..::::::..

Singapura dan Israel

Sabtu, 17 Juli 2004


Singapura telah bekerjasama dengan Israel dalam keamanan. Meski kecil, dengan bantuan Israel, Singapura berambisi menjadi salah satu negara tentara terkuat di Asia. Baca CAP ke-62, Adian Husaini, MA

Pada 15 Juli 2004, penulis Israel, Amnon Barzilai, menulis sebuah berita pendek di Haaretzdaily.com yang berjudul “Israel set up Singapore's army, former officers reveal”. Isinya menjelaskan, bahwa sejak awal berdirinya, negara Singapura telah meminta bantuan Israel untuk merancang tentaranya, sehingga sekarang menjasi salah satu tentara terkuat di Asia Tenggara.

Dikatakan: “The Singaporean army, which is today considered one of the strongest in southeast Asia, was set up by Israel.”

Pada Desember 1965, delegasi militer Israel yang diketuai oleh Mayor Jenderal Ya'akov Elazari tiba di Singapura secara rahasia dan mulai membangun berbagai cabang kekuatan militer di sana. Sejak itu, hubungan keamanan antara kedua negara mulai diperkuat, dan sekarang, Singapura merupakan salah satu konsumen terbesar terhadap senjata dan sistem persenjataan Israel.

Pendiri Singapura dan sekaligus perdana menteri pertama, Lee Kuan Yew, ketika itu, meminta Israel untuk membantu mendirikan ketentaraan negaranya, tidak lama setelah Singapura dipisahkan dari Malaysia tahun 1965. Delegasi Israel terdiri atas enam pewira tentara dan dibagi dalam dua tim. Pertama, dipimpin oleh Elazari, bertugas mengatur pertahanan dan keamanan internal kementerian. Yang lain dipimpin oleh Mayjen Yehuda Golan membangun infrastruktur militer, dengan mengikuti model Israeli Defence Force (IDF). Para perwira Israel itu juga memberikan pelatihan pertama terhadap para perwira tentara Singapura.

Dan yang menarik, disebutkan dalam berita itu, delegasi Israel yang berangkat ke Singapura dilatih oleh seorang fundamentalis Zionis bernama Rehavam Ze'evi, mantan menteri pariwisata Israel, yang akhirnya dibunuh oleh pejuang Palestina dari kelompok PFLP. Ze’evi-lah yang dikatakan menulis ‘blueprint’ untuk tentara Singapura.

Berita yang disebarkan di surat kabar Israel itu sebenarnya bukanlah hal yang sama sekali. Sudah lama kedua negara kecil itu memiliki hubungan yang erat. Singapura telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Negara yang berpenduduk hanya sekitar 3 juta jiwa ini telah lama menjadi diperhitungkan sebagai kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang penting di Asia Tenggara. Bahkan, setelah pembelian Indosat oleh Singapura, muncul guyonan getir di kalangan elite Indonesia, bahwa Indonesia telah menjadi satu propinsi atau negara bagian dari Singapura. Terbukti, negara besar bernama Indonesia dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa, dalam banyak hal tidak berdaya menghadapi tekanan Singapura.

Sebutlah satu contoh, tentang masalah Perjanjian Ekstradisi. Sampai sekarang, belum ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura. Padahal, pemerintah Indonesia telah meminta berkali-kali, namun selalu ditolak Singapura. Masalahnya, di Singapura, banyak sekali warga Indonesia yang bersembunyi karena melakukan pencucian uang (money laundering).

Dalam acara “Conference on Combating Money Laundering and Terrorist Financing” di Bali pada 18 Desember 2002, pemerintah Indonesia menyampaikan kekesalannnya, karena Singapura selalu menolak membuat perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Banyak orang Indonesia yang menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang sekarang ada di Singapura. Bahkan, sebagian sudah dituntut ke pengadilan, tapi tidak bisa dihadirkan, karena mereka tinggal di Singapura.

Singapura beralasan menolak perjanjian ekstradisi itu, karena mereka menganut British Commowealth System yang menyulitkan perjanjian ekstradisi di Indonesia. Indonesia sendiri menganut sistem Eropa Continental.

Alasan itu dibantah oleh pemerintah Indonesia. Sebab Indonesia sudah punya perjanjian ekstradisi dengan Australia dan Hongkong yang punya prinsip hokum seperti Singapura. Singapura mampu berbuat seperti itu karena merasa kuat, merasa lebih hebat dari Indonesia. Ironisnya, Indonesia pun tidak berdaya menghadapi berbagai tekanan yang sangat tidak adil dan merugikan bangsa.

Dengan kekuatan ekonomi dan militernya, Singapura seringkali memberikan tekanan dan ikut campur dalam masalah dalam negeri Indonesia. Sebagai contoh, apa yang sering dilakukan oleh Lee Kuan Yew dalam memberikan pandangan terhadap Indonesia dan umat Islam. Dalam wawancara dengan BBC, 27 Maret 2004, Lee Kuan Yew menyerukan agar “Muslim Moderat memerangi Ekstrimis, yang ia sebut telah membuat teror di dunia.” Menurut Lee, berdiamnya kelompok Islam moderat membuat Islam ekstrimis leluasa meledakkan bom seperti di Bali dan di Madrid yang menewaskan 190 orang.

Tak adanya reaksi dari Islam moderat pula, kata Lee, yang mendorong Amerika Serikat dan sekutunya untuk memerangi kelompok ekstrimis Islam itu. Jika bom-bom terus meledak setelah 11 September, Madrid, dan Bali, lalu kelompok Islam moderat diam saja, dan bahaya Barat mulai terasa, maka tak akan ada yang menang melawan teroris. "Ini masalah yang sangat berbahaya," katanya.

Kita tidak setuju dengan ekstrimitas keagamaan. Sikap ekstrim adalah sikap yang melampaui batas, dan tidak dibenarkan oleh Islam. Tetapi, siapakah yang menurut versi Barat disebut ekstrim oleh Barat? Selain Osama bin Laden, diantara mereka dimasukkan para pejuang Palestina yang berjuang mati-matian melawan pendudukan Zionis Israel.

Dan siapakah yang disebut sebagai Islam moderat? Tentu, diantara mereka adalah kaum Muslim yang dianggap tidak membahayakan kepentingan dan dominasi Singapura. Untuk itulah, kita tidak heran, jika Singapura juga rajin membantu berbagai kelompok sekuler-liberal pro Barat untuk mengembangkan pikiran dan kekuatan mereka dalam menghancurkan pikiran dan kelompok-kelompok Islam yang dianggap menjadi ancaman Barat dan Singapura. Cara berpikir Lee Kuan Yew menunjukkan cara pandang yang sama sekali tidak mau melakukan introspeksi terhadap berbagai kesalahan dan kekeliruan serta kezaliman yang dilakukan Barat terhadap umat Islam dan umat manusia pada umumnya. Dan itu bisa dipahami, karena Singapura telah menjadikan Zionis Israel sebagai patron-nya, sebagai ‘pelindungnya’. Jika kita bertanya, apakah moderat atau manusiawi, tindakan Singapura melindungi orang-orang yang telah mencuri uang rakyat Indonesia bertrilyun-trilyun rupiah? Hal seperti itu merupakan tindakan ekstrim atau moderat?

Kejahatan ekonomi itu merupakan tindakan yang jauh lebih kejam dari tindakan pengeboman, sebab yang menjadi korban adalah jutaan orang. Mantan Perdana Menteri Malaysia, menyatakan, bahwa ‘Terorisme Ekonomi Lebih Berbahaya’, karena menyebabkan kerusakan yang berefek sangat panjang. Pernyataan ini disampaikan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad menanggapi dominasi mata uang dan ekonomi Barat di Yogyakarta, seusai memperoleh penghargaan "AFEO (Asean Federation of Engineering Organizations) Distinguished Fellow Award", 22 Oktober 2003.

Sebenarnya, politik Singapura yang mengandalkan kekuatan ekonomi dan militer, serta politik dukungan Barat dan Zionis Israel, justru telah menempatkan Singapura dalam posisi yang tidak nyaman. Singapura mudah dilanda paranoid, ketakutan yang berlebihan, terhadap ‘ancaman Islam’, sebagaimana dikampanyekan oleh sebagian ilmuwan dan politisi Barat. Cara pandang Singapura terhadap Islam, seperti pelarangan siswi berjilbab, tampak terimbas oleh pola pikir semacam itu. Bisa dipahami, dengan pola pikir paranoid terhadap Islam, Singapura sangat khawatir, jika yang tampil sebagai pemimpin di Indonesia adalah dari kalangan tokoh Islam yang dianggap tidak bisa memenuhi agenda Singapura-Zionis Israel.

Itu bisa dilihat, misalnya, dalam pernyataan Lee Kuan Yew, tahun 1998, menjelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI. Ketika itu, Lee mengingatkan Indonesia, agar jangan salah memilih wakil Presiden.

Kata Lee, “Pasar uang akan bereaksi sangat negatif kalau sampai Indonesia memilih orang yang salah untuk menjadi wakil presiden.” Pernyataan Lee itu mengarah pada figur Habibie. Kini, dalam pemilihan Presiden Indonesia 2004-2009, Singapura juga memainkan peranan aktif, dengan mengundang sejumlah capres ke Singapura, seolah-olah “restu” Singapura sangat penting dalam meraih kursi kepresidenan RI.

Sebagai kekuatan ekonomi-politik-militer yang dominan di Asia Tenggara, Singapura tampaknya ingin memainkan peranan sebagai “super-power tunggal”, tentu dengan dukungan penuh Zionis Israel dan Barat. Dalam teori politik hegemonik, sang hegemon biasanya selalu berusaha keras mencegah munculnya ‘rival’ atau kekuatan lain di kawasan itu. Itu artinya, secara teoris, Singapura akan berusaha mencegah, agar Indonesia atau negara-negara Asia Tenggara lain, terutama yang Muslim, muncul sebagai kekuatan yang signifikan. Karena itu, bisa dipahami, mengapa Singapura sangat aktif membeli saham berbagai perusahaan strategis milik negara RI, seperti Indosat dan Telkom. Dengan menguasai sektor telekomunikasi Indonesia, hampir tidak ada yang rahasia lagi apa yang terjadi di Indonesia, di mata Singapura.

Di kalangan militer Indonesia, sebenarnya sudah sangat memahami kondisi dan posisi militer Singapura yang memang dirancang sesuai dengan pola militer Israel. Kecanggihan militer Singapura memang sulit ditandingi, karena terutama menyangkut masalah dana. Jika Indonesia tidak ingin dijadikan sebagai bahan “mainan” oleh negara mana pun, maka seyogyanya, Indonesia benar-benar melakukan introspeksi total. Dalam percaturan militer, senjata memang sangat penting.

Tetapi, yang jauh lebih penting adalah manusianya. Indonesia perlu sangat serius memikirkan strategi untuk bangkit dari keterpurukan dan kehinaan, sehingga tidak terus-menerus dijadikan bahan permainan. Para pemimpin dan elite bangsa Indonesia perlu menyadari, bahwa kekuatan untuk bangkit itu justru ada pada Islam. Bukan pada sebagian politisi yang menggunakan nama Islam untuk sekedar meraih kedudukan duniawi, tetapi pada nilai dan ajaran Islam sendiri.

Kekuatan inilah yang sejak dulu hingga kini ditakuti oleh para penjajah, sehingga mereka terus-menerus berusaha menindas dan membuang Islam dari kehidupan masyarakat Muslim. Usaha mereka cukup berhasil dengan semakin banyaknya cendekiawan dari kalangan Muslim yang asyik membongkar-bongkar aqidah dan asas-asas Islam, seperti menyebarkan paham pluralisme agama dan menentang Al-Quran sebagai wahyu Allah.

Singapura, sebagaimana Israel, saat ini bisa dikatakan sebagai bagian dari peradaban Barat, yang sebenarnya sangat rapuh dalam ideologi dan kejiwaan, karena mereka hanya menekankan pada aspek kehidupan duniawi.

Peradaban yang mereka bangun dan pertahankan sekarang ini, terus-menerus menjadi bahan gugatan umat manusia, karena memang hanya sebagian kecil umat manusia yang menikmati hasil kemajuan mereka. Dunia masih terus dalam situasi tidak aman. Belum pernah dalam sejarah umat manusia, ada peradaban yang membangun senjata pemusnah massal yang begitu dahsyat dan mampu memusnahkan umat manusia dalam beberapa kejap saja, seperti yang dilakukan oleh peradaban Barat saat ini.

Krisis kemanusiaan terus berlangsung. Hawa nafsu menjadi tuhan mereka. Ketika manusia melupakan Tuhan, maka mereka menjadi lupa terhadap dirinya sendiri. Mereka memang tidak secara tegas menolak Tuhan, tetapi tidak memberi ruang yang memadai bagi Tuhan dalam sistem berpikir mereka. Itu yang dikatakan Muhammad Asad (Leopold Weiss) dalam bukunya “Islam at The Crossroads”: “Western Civilization does not strictly deny God, but has simply no room and no use for Him in its present intellectual system.”

Jika bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim sadar akan sumber kekuatan mereka, yakni al-Quran, al-Sunnah, dan khazanah tradisi intelektual Islam yang sangat melimpah, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, insyaallah, bangsa ini akan bangkit menjadi kekuatan besar. Setiap peradaban punya karakteristik dan cara khas untuk bangkit dan menjadi besar. Satu dengan yang lain tidak sama. Adalah sangat keliru, jika dalam hal ini saja, kaum Muslim menjiplak jalan kebangkitan Barat. Banyak hal yang perlu dipelajari dan diambil dari Barat, tetapi bukan dengan menjiplak pandangan hidup (worldview)-nya.

“Janganlah kalian bersikap lemah dan bersedih hati, padahal kalian adalah orang-orang yang paling tinggi (martabatnya), Jika kalian orang-orang beriman.” (QS Ali Imran:139).

Wallahu a’lam.

(KL, 16 Juli 2004).




Artikel Terkait:

0 komentar:

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP