik dari saudaranya dan senang akan diketahuinya aib saudara kita. Naudzu billahi min dzalik
Dan itu bukan nasehat tetapi membuka aurat saudara kita. Karenanya Imam Ibnu Rajab Al Hanbali رحمه الله mempunyai kitab yang sangat baik dalam masalah ini beliau judulkan "Al-Farqu baina An-Nashihah wat- Ta'yir" (Perbedaan antara nasehat dan mencela atau membuka aurat orang). Kalau perlu tak usah diketahui orang lain kalau sudah baik maka sudah selesai tujuan kita. Adapun orang yang ta'yir dia tidak langsung bertemu dengan orang tersebut tetapi langsung membukanya di depan masyarakat dan dia senang kalau orang tersebut tidak berubah sehingga dia di mana-mana menyampaikan hal tersebut. Dan ini bukan nasehat yang diinginkan dan ini adalah ta'yir yang tercela dan merupakan bentuk ghibah dan ghibah sudah jelas sebagaimana yang diibaratkan oleh Allah seperti makan bangkai saudaranya dalam Qs 49 :12
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
…dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Walaupun ada memang ghibah yang dibolehkan sebagaimana yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi ada enam salah satunya nasehat atau menyebutkan kesalahan para penyeru bid'ah atau pelaku maksiat secara terang-terangan maka itu perlu dijelaskan supaya masyarakat waspada dan jauh darinya. Namun hukum ashal ghibah diharamkan sehingga karena dia dibolehkan darurah maka merupakan kaidah ushuliyah al-fiqhiyah yang dikenal oleh ulama kita الضـرُوْرَةُ تُقَدَّر بِقَدَرِهَا (Darurat itu ada qadarnya ada batasannya) maka tidak diperbolehkan ghibah terus sampai hawa nafsu masuk ke dalamnya.Maka hendaknya orang bernasehat jujur, ikhlas dan hendaknya takut kepada Allah. Maka keihlasan dan ketaqwaan sangat dibutuhkan dalam masalah nasehat ini. Ketika tujuan sudah tercapai maka tidak perlu disebutkan lagi namanya, dan inilah manhaj ahlussunnah wal jama'ah dalam bernasehat.
Rasulullah menyebutkan "ma baalu aqwam yaquluna kadza wa kadza" (Mengapa ada suatu kaum mengatakan seperti ini dan seperti itu) hadits ini terkenal ketika ketiga sahabatnya dan sudah- jelas-jelas orangnya mau melakukan suatu ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah atau orang- orang yang mau membuat syariat-syarat yang tidak dikenal dalam syariat ini. … (Kenapa ada kaum yang ingin membuat syaria-syariat yang tidak ada dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah) Rasulullah menyebutkan secara umum dan fungsinya agar ini terkena untuk siapa saja yang melakukan perbuatan tersebut. Kalau kita mengkhususkan kepada seseorang maka boleh jadi yang lain yang melakukan itu tidak merasa, karena ia menyangka si fulan saja yang sesat tapi kalau kita menyebutkan kesalahan amaliahnya maka ini lebih memberikan pengaruh yang baik dan tujuan akan tercapai dengan itu.
Sehingga Imam Asy-Syaukani رحمه الله sangat membatasi masalah ghibah ini dalam kitabnya "Kasyfu ribah amma yajuuzu minal ghibah" . Buku ini beliau jadikan semacam bantahan walaupun secara tidak langsung kepada Imam An-Nawawi namun ada yang beliau tekankan jangan sampai 6 hal (yang telah disebutkan Imam Nawawi) yang dibolehkan dipakai secara luas dan dimudah-mudahkan oleh orang-orang.

• Secara rahasia
Adab selanjutnya kalau bisa empat mata atau secara rahasia dan ini yang lebih mengena dan lebih menjaga kehormatan saudara kita dan mungkin saudara kita lebih mau menerimanya. Karena setiap kita dituntut untuk menjaga kehormatan saudara-saudara kita. Dan ini lebih dekat dengan sunnah. Selain ikhlas maka karena ia merupakan ibadah maka harus ittiba' kepada Rasulullah. Tentu saja Rasulullah adalah seorang yang beradab dan berakhlaq mulia dan senatiasa mengatakan kata-kata yang lembut. Oleh karena itu bernasehat dengan kata-kata yang lembut adalah salah satu sunnah yang harus kita perhatikan dalam masalah nasehat.Dan perlu kita ketahui bahwa nasehat ini adalah ibadah yang mulia dan merupakan ibadahnya para anbiya di mana para anbiya senantiasa mengatakan "sesungguhnya aku hanya memberikan nasehat kepada kalian" dalam surah Al-A'raf tentang kisah nabi Syuaib, nabi Nuh dan nabi Luth.
Maka orang yang bernasehat dia memikul risalah dan tugas para anbiya dan pahalanya sangat besar dan menghindarkan diri-diri kita dari kerugian sebagaiman Allah mengatakannya dalam QS Ashr.
Dan merupakan sifat sesama muslimin dalam 9:71


Periwayatan Hadits
Hadits ini juga diriwayatkan diriwayatkan oleh beberapa sahabat lain seperti Abu Hurairah namun sebagian ulama mendhoifkannya dan yang shohih adalah hadits yang diriwayatkan oleh Tamim Ad Daari 
Hadits ini diriwayatkan oleh
1. Imam Muslim dan tidak diriwayatkan oleh Imam Bukhari
2. Ashabul kutubussittah yang meriwayatkan adalah Imam Abu Dawud dan Imam An-Nasa'I
3. Imam Ibnu Hibban dalam shohihnya





Lampiran Indeks Ayat-Ayat Al-Qur'an

 Perbuatan dan Orang yang dicintai Allah :

1. Adil  5:13, 5:42,5:92 ,61:8, 49:9,
2. Bertawakkal  3:159
3. Sabar  3:146,8:46
4. Muhsin  2:195,3:134,3:148,5:13,5:93
5. Bertaqwa 3:76,9:4,9:7
6. Bertaubat dan mensucikan diri  2:222,9:108
7. Mengikuti Rasulullah 3:31
8. Beriman 2:165,5:54,8:19
9. Berperang di jalan Allah dengan barisan yang teratur seakan-akan mereka bangunan yang tersusun kokoh 61:4
10. Allah menyukai orang-orang yang bersih  9:108

 Perbuatan dan Orang yang tidak dicintai Allah
1. melampaui batas 2:190, 5:87, 7:55,5:87
2. orang-orang kafir  3:32
3. orang-orang yang ingkar.30:45
4. israf/berlebihan  6:141,7:31,87
5. sombong lagi membanggakan diri 4:36,16:23,7:13,31:18,57:23
6. sombong 16:23
7. sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri". 28:76
8. zhalim  3:57, 3:140,42:40
9. kebinasaan  2:205 ,
10. setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa  2:276
11. Berkhianat lagi bergelimang dosa 4:107
12. Berkhianat  8:58
13. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari ni`mat.22:38
14. Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya.  4:148
15. Membuat kerusakan 5:64, 28:7



Artikel Terkait:

0 komentar:

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP