..::::::..

Generasi 554 Pasca Musibah Aceh

Jumat, 07 Januari 2005


Kejayaan Aceh harus dibangun Muslimin Aceh dengan kembali kepada aqidah Islam dan tradisi ilmu yang kuat. Agar lahir generasi tangguh seperti Cut Nyak Dien bukan Cut Keke. Baca CAP Adian Husaini ke-85

"Tapi runtuhan tiang-tiang mahligai ilmu dan iman
Tidak terkesan pada badan dan bangunan
Hanya terpapar pada budi dan bahasa
Jelas terang pada hati nan tiada buta"

(Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, "Risalah untuk Aktivis Umat", dari kumpulan puisi "Mutiara Taman Adabi")

Musibah gempa bumi dan tsunami di Aceh yang begitu dahsyat dan memilukan, masih menyimpan banyak misteri. Disamping berbagai cerita pilu tentang nasib korban dan keluarganya, di kalangan masyarakat Aceh, juga beredar cerita-cerita tentang “keajaiban dan keagungan Allah¨, seperti cerita tentang dua orang Aceh yang bertahan hidup di lautan lepas selama 6 dan 8 hari, cerita tentang masjid di Meulaboh yang bertahan sementara semua bangunan di sekitarnya rata dengan tanah, cerita tentang bayi-bayi yang mati dalam keadaan tersenyum, gelombang yang tidak menerjang orang yang sedang salat dan makam auliya. Wallahu a’lam. Ada cerita-cerita yang telah jelas kebenarannya dan aca cerita-cerita yang beredar dari mulut ke mulut.

Namun, di samping itu, juga beredar berita-berita tentang generasi baru aceh, bayi dan anak-anak, yang terancam diperjualbelikan. Bahkan, kabarnya, beberapa diantaranya sudah diperdagangkan. Di Malaysia, perdagangan bayi-bayi dan anak-anak Aceh ini menjadi perhatian besar kaum Muslim di ini. Bahkan, PM Malaysia Abdullah Badawi, secara khusus menyerukan rakyat Malaysia untuk membantu anak-anak Aceh. Ada juga berita tentang adopsi anak-anak Aceh oleh kaum non-Muslim, yang juga merisaukan kaum Muslim di Malaysia.

Apa pun, musibah Aceh telah terjadi, atas kehendak dan ke-Mahakuasaan serta ke-Mahabijaksanaan Allah SWT. Orang Muslim yang yakin dan beriman atas keagungan dan keadilan Allah, tidak mungkin menyalahkan Allah dalam musibah ini. Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Akal manusia tidak mampu menjangkau sepenuhnya apa rahasia dibalik terjadinya musibah dahsyat yang menimpa rakyat Aceh ini. Namun, melalui firman-Nya, Alah SWT menjelaskan berbagai tanda-tanda dan sebab kehancuran satu kaum. Penjelasan al-Quran ini sangatlah penting untuk menjadi pelajaran, khususnya bagi kaum Muslimin:

Maka apabila mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, “ Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan tiba-tiba (sekonyong-konyong), maka ketika itu mereka terdiam dan berputus asa.” (QS al-An’am:44).

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepatutnya berlaku keputusan Kami terhadap mereka, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (QS al-Isra’:16)

Dua ayat dalam al-Quran yang menjelaskan tentang kehancuran suatu negeri itu bercerita, bahwa kehancuran suatu kaum berhubungan dengan hal-hal: Pertama, sikap kaum yang melupakan peringatan Allah SWT, sehingga mereka lupa diri dan hidupnya dihabiskan untuk sekedar mencari kesenangan demi kesenangan duniawi, dengan melupakan kehidupan Akhirat. Hal ini juga disebutkan dalam al-Quran surat at-Taubah ayat 24. “Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di Jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.

Kedua, tindakan elite-elite atau pembesar masyarakat yang melupakan Allah SWT dan membuat kerusakan di muka bumi. Apabila di dalam suatu peradaban sudah tampak dominan adanya para pembesar, tokoh masyarakat, orang-orang kaya yang bergaya hidup mewah, atau sesiapa saja yang bermewah-mewah dalam hidupnya, maka itu pertanda kehancuran peradaban itu sudah dekat.

Akan tetapi, dari kedua hal tersebut, inti dari kehancuran peradaban atau bangsa, adalah kehancuran iman dan kehancuran akhlak. Apabila iman kepada Allah SWT sudah rusak, maka secara otomatis pula akan terjadi pembangkangan terhadap aturan-aturan Allah SWT. Rasulullah saw berkata: Apabila perzinahan dan riba sudah melanda suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah menghalalkan turunnya azab Allah atas mereka sendiri.¨ (HR Thabrani dan al-Hakim).

Dalam sejarah manusia, berbagai kehancuran peradaban di muka bumi sudah begitu banyak terjadi. Dan Allah SWT menganjurkan kaum Muslimin agar mengambil pelajaran (hikmah) dari peristiwa-peristiwa sejarah tersebut. “Maka berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana hasilnya orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul Allah SWT).” (QS an-Nahl:36) Sebagai misal, Kaum ‘Ad, telah dihancurkan oleh Allah SWT karena berlaku takabbur dan merasa paling berkuasa dan paling kuat. Mereka merasa tiada siapa saja yang dapat mengalahkan mereka, sehingga mereka berkata: “Siapa yang lebih hebat kekuatannya dari kami.¨ (QS Fusshhilat:15). Begitu juga kehancuran yang menimpa Fir’aun, Namrudz, dan sebagainya. Di masa Rasuullah saw, kaum Muslim yang jumlahnya sangat besar dan berlipat-lipat daripada kaum kuffar, hampir saja dikalahkan dalam Perang Hunain (QS at-Taubah:25).

Sejarah juga mencatat, bagaimana Peradaban Islam di Spanyol yang sangat agung dan sudah bertahan selama 800 tahun dapat dihancurkan oleh kaum Kristen dan akhirnya kaum Muslimin dimusnahkan dari bumi Spanyol. S.M. Imamuddin dalam bukunya ”A Political History of Muslim Spain¨ menyebutkan beberapa faktor penyebab kehancuran peradaban Islam di Spanyol. Yang terpenting adalah adanya perpecahan dan kecemburuan antar suku.

Bahkan ada beberapa penguasa Muslim di Spanyol, separti Ma¡mun dari Toledo dan Dinasti Nasrid, mendapatkan kekuasaan dengan bantuan kekuatan Kristen untuk menghancurkan kekuatan Muslim lainnya. Sejarah jatuhnya Palestina ke tangan Zionis Yahudi juga dapat dijadikan pelajaran bagi kaum Muslimin. Bagaimana suatu kaum yang minoritas dari segi jumlah dapat mengalahkan kaum Muslim yang sangat besar.

Kehancuran dan kejatuhan berbagai kaum, negeri, bangsa, dan peradaban, inilah yang sepatutnya direnungkan secara mendalam dan sungguh-sungguh oleh kaum Muslimin, khususnya para ulama dan cendekiawan Muslim. Di masa lalu, Aceh adalah pusat peradaban yang tinggi di tanah Melayu. Ulama-ulama dan pejuang Islam asal Aceh menjadi sinar dan pelita keilmuan kaum Muslimin di berbagai tanah Melayu. Dari tanah Aceh lah Islam kemudian tersebar luas ke seluruh Nusantara.

Kita belum mendapat berita yang pasti, apakah musibah Aceh ini juga turut memusnahkan ribuan manuskrip dan buku-buku penting yang masih tersimpan di Aceh. Wilayah Aceh dijuluki sebagai “Serambi Mekah¨ dan sekarang merupakan satu-satunya wilayah di Indonesia yang secara resmi menerapkan Syariat Islam. Maka, musibah Aceh kali ini, seyogyanya menjadi refleksi bagi kaum Muslimin Aceh, untuk mewujudkan kembali Aceh sebagai pusat peradaban, pusat ilmu, dan pusat dakwah Islam minimal di rantau Nusantara (Asia Tenggara).

Generasi-generasi muda dan anak-anak Aceh yang selamat dari musibah, semoga di masa depan akan tampil sebagai generasi-generasi Muslim yang tangguh yang digambarkan dalam al-Quran:

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka, dan mereka pun mencintai Allah, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang yang mukmin, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela.¨ (QS al-Maidah (5):54).

Itulah generasi 554 atau ada yang menyebut generasi Qurani. Generasi yang diturunkan Allah untuk menyongsong satu kemenangan gemilang. Generasi yang begitu kuat tali ukhuwahnya terhadap sesama Muslim dan bersikap tegas terhadap kekufuran. Nilai-nilai Islam lah yang menjadi basis persaudaraan antar sesama umat manusia dan semangat jihad di jalan Allah menggelora dalam dada mereka. Dalam sejarah sudah terbukti, bangsa Aceh memiliki potensi besar dalam menegakkan Islam. Jika potensi alamiah yang diberikan Allah SWT itu dipadu dengan kekuatan ilmu dan ruh dakwah, maka tidak mustahil kita berharap, dari tanah Aceh akan lahir para ulama dan pejuang Islam yang tangguh. Kita ingin dari Aceh lahir kembali ulama dan cendekiawan besar seperti Hamzah Fansuri atau para pahlawan-pahlawan Islam yang sangat tangguh seperti Cut Nyak Dien. Termasuk tokoh penting yang banyak mengembangkan pemikiran Islam di Aceh, seperti Nuruddin al-Raniri. Memproduksi ulama dan pejuang Islam yang tangguh, jauh lebih penting daripada memproduksi artis-artis seperti Cut Keke.

Generasi Qur'ani adalah generasi yang memiliki kemampuan pemikiran yang mampu menjangkau hakikat sesuatu. Mereka mampu melihat hal-hal yang bersifat batin, bukan hanya hal-hal yang bersifat fisik.

Generasi 554 dari Aceh nanti adalah generasi yang peka terhadap segala sesuatu yang menghancurkan kaum Muslim, bukan hanya di Aceh, tetapi juga di seluruh dunia Islam. Bencana gempa dan tsunami memang sangat dahsyat dan menghancurkan satu kawasan yang begitu luas. Semua orang akan mudah terhanyut dan tersentuh untuk mengulurkan bantuan. Namun, generasi Qurani bukan hanya melihat aspek fisik semata, tetapi juga aspek keimanan, keilmuan, dan masa depan peradaban Aceh yang tidak dapat dipisahkan dengan Islam.

Bicara Aceh adalah bicara Islam. Generasi 554 dari Aceh itu akan mampu menjangkau dan menyadari masalah-masalah mendasar dalam kehidupan manusia, yang memiliki dimensi dunia dan akhirat. Maka, generasi ini, selain aktif menggalang bantuan secara materi untuk korban di Aceh, juga aktif memperjuangkan aspek-aspek keimanan dan akhlak bagi tegaknya sebuah masyarakat yang berbudaya dan peradaban tinggi di Aceh. Maka generasi ini tidak akan membiarkan masuknya berbagai “fitnah¨ ke masyarakat Aceh.

Ayat 191 Surat Al Baqarah menjelaskan, bahwa "fitnah" adalah lebih jahat dari pembunuhan (wal fitnatu asyaddu minal qatli). Sebagian mufassir mengartikan "fitnah" dalam ayat itu sebagai "syirik" dan menghalangi berlakunya agama Allah. Artinya, tindakan "syirik" dan "menghalangi berlakunya ajaran Islam" dinilai lebih kejam daripada pembunuhan. Ibnu Jarir At Thabary, dalam tafsirnya Jaamiul Bayaan 'an Ta'wiili Aayil Quraani¨ menyebutkan, "asy syirku billahi asyaddu minal qatli", syirik kepada Allah itu lebih jahat daripada pembunuhan. At- Thabary cenderung mangartikan "fitnah" dalam Surat Al Baqarah ayat 191 itu sebagai bentuk paksaan dan penganiayaan terhadap seorang Muslim, dengan tujuan agar si Muslim itu keluar dari Islam dan kembali kepada kekufuran.

Arti "fitnah" di situ lebih berdimensi ibtila' (penganiayaan fisik). Dengan arti, jika seorang Muslim difitnah, diteror, dan dianiaya untuk dipalingkan dari agamanya dan dikembalikan kepada kekufuran – dengan cara-cara kekerasan fisik -- maka hal itu lebih berat dosanya (lebih jahat) ketimbang pembunuhan.

Berasarkan pemahaman tersebut, suatu bentuk pemaksaan dan penganiayaan agar kaum Muslim keluar dari agama (menjadi kafir) dinilai lebih kejam dari pembunuhan, Dalam sejarah, banyak kasus semacam ini, seperti yang dialami oleh Ammar Bin Yasir, yang disiksa secara sadis oleh kaum kafir Quraisy, dan dipaksa keluar dari Islam. Bilal bin Rabah, Saad bin Abi Waqash, dan para sahabat Nabi lainnya banyak yang mengalami "fitnah" semacam itu. Di abad ke-15 M, kaum Muslim Andalusia (Spanyol) dipaksa keluar dari Islam dan bahkan dibantai secara sadis jika ketahuan sebagai seorang Muslim.

Biasanya dalam menjalankan fitnah (mengkafirkan) kaum Muslim, akan digunakan segala cara. Dulu banyak dilakukan secara fisik. Ketika mereka kuat, cara-cara fisik tak segan-segan mereka gunakan. Sebagai negara kuat, misalnya, negara-negara besar sekular sekarang tidak segan-segan memaksakan idelogi sekular untuk dipeluk seluruh umat manusia. Mereka mengharamkan umat manusia memeluk ideologi Islam, apalagi dalam wilayah politik dan kenegaraan. Kalau ada kelompok atau negara yang mau menerapkan ideologi atau syariat Islam, maka mereka akan ditekan secara fisik dan materi dengan berbagai cara.

Jika mereka masih dalam kondisi lemah, cara-cara non-fisik (seperti penyebaran agama Kristen melalui misi zending kepada kaum Muslim) mereka terapkan. Segala potensi -- baik tenaga maupun dana – mereka kerahkan untuk memurtadkan kaum Muslim. Tidak hanya itu, orang-orang kafir yang mulai tertarik dan berniat mengkaji Islam atau menjadi Muslim pun mereka halang-halangi dengan segala cara.

Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang-orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka jahanamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan." (QS Al Anfaal:36).

Itulah satu tugas berat yang menanti generasi Qurani yang lahir dari Aceh, pasca musibah besar gempa dan tsunami di penghujung tahun 2004. Untuk membangun kejayaan kaum Muslim Aceh, tidak ada jalan lain, kecuali kaum Muslim Aceh kembali ke jati diri mereka, yakni kembali kepada Islam, mengembalikan masyarakat Aceh kepada nilai-nilai aqidah Islam dan berasaskan tradisi ilmu yang kuat. Dari Acehlah kita berharap akan lahir generasi Qurani, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran 5:54. Maka, kewajiban kaum Muslimin semuanya, saat ini adalah menyelamatkan generasi pelanjut Aceh, yang selamat dari bencana tsunami, agar mereka tidak jatuh ke tangan yang salah, yang menghambat pertumbuhan mereka menjadi generasi Qur'ani.

Wallahu a’lam.

(KL, 7 Januari 2005).



Artikel Terkait:

0 komentar:

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP