..::::::..

Membongkar kedustaan kitab ihya ulumiddin

Karya beliau yang tergolong monumental adalah buku berjudul Al Hawadits ‘ala Al Bida’. Buku ini merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan seseorang dari Andalusia berkenaan dengan penulis buku Ihya’ Ulumiddin, Abu Hamid Al Ghazali. Mengomentari penulis Ihya’ Ulumiddin ini, Imam At Thurtusi pernah menulis surat kepada Abdullah bin Muzhaffar sebagai berikut :

إِلَى عَبْدِ اللهِ بنِ مُظَفَّر:سلاَمٌ عَلَيْكَ، فَإِنِّي رَأَيْتُ أَبَا حَامِدٍ، وَكَلَّمتُهُ، فَوَجَدتُهُ امْرءاً وَافِرَ الفَهْمِ وَالعقل، وَمُمَارسَةً لِلْعلُوْم، وَكَانَ ذَلِكَ مُعْظَمَ زَمَانِهِ، ثُمَّ خَالَفَ عَنْ طَرِيْق العُلَمَاء، وَدَخَلَ فِي غِمَار العُمَّال، ثُمَّ تَصَوَّف، فَهَجَرَ العُلُوْمَ وَأَهْلَهَا، وَدَخَلَ فِي عُلُوْم الخوَاطِرِ، وَأَربَابِ القلوب، وَوسَاوسِ الشَّيْطَان، ثُمَّ سَابهَا، وَجَعَلَ يَطْعُنُ عَلَى الفُقَهَاء بِمَذَاهِبِ الفَلاَسِفَة، وَرموزِ الحلاَّج، وَجَعَلَ يَنْتحِي عَنِ الفُقَهَاء وَالمتكلمِين، وَلَقَدْ كَادَ أَنْ يَنْسَلِخَ مِنَ الدّين.(19/495)

قَالَ الحَافِظُ أَبُو مُحَمَّدٍ:إِن مُحَمَّدَ بنَ الوَلِيْدِ هَذَا ذكر فِي غَيْر هَذِهِ الرِّسَالَة كِتَابَ(الإِحيَاء).

قَالَ:وَهُوَ - لَعَمْرُو الله - أَشْبَهُ بِإِمَاتَةِ عُلُوْم الدّين، ثُمَّ رَجَعنَا إِلَى تَمَام الرِّسَالَة.

قَالَ:فَلَمَّا عَمِلَ كِتَابهُ(الإِحيَاء)عَمَدَ فَتكلَّم فِي عُلُوْم الأَحْوَال، وَمرَامزِ الصُّوْفِيَّة، وَكَانَ غَيْرَ أَنِيسٍ بِهَا، وَلاَ خبِيرٍ بِمَعْرِفَتهَا، فَسَقَطَ عَلَى أُمِّ رَأْسِهِ، فَلاَ فِي عُلَمَاءِ المُسْلِمِين قَرَّ، وَلاَ فِي أَحْوَال الزَّاهِدينَ اسْتَقرَّ، ثُمَّ شَحَنَ كِتَابهُ بِالكَذِبِ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَلاَ أَعْلَمُ كِتَاباً عَلَى وَجه بسيطِ الأَرْض أَكْثَر كذباً عَلَى الرَّسُول مِنْهُ، ثُمَّ شبَّكه بِمَذَاهِبِ الفَلاَسِفَة، وَرموزِ الحلاج، وَمعَانِي رَسَائِلِ إِخْوَان الصَّفَا، وَهُم يَرَوْنَ النُّبُوَّة اكتسَاباً، فَلَيْسَ النَّبِيُّ عِنْدَهُم أَكْثَرَ مِنْ شَخْص فَاضِل، تخلَّق بِمَحَاسِنِ الأَخلاَق، وَجَانَبَ سَفْسَافَهَا، وَسَاسَ نَفْسَه حَتَّى لاَ تغلِبه شَهْوَة، ثُمَّ سَاق الخَلْقَ بِتِلْكَ الأَخلاَقِ، وَأَنْكَرُوا أَنْ يَكُوْنَ اللهُ يَبعثُ إِلَى الخلق رَسُوْلاً، وَزعمُوا أَنَّ المعجزَاتٍ حِيَلٌ وَمخَارِيق، وَلَقَدْ شرَّف اللهُ الإِسْلاَمَ، وَأَوضح حُجَجَه، وَقطعَ العُذْرَ بِالأَدلَّة، وَمَا مَثَلُ مَنْ نَصَرَ الإِسْلاَمَ بِمَذَاهِب الفَلاَسِفَةِ، وَالآرَاء المنطقيَةِ، إِلاَّ كَمَنْ يغسِلُ الثَّوْب بِالبول، ثُمَّ يَسُوْقُ الكَلاَم سوقاً يُرْعِدُ فِيْهِ وَيُبْرِقُ، وَيُمنِّي وَيُشَوِّقُ، حَتَّى إِذَا تَشوَّفت لَهُ النُّفُوْسُ، قَالَ:هَذَا مِنْ علم المعَامِلَة، وَمَا وَرَاءَهُ مِنْ علم المكَاشفَة لاَ يَجُوْزُ تسطيرُه فِي الكُتُبِ، وَيَقُوْلُ:هَذَا مِنْ سرِّ الصَّدْر الَّذِي نُهينَا عَنْ إِفشَائِهِ.

وَهَذَا فِعْلُ البَاطِنِيَّة وَأَهْلِ الدَّغَلِ وَالدَّخَلِ فِي الدّين يَسْتَقِلُّ المَوْجُوْدَ وَيُعلِّقُ النُّفُوْسَ بِالمفقود، وَهُوَ تَشويشٌ لعقَائِد القلوب، وَتوهينٌ لمَا عَلَيْهِ كلمَةُ الجَمَاعَة، فَلَئِنْ كَانَ الرَّجُلُ يَعتقد مَا سطَّره، لَمْ يَبْعُدْ تَكفِيرُهُ، وَإِنْ كَانَ لاَ يَعتقِدُه، فَمَا أَقْرَبَ تضليلَه.(19/496)

وَأَمَّا مَا ذكرتَ مِنْ إِحرَاق الكِتَابِ، فَلعمرِي إِذَا انتشر بَيْنَ مَنْ لاَ مَعْرِفَةَ لَهُ بِسُمومه القَاتِلَةِ، خِيْفَ عَلَيْهِم أَنْ يَعتقدُوا إِذاً صِحَّة مَا فِيْهِ، فَكَانَ تَحْرِيْقُه فِي مَعْنَى مَا حرَّقته الصَّحَابَة مِنْ صُحف المَصَاحِفِ الَّتِي تُخَالِفُ المُصْحَفَ العُثْمَانِيّ…، وَذَكَرَ تَمَامَ الرِّسَالَة.

(الكتاب : سير أعلام النبلاء؛ المؤلف : شمس الدين أبو عبد الله محمد بن أحمد الذَهَبي [ مشكول + موافق للمطبوع ] - (37 / -461459))

Semoga keselamatan atasmu. Aku pernah bertemu dan berbicara dengan Abu Hamid. Dia seorang yang cerdas dan sarat dengan pemahaman. Dia orang besar di masanya. Akan tetapi kemudian dia menyimpang dari jalannya para ulama. Masuk ke dalam debu para ‘ubbad (ahli ibadah) kemudian bertasawwuf. Dia menjauhi ilmu dan para ahlinya, masuk ke ilmu perasaan, dan was‑was setan mengalir dengan cepat. Dia mencela para fuqaha dengan madzhab‑madzhab filsafat dan rumus‑rumus Al Hallaj, menjauhi para fuqaha dan mutakallimin. Hampir saja dia murtad dari Islam.

Ketika dia menulis kitab Ihya’-nya, dia bersandar dan berbicara tentang ilmu‑ilmu ahwal dan rumus‑rumus sufi. Padahal dia juga tidak mengerti tentang itu. Akibatnya, dia tersungkur. Maka dia tidak mendapat tempat di kalangan para ulama kaum Muslimin dan orang‑orang zuhud. Dia pun memenuhi kitabnya dengan kedustaan yang diatasnamakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku tidak mengetahui sebuah kitab pun di dunia ini yang paling banyak berdusta atas nama Nabi kecuali kitab tersebut. Bila dikaitkan dengan madzhab‑madzhab filsafat, rumus‑rumus Al Hallaj, dan makna Rasail Shafa (sebuah tulisan yang berisi pemahaman bathiniyah dan ilhad) mereka menganggap bahwa kenabian adalah sebuah usaha. Nabi menurut mereka tidak lebih sama dengan orang yang utama. Dia berakhlak yang baik dan menjauhi main‑main. Dia melatih dirinya sampai bisa mengalahkan syahwat. Kemudian (setelah itu) menggiring orang‑orang dengan akhlak tersebut. Mereka mengingkari kalau Allah mengutus Rasul kepada manusia. Mereka menganggap mukjizat adalah titipan dan suatu kebetulan. Padahal Allah telah memuliakan Islam, menjelaskan hujjah‑hujjahnya, dan memutus alasan (bantahan, pent.) dengan dalil‑dalil.

Orang-orang yang ingin menolong Islam dengan madzhab filsafat dan rasio ilmu mantiq adalah seperti orang yang ingin mencuci baju dengan air kencing. Kemudian dia membawakan ucapan yang mengguncangkan dan mengagetkan, mengharap dan merindukan, hingga bila jiwa-jiwa telah dihiasi dengan itu, ia akan berkata :

“Ini ilmu muamalah. Setelah itu ilmu mukasyafah.” Hal itu tidak boleh ditulis dalam buku. Dia menambahkan : “Ini termasuk rahasia hati dan dilarang untuk disebarkan.”

Inilah rekayasa orang‑orang bathiniyah dan para penipu dalam agama, menganggap remeh dengan yang ada, dan menyebut jiwa dengan yang kosong (tidak ada). Inilah godaan kepada keyakinan jiwa atau hati dan menghina ucapan Al Jamaah. Jika orang ini (Al Ghazali) meyakini apa yang ia tulis, tidak menutup kemungkinan dia dihukumi sebagai orang kafir. Adapun jika tidak meyakini, alangkah hebat kemungkinan untuk dinyatakan sesat.

Adapun tentang pembakaran buku ini (Al Ihya’), demi jiwaku, bila dia menyebar di kalangan orang-orang yang tidak mempunyai ilmu, dengan racunnya yang membunuh, dikhawatirkan orang yang membaca akan meyakini bahwa hal itu adalah kebenaran. Membakar kitab itu sama dengan membakar mushaf yang dibakar oleh para shahabat dengan tujuan agar tidak menyelisihi mushaf Utsmani … .

Bahkan menurut Imam At Thurtusi, karya Abu Hamid Al Ghazali ini tak pantas disebut Ihya’ Ulumiddin (menghidupkan ilmu-ilmu agama), tetapi lebih pantas disebut dengan Imatatu Ulumiddin (mematikan ilmu‑ilmu agama).

Itulah sosok ulama, Imam At Thurtusi. Seorang ulama yang berasal dari Thurtusyah, wilayah sebelah utara Andalusia, lahir 451 H dengan nama Abu Bakar Muhammad bin Al Walid bin Khalaf bin Sulaiman bin Ayyub Al Fihri Al Andalusi Ath Thurtusi. Beliau juga digelari Al Imam, Al ‘Allamah, Al Qudwah, Az Zahid, Asy Syaikh madzhab Maliki. Beliau wafat di Iskandariyah, Mesir pada Jumadil Ula 530 H. Semoga Allah merahmatinya.

Sumber: http://moslemsunnah.wordpress.com dengan tambahan dari upaya nahimunkar.com berupa foto kitab Ihya’, dan kutipkan tex Arab tentang surat Imam At Thurtusi yang dimuat dalam Kitab Imam Adz-Dzahabi, Siyaru A’lamin Nubalaa’.

(nahimunkar.com)



Artikel Terkait:

0 komentar:

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP