..::::::..

Muhasabah: "hukum dan keadilan milik siapa"

Oleh: Hj. Irena Handono

Fitnah telah terjadi dimana-mana. Ngerumpi dan gosip menjadi bunga-bunga kehidupan sebagian besar masyarakat. Pihak yang kuat makan yang lemah, yang kaya menindas yang miskin. Kata-kata kotor sudah menjadi hiasan bibir warga terhormat.

Kini ketenangan telah terusik dan terkikis oleh kejutan demi kejutan yang terjadi tiap hari seolah sudah menjadi sebuah kewajaran. Telah tiada lagi nuansa adem-ayem, karena dihapus oleh hingar bingar. Seolah tersirat disini segalanya mungkin terjadi, tidak ada yang mustahil.

Bahkan dianggap wajar-wajar saja bila seseorang yang kemarin dianggap sebagai pecundang kini menjadi pahlawan. Warna-warni pun berubah-ubah. Warna yang hitam pun bisa disebut putih, yang biru disebut merah dan seterusnya.

Negeri Indonesia yang elok ini pernah bangga dengan nyanyian “nyiur melambai” dan “nenek moyangku orang pelaut”. Sejauh-jauh mata memandang yang terlihat di daratan adalah hamparan pohon kelapa nan hijau, sedangkan yang terlihat di lautan adalah warna biru jernih sejernih langit. Seribu satu macam ikan menghiasi lautan di negeri ini.

Allah SWT telah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Hasyr[59]:18)

Hari ini harus lebih baik daripada kemarin. Karena jika hari ini sama dengan hari kemarin berarti kita tergolong orang yang merugi. Jika hari ini lebih buruk daripada hari kemarin berarti kita tergolong orang yang dzolim

Aneka peristiwa telah terjadi di kalangan masyarakat jelata, antara lain:

* Mbah Klijo Sumarto dituduh mencuri satu tandan pisang klutuk terancam 5 tahun penjara.

* Empat warga desa di Jawa Tengah dituduh mencuri kapuk randu, mereka ini juga terancam 5 tahun penjara.

* Mbah Minah petani di Kabupaten Banyumas dihukum percobaan 1 bulan 15 hari karena mencuri 3 buah kakao.

Bagi warga kaya seperti Artalyta, sipenyuap, rumah tahanan bukan tempat untuk memberikan efek jera. Rumah Tahanan Pondok Bambu tidak berarti apa-apa baginya. Dia mampu membayar berapapun untuk mengubah penjara menjadi istana mewah. Sebab bagi dia “bui-ti jannati” (bui/penjara ku = surgaku).

Akhirnya rahasia Arthalyta Suryani (Ayin) terpidana kasus suap Rp 6 milyar terhadap Jaksa Urip Tri Gunawan, terhukum lima tahun penjara, tentang ruang tahanan mewahnya di Rutan Pondok Bambu tersingkap. Kini dia dipindahkan ke Lapas Wanita Tangerang. Dia menempati satu ruang bersama Darmawati Dareho, terpidana tiga tahun dalam perkara kasus suap kepada anggota DPR RI dan Aling kasus narkoba dengan hukuman penjara seumur hidup.

Sayang sekali bahwa hingar-bingar peristiwa telah membuat masyarakat awam tak tahu harus berbuat apa. Banyak yang cuek-cuek saja. Tapi juga banyak yang ikut-ikutan ribut, tak peduli benar atau salah. Mereka tak punya pegangan hidup. Mereka mengidolakan siapapun yang popular, misalnya; Anggodo, Miyabi, dan lain sebagainya.

Tolong dijawab milik siapakah hukum dan keadilan. Tidak mungkin kita hidup dalam keadaan seperti ini terus-menerus. Mari bangkit berjuang untuk mengubah keadaan ini.

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11)

Mari kembali menyimak dan memahami peringatan Allah SWT, karena hidup ini bukan panggung sandiwara. Maka kembalilah pada jati diri kita sebagai umat Islam. Bersama kita merapatkan barisan, berhenti berpecah-belah. Kurangi bicara dan perbanyak berkarya.

Bekasi, 17 Januari 2010

Penulis :
- Ketua Umum Gerakan Muslimat Indonesia
- Pengurus Al Majlis Al’Alami Lil Alimat Al-Muslimat Indonesia (MAAI)
- Pendiri IRENA CENTER (Lembaga Kajian Pembentengan Aqidah & Pembina Mualaf)
Kantor: Taman Villa Baru Blok D no.5 Pekayon Jaya Bekasi. 021-88855562



Artikel Terkait:

0 komentar:

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP