..::::::..

Pendidikan Berbasis Pemurtadan Ada Pemurtadan di IAIN

Oleh Hartono Ahmad Jaiz

Satu contoh bukti hasil pendidikan berbasis pemurtadan adalah nabi palsu Abdul Rahman imam besar aliran Lia Eden. Abdul Rahman itu keluaran IAIN Jakarta, 1997, dan ikut aliran Lia Eden yang tidak percaya adanya akherat sejak masih jadi mahasiswa IAIN Jakarta, 1996. Dia mengaku sebagai reinkarnasi (jelmaan kembali) Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kini Abdul Rahman mendekam di penjara menjalani vonis MA (Mahkamah Agung) tiga tahun penjara.

Kasus nabi palsu Abdul Rahman itu sebagai berikut:

Nabi Palsu dari Komunitas Lia Eden Dijatuhi Hukuman 3 Tahun Penjara Oleh Mahkamah Agung

Lia Eden yang semula sebutannya Lia Aminuddin telah mendirikan agama baru, Salamullah. Lalu dia mengangkat imam besar, Abdul Rahman, alumni IAIN (Institut Agama Islam Negeri, sekarang UIN –Universitas Islam Negeri) Jakarta. Kemudian Abdul Rahman itu diangkat pula sebagai sosok yang diklaim sebagai reinkarnasi (jelmaan kembali) Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Nabi palsu yang dianggap sebagai jelmaan Nabi Muhammad itu semula mendapatkan vonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta, setelah Lia Eden sendiri terkena hukuman 2 tahun atas tingkah polahnya yang terbukti menodai agama Islam, di antaranya sampai menghalalkan daging babi, atas nama apa yang Lia klaim sebagai wahyu dari Malaikat Jibril.

Setelah menikmati putusan bebas, ternyata nabi palsu Abdul Rahman dikenai vonis hukuman selama 3 tahun oleh Mahkamah Agung, 9 November 2007.

Berikut ini beritanya:

Nabi Palsu Disel 3 Tahun. Yang Lain Segera Menyusul
Nabi Muhammad palsu dari komunitas Eden, Abdul Rahman divonis 3 tahun penjara oleh MA. Komunitas Eden pun mengutuk MA. Sebelumnya, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sang nabi sempat divonis bebas.

Tertanda kemarin, tanggal 9 November 2007, kami mendapatkan pemberitahuan dari pengacara Eden bahwa Mahkamah Agung telah mengabulkan kasasi tim jaksa penuntut umum,” seperti tertulis di komunitas Eden tertanggal 10 November 2007. (Hartono Ahmad Jaiz, Nabi-nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, Pustaka Al-kautsar, Jakarta, 2008).

Ini yang mudah difahami sebagai contoh hasil pemurtadan di IAIN. Adapun yang lainnya, banyak sekali. Para pembela aliran kafir Ahmadiyah pengikut nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad, betapa banyaknya. Padahal sebenarnya menurut Islam, baru setuju terhadap nabi palsu begitu saja, menurut kitab-kitab fiqh bab murtad, adalah telah murtad. Apalagi membela.

Lebih dari itu, mau mencari yang menghalalkan homoseks dan lesbian berdalih Al-Qur’an pun ada. Itu Musdah Mulia, seorang professor dari UIN (Universitas Islam Negeri) Jakarta.

Mau cari yang menikah-nikahkan atau menjadi penunjuk terlaksananya nikah haram tapi dihalalkan yaitu wanita muslimah dinikahi lelaki kafir (non Islam) yang hal itu jelas haram menurut Al-Qur’an Surat Al-Mumtahanah/ 60: 10; namun dari UIN Jakarta pun mudah dicari orangnya yang menghalalkan yang haram itu; bahkan menjadi semacam “penghulunya”.

Mau mencari yang disertasi doktornya di UIN Jakarta membantah Al-Qur’an, di antaranya bahwa ayat Al-Qur’an ada yang kontradiksi, sedang orang bukan Islam juga bisa masuk surga, ada juga. Bahkan lulus memuaskan dan dipuji-puji. Itu Dr Abdul Moqsith Ghazali yang dipuji-puji oleh Azyumardi Azra direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta, dan Nazaruddin Umar Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama selaku pengujinya. Ini tidak akan terjadi kalau tidak ada misi pemurtadan. Sekali lagi misi pemurtadan secara sistematis! Masih pula di antaranya dengan biaya dari ummat Islam. Jadi ummat ini dimurtadkan pakai duit di antaranya dari Ummat Islam sendiri. Betapa tragisnya.

Masih tidak percaya bahwa IAIN dan perguruan tinggi Islam se-Indonesia ada pemurtadan?

Kalau memang sesuai dengan namanya, perguruan tinggi Islam, maka orang-orang yang jelas-jelas merusak Islam dan membela kekafiran (termasuk membela Ahmadiyah) itu mestinya ditindak tegas. Tetapi tidak. Justru yang diangkat sebagai direktur perguruan tinngi agama Islam Departemen Agama adalah orang yang telah terbukti sangat bersemangat ingin memasukkan metode hermeneutika (metode tafsir Bible) ke pesantren-pesantren. Jadi makin gigih dalam hal menjauhkan ummat Islam ini dari Islam yang benar, maka kemungkinan justru akan naik jabatan.


Pendidikan berbasis pemurtadan

Akar masalah lancarnya pemurtadan dan kristenisasi adalah system pendidikan Islam yang telah diselewengkan. Kurikulum perguruan tinggi Islam tidak islami lagi, karena diambil dari hasil eksperimen dan rancangan orientalis Barat yang misinya adalah penjajahan, kristenisasi dan westernisasi/ pembaratan. Bahkan kurikulum IAIN, UIN, STAIN, dan STAIS kini penekanannya pada apa yang disebut sosio histories. Masih pula alokasinya diperluas muatan lokalnya sampai 43 persen. Muatan local yang arah penekanannya sosio histories itu sendiri secara alokasi waktu tentunya sudah membabat mata kuliah keislaman yang mestinya lebih didalami. Sehingga tak mengherankan kalau dosen-dosen mata kuliah aqidah (bahkan aqidah saja sudah diganti dengan pemikiran Islam berupa subnya, yaitu ilmu kalam) dan pengajar mata kuliah syari’ah tentunya banyak yang nganggur atau harus mengajar mata kuliah lain, misalnya muatan local atau malahan hermeneutika (metode tafsir Bible) yang justru merusak pemahaman Islam. Yang tadinya mendidik mahasiswa agar memahami Islam berubah mengajari mahasiswa agar bingung terhadap Islam atau menjadi orang yang kerjanya mengkritisi Islam, bukan mengamalkannya dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Atau sementara masih mengajar tafsir namun mengajar pula hermeneutika, sehingga diri sang dosen itu sendiri bingung (namun bisa pula mengklaim dirinya justru lebih luas wawasannya), apalagi mahasiswanya.

Dengan system pendidikan Islam seperti itu, maka para orang tua yang menguliahkan anak-anaknya dengan harapan agar menjadi ulama yang sholih sama sekali harapan itu terabaikan. Yang muncul justru sarjana-sarjana agama Islam yang pemahaman Islamnya tidak berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan manhaj (metode pemahaman) salafus shalih (generasi awal Islam: sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tabi’in dan tabi’it tabi’in), namun pemahaman Islam yang hanya berlandaskan pemikiran-pemikiran, entah benar entah salah. Karena yang dijadikan mata kuliah dasar umum –MKDU– (semua mahasiswa harus ikut, dan yang swasta harus ujian negeri) adalah apa yang disebut Sejarah Pemikiran Islam, yaitu tentang sekte-sekte/ aliran-aliran, tasawuf, dan filsafat. Dan apa yang disebut mata kuliah Sejarah Kebudayaan/ Peradaban Islam yang lebih menitik beratkan kepada politik dan peperangan serta aneka budaya di kalangan ummat Islam yang tentu saja belum tentu sesuai dengan ajaran Islam.

Akibatnya, perguruan tinggi Islam baik negeri maupun swasta itu menghasilkan sarjana-sarjana agama Islam yang tidak faham Islam secara benar (karena mata kulah dasarnya Sejarah Pemikiran Islam dan Sejarah Kebudayaan/ Peradaban Islam), dan tidak sedikit yang membentuk pemandangan aneh, yaitu bersinergi dengan pihak kafirin yang melancarkan kristenisasi, pemurtadan, dan perusakan Islam. Kedua belah pihak (sarjana agama Islam dan kafirin pembawa misi pemurtadan dan kristenisasi) yang seharusnya saling berhadapan itu justru bergandeng tangan dalam melancarkan pemurtadan dan kristenisasi, karena rahimnya sama, yaitu orientalis Barat.

Kondisi itu didukung dan diprogramkan secara sistematis oleh penguasa yang memang sejak merdeka 1945 dipegang oleh kaum sekuler dan senantiasa menghadapi Islam. Akhir-akhir ini diperparah dengan kepentingan-kepentingan tertentu misalnya untuk menambah utang kepada kekuatan dunia kafirin, atau untuk melanggengkan kekuasaan, maka sering-sering ditunjukkan dengan pendhaliman terhadap ummat Islam, sebagai sesaji terhadap thaghut pemilik modal dan kekuatan dunia. Dan aneka syarat yang di antaranya menekan ummat Islam pun tentu dituruti. Namun semua itu sulit dibuktikan, karena tentu saja dokumen-dokumen tidak diedarkan, atau pembicaraan pun tidak diedarkan. Hanya saja secara logika dan kenyataan memang terasa, karena pidato-pidato para pejabat sering membuat stigma terhadap ummat Islam. Dulu ada istilah yang membuat bulu kuduk merinding kalau pejabat menuding ummat Islam sebagai ekstrim kanan. Kini istilah itu diganti dengan kecaman model Yahudi yaitu teroris, padahal justru Yahudilah teroris sejati yang membantai ribuan orang Palestina. Namun stigma itu justru dicapkan terhadap ummat Islam.

Metode hermeneutika menambah bahaya

Sistem pendidikan Islam di perguruan tinggi Islam yang sudah membahayakan bagi generasi Islam di Indonesia itu kini masih ditambah lagi bahayanya dengan dimasukkannya metode untuk menafsiri Bible yakni apa yang mereka sebut hermeneutika, ke perguruan-perguruan tinggi Islam untuk menyaingi metode ilmu tafsir yang sudah baku dalam Islam untuk memahami/ menafsiri Al-Qur’an. Adian Husaini aktivis KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam) mengemukakan keprihatinannya mengenai masalah hermeneutika yang dipompakan di perguruan tinggi Islam, di antaranya dia kemukakan:

Majalah GATRA edisi 3 April 2004 menurunkan laporan cukup panjang tentang fenomena kajian hermeneutika di kalangan perguruan Islam di Indonesia. Disebutkan, dua perguruan tinggi negeri, yakni Universitas Islam Negeri Jakarta dan IAIN Yogyakarta sudah mengajarkan mata kuliah Hermenutika untuk mahasiswanya.

Pada dasarnya, hermeneutika adalah metode tafsir Bible, yang kemudian dikembangkan oleh para filosof dan pemikir Kristen di Barat menjadi metode interpretasi teks secara umum. Oleh sebagian cendekiawan Muslim, kemudian metode ini diadopsi dan dikembangkan, untuk dijadikan sebagai alternatif dari metode pemahaman al-Quran yang dikenal sebagai ilmu tafsir. Jika metode atau cara pemahaman al-Quran sudah mengikuti metode kaum Yahudi-Nasrani dalam memahami Bible, maka patut dipertanyakan, bagaimanakah masa depan kaum Muslim di Indonesia?

Di antara implikasinya, praktisi hermeneutika dituntut untuk bersikap skeptis, selalu meragukan kebenaran dari manapun datangnya, dan terus terperangkap dalam apa yang disebut sebagai lingkaran hermeneutis, dimana makna senantiasa berubah. Sikap semacam ini hanya sesuai untuk Bibel, yang telah mengalami gonta-ganti bahasa (dari Hebrew dan Syriac ke Greek, lalu Latin) dan memuat banyak perubahan serta kesalahan redaksi (textual corruption and scribal errors). Tetapi tidak untuk al-Qur’an yang jelas kesahihan proses transmisinya dari zaman ke zaman.

Hermeneutika menghendaki pelakunya untuk menganut relativisme epistemologis. Tidak ada tafsir yang mutlak benar, semuanya relatif. Yang benar menurut seseorang, boleh jadi salah menurut orang lain. Kebenaran terikat dan bergantung pada konteks (zaman dan tempat) tertentu. Selain mengaburkan dan

menolak kebenaran, faham ini juga akan melahirkan mufassir-mufassir palsu dan pemikir-pemikir yang tidak terkendali (liar).

Dampak penggunaan metode hermeneutika terhadap pemikiran Islam sudah sangat mencolok di Indonesia. Misalnya, pemikiran tentang tidak boleh adanya truth claim (klaim kebenaran) dari satu agama tertentu. Paham ini disebarkan secara meluas. Pada 1 Maret 2004 lalu, dalam sebuah seminar di Universitas Muhammadiyah Surakarta, seorang profesor juga mengajukan gagasan tentang tidak bolehnya kaum Muslim melakukan truth claim. Sebab, hanya Allah yang tahu kebanaran.[1][2] (Lebih jelasnya, silahkan membaca buku Ada Pemurtadan di IAIN).

Itulah bahaya pemompaan “ilmu tafsir” untuk Bible yaitu hermeneutika namun diajarkan di perguruan-perguruan tinggi Islam untuk menafsiri Al-Qur’an, yang tentu saja sejalan dengan program pemurtadan dan kristenisasi.

Pemurtadan dan kristenisasi digencarkan bukan semata-mata mengiming-imingi harta dan semacamnya kepada Muslimin agar masuk Kristen, namun telah menempuh berbagai cara dan lebih canggih ketimbang cara Snouck Hurgronje yang mengkristenkan Muslimin Nusantara dengan cara “membelandakan”, yakni mengarahkan pribumi dengan budaya Belanda agar kebelanda-belandaan, nantinya mereka akan jadi Kristen sendiri.

Sekarang ini cara konvensional (mengiming-imingi supermie, indomie dan semacamnya) plus teori Souck Hurgronje masih dijalankan, dan telah ditingkatkan menjadi bentuk iming-iming dana kepada para tokoh Islam serta lembaga-lembaganya untuk menjalankan misi pemurtadan, kristenisasi, dan perusakan Islam. Sehingga cara-cara kristenisasi model lama itu dipadukan, lalu dimodivikasi, jadilah kristenisasi, pemurtadan, dan penjauhan ummat dari Islam secara sistematis. Yaitu dana-dana yang tadinya untuk disebarkan kepada masyarakat umum Muslimin calon-calon korban, kini diubah sistemnya agar lebih efektif, yaitu dikumpulkan jadi satu, diberikan kepada tokoh-tokoh Islam plus lembaga-lembaganya, lalu disetir agar para tokoh beserta lembaga-lembaganya itu untuk melancarkan misi kristenisasi, pemurtadan, dan penjauhan ummat dari Islam secara sistematis. Paket-paket dana itu untuk upah jasa pemasaran paket materi perusakan Islam, pemurtadan, dan kristenisasi yang terancang rapi.
Mengaburkan Islam dengan Pendekatan ala Kristen

Kalau Snouck Hurgronje hanya menyebut secara garis besar yaitu kristenisasi lewat budaya “pembelandaan”, maka rancangan Snouck itu telah dikembangkan dengan paket-paket yang telah disistematisasi dalam perusakan Islam dan pengaburan pemahaman Islam serta pendekatan model Kristen. Hingga pembahasan para antek pemurtadan dan kristenisasi yang masih menamakan diri sebagai Muslim itu cukup mengusung paket-paket yang telah disiapkan pihak kafir pendana. Di antaranya:

1. Pengubahan kurikulum di perguruan-perguruan tinggi Islam dari mata kuliah yang akan membentuk pemahaman Islam secara manhaj (metode pemahaman) yang selamat yaitu manhaj salafush shalih (generasi awal Islam: sahabat Nabi saw, tabi’in dan tabi’it tabi’in) diganti dengan kurikulum yang landasannya bukan Al-Qur’an dan As-Sunnah lagi, namun hanya pemikiran-pemikiran dan peradaban-peradaban, entah benar entah salah. Dengan dialihkan seperti itu maka tujuannya untuk mengalihkan pemahaman Islam kepada pemahaman kekafiran, yaitu menganggap bahwa agama apa saja benar, bukan hanya Islam yang benar. Bahkan tidak boleh menganggap bahwa hanya Islam lah yang benar. Itulah pemahaman pluralisme agama, menyamakan semua agama, yang menurut Islam adalah faham kekafiran, dan orangnya jadi kafir alias murtad, kelak menjadi penghuni neraka selama-lamanya, abadi.

2. Pengajaran hermeneutika, metodologi pemahaman/ penafsiran teks Bible, dipompakan di perguruan-perguruan tinggi Islam, agar Al-Qur’an tidak lagi diyakini sebagai kalamullah (firman Allah) namun sebagai teks biasa karangan Nabi Muhammad saw, dan boleh ditafsirkan oleh siapa saja, dan tidak ada makna baku. Akibatnya, Islam tidak difahami sebagai agama wahyu yang murni dari Allah SWT, hingga sama saja dengan agama-agama lain, sampai agama yang jelas-jelas menentang Allah SWT.

3. Mencerai beraikan aqidah Islam, syari’ah atau hukum-hukumnya dengan aneka cara, di antaranya Islam dibatasi dengan waktu dan tempat, sehingga Islam di zaman sekarang ditafsirkan dengan ditarik-tarik ke arah kondisi dan situasi sekarang. Akibatnya, banyak hal dalam Islam yang dianggap tidak berlaku lagi, misalnya jilbab pakaian kaum Muslimah dan sebagainya, bahkan haramnya menikahi orang musyrik pun dianggap tidak berlaku. Ini bentuk kekafiran yang nyata menentang.

4. Mengkotakkan Islam hingga tidak perlu dipakai dalam kehidupan, dengan memunculkan aturan-aturan baru model sekuler, hingga yang dipakai adalah yang sekluer. Misalnya, demokrasi, gender, feminisme, humanisme, masalah keadilan model sekuler dan hak asasi manusia serta politik model sekuler. Akibatnya, Islam tidak diberi ruang lagi, bahkan dicurigai sebagai merusak atau melanggar hak asasi manusia, merusak demokrasi. Sehingga larangan-larangan Islam misalnya larangan berzina dan homoseks yang telah jelas hukuman-hukumannya pun dicela dan dianggap melanggar hak asasi manusia. Dalam kasus semacam ini, hak asasi manusia dan demokrasi telah dipertuhankan atau jadi thaghut yang dianggap cukup ampuh untuk memberangus Islam.

5. Dengan berbagai jalan yang merusak Islam itu, maka para tokoh Islam (sewaan kafirin) yang melancarkan perusakan Islam dengan menjadi agen-agen missionaries dan imperialis/ penjajah model baru itu menangguk dana dari kafirin dan kemungkinan bisa mulus dalam menduduki jabatan di masyarakat atau bahkan kemungkinan di pemerintahan. Dari sana mereka menyebarkan pendapat-pendapat yang merusak Islam, memurtadkan, dan memuluskan jalan kristenisasi secara leluasa dikutip dan disebarkan oleh aneka media massa, lebih-lebih media massa yang juga disewa kafirin untuk merusak Islam dan misi pemurtadan serta kristenisasi.

6. Para tokoh bahkan ulama dan cendekiawan yang sudah bisa disewa untuk merusak Islam itu tentu mempersilakan pemurtadan dan kristenisasi, bahkan tidak sedikit yang nyambi ngobyek ke pendeta-pendeta (atau disewa pendeta) untuk memuluskan kristenisasi, contohnya memberi kata pengantar buku-buku pendeta, khutbah/ pidato di gereja-gereja, menghadiri upacara-upacara natalan di gereja dan sebagainya.

7. Merekayasa para tokoh Islam yang masih istiqomah/ kosnisten dengan Islam yang manhajnya sesuai manhaj salafus shalih untuk dipecundangi, bahkan dipenjarakan dan dikucilkan serta diberi cap-cap buruk misalnya sebagai teroris, ekstrimis, fundamentalis, kolot dan sebagainya. Hingga ummat Islam agar menjauh dari tokoh Islam dan ulama yang istiqomah dalam Islamnya, supaya ummat tidak tahu Islam yang benar, dan tidak ada ghirah Islamiyah lagi, sehingga pemurtadan agar lebih lancar dan kristenisasi tak terhalang.

8. Mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah-daerah yang diperkirakan akan kondusif dalam penyiaran Islam yang benar atau tidak terganggunya Islam. Misalnya ada larangan minuman keras begitu saja, maka antek-antek pemurtadan dan kristenisasi itu akan melancarkan kritik yang setajam-tajamnya, sambil menguraikan ratapan atas menganggurnya sekian juta orang akibat tidak beredarnya minuman keras. Ini sangat berbalikan dengan hal-hal yang berbau penerapan Islam (bukan larangan) misalnya aturan memakai pakaian muslimah yang menutup aurat di Aceh, maka para antek penjajah modern yang pro kristenisasi itu akan mengkritik sejadi-jadinya.
Lebih dahsyat dari penjajahan fisik

Penjajahan model baru yang menggilas Islam ini lebih dahsyat bahayanya dibanding sekadar penjajahan fisik walaupun berlangsung 3,5 abad. Karena, di zaman penjajahan Belanda selama 3,5 abad belum ada orang yang mengaku Islam lantas mengatakan bahwa Al-Qur’an itu diragukan kemurniannya. Namun, penjajahan model kini dalam rangka pemurtadan dan kristenisasi serta penjauhan Islam dari ummatnya ini telah lebih jauh dan sangat- sangat jauh perusakannya terhadap Islam. Islam diacak-acak, kristenisasi dan pemurtadan diberi jalan secara bergotong royong antar para antek yang mengais-ngais dana dari kafirin. Mereka pakai baju Islam dan lembaga Islam, namun sebenarnya lebih berbahaya dibanding para pendeta dan misionaris yang paling jago yakni Snouck Hurgronje dan Van der Plash. Kini telah bermunculan Snouck-Snouck dan Van der Plas-Van der Plash baru berkulit sawo matang, tidak berkulit putih model Belanda, yang lebih sangat berbahaya. Dalam sejarahnya, kalau disebut Van der Plash, orientalis Belanda di Jawa, orang langsung punya anggapan bahwa dia itu adalah syetan. Namun anehnya, kini Van der Plash-Van der Plash baru belum dicap sebagai syetan. Memang tempo-tempo sudah ada yang dijuluki Iblis, namun penyebutan itu baru terbatas di forum-forum tertentu.

Perusakan Islam secara sistematis itu telah jelas, di antara jalan utamanya adalah jalur pendidikan, dengan mengubah kurikulum pendidikan Islam ke arah sekuler dan pluralisme agama seperti uraian di atas. Walaupun hasilnya sudah sangat merusak Islam, namun Amerika masih belum puas. Mereka masih mengintervensi pendidikan Islam di Indonesia, hingga pesantren-pesantren pun dikucuri dana 157 juta dolar untuk mengubah kurikulumnya, lewat Departemen Agama RI. Maka KH Ahmad Khalil Ridwan dari BKSPPI (Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia), mengatakan, “Saya serukan kepada para kiai pesantren agara tidak mau menerima duit Amerika lewat Departemen Agama Rp50 juta kalau disuruh mengubah kurikulum pesantren model mereka.”

Adanya semacam reaksi dari ummat Islam itu, kemudian tampaknya tidak menyurutkan Amerika dan kafirin lainnya, bahkan akan benar-benar dipompakan pengubahan kurikulum pesantren-pesantren di Indonesia itu. Hingga tegas-tegas dikomandokan lagi oleh Amerika Juni 2004, dalam mengobok-obok Islam lewat pendidikan Islam, yakni mengubah kurikulum menurut selera kafir mereka, dengan dalih memberantas apa yang mereka sebut terorisme.

Radio BBC memberitakan, Menteri Pertahanan Amerika Donald Rumsfeld mendesak negara-negara Asia untuk terus melanjutkan upaya mencabut apa yang mereka sebut akar terorisme. Dalam konperensi keamanan di Singapura, Rumsfeld mengatakan satu hal yang penting adalah mempengaruhi anak anak muda. Ia menyebutkan tentang pesantren, yang menurutnya harus diberikan dana untuk mengajarkan pelajaran lain dan bukannya terorisme. (BBC London, 5/6 2004).

Setelah Amerika dan Barat telah merasa sukses menggarap perguruan tinggi Islam di Indonesia sesuai dengan misi sekuler dan anti Islamnya, dan bahkan hasilnya sudah tampak nyata sebagaimana uraian di atas mengenai perusakan Islam, pemurtadan dan kristenisasi yang dilancarkan oleh antek-antek kafirin di antaranya para sarjana keluaran perguruan tinggi Islam, ternyata Amerika masih kurang puas. Lantas pesantren menjadi bidikan utama untuk dijadikan jalan utama dalam mengubah pemahaman Islam ke arah sekuler, pluralisme agama, pemurtadan, dan kristenisasi.

Benteng pertahanan Islam adalah pesantren-pesantren. Kalau pesantren sudah diobok-obok untuk dijadikan agen pemurtadan, pensekuleran, kristenisasi, dan perusakan Islam, maka sungguh akan seperti fungsi masjid dhiror buatan kaum munafiqin di Madinah zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang langsung Allah perintahkan untuk dihancurkan. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus sahabatnya untuk membakarnya sampai ludes.

Lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah banyak yang dialih fungsikan sebagai masjid-masjid dhiror untuk mencelakakan Islam. Lantas pesantren-pesantren pun akan dimasjid dhirorkan pula. Betapa ngerinya kalau ummat Islam ini nanti di bawah asuhan dan bahkan kungkungan para pengelola masjid-masjid dhiror di bawah komando kafirin tingkat dunia.

Sebelum masalah sangat berat itu terjadi, maka jalan yang mesti ditempuh ummat Islam yang masih istiqomah adalah menyelamatkan lembaga-lembaga pendidikan Islam dari system dhiror buatan kafirin. Caranya, mesti dikembalikanlah system pendidikan Islam, (lebih-lebih perguruan tinggi Islam wabil khusus program S2 dan S3) ke kurikulum pendidikan Islam yang benar, system pendidikan Islam yang benar. Para Ulama dan pendidik Muslim perlu merumuskan dan merancang kembali kurikulum pendidikan Islam yang benar, yang jauh dari obok-obokan kaum kafirin. Yaitu kurikulum pendidikan Islam yang melandaskan Islam pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan manhaj (metode pemahaman) salafus shalih, yaitu generasi terbaik Islam, tak lain adalah generasi bimbingan Rasul saw dan bimbingan wahyu, yakni generasi sahabat Nabi saw yang diikuti para tabi’in dan tabi’it tabi’in. Semua ajaran Islam yang difahami dan diamalkan oleh tiga generasi awal itu sudah diwarisi oleh para ulama yang terpercaya dan telah dibukukan secara sistematis, hingga masih utuh sampai kini, dan bisa dirujuk, mana yang shahih (benar) dan mana yang tidak. Pendidikan Islam dengan pemahaman yang selamat yaitu pemahaman salafus shalih itulah benteng sebenarnya bagi Islam. Maka pengajaran Islam yang benar itu harus dilaksanakan di seluruh kalangan ummat Islam, yaitu di seluruh lembaga pendidikan Islam, baik perguruan tinggi Islam, perguruan menengah, maupun madrasah ibtidaiyah, pesantren-pesantren dan bahkan pengajian-pengajian di masjid-masjid dan majelis-majelis ta’lim.

Kalau kelak ummat Islam telah faham Islam dengan pemahaman yang benar, maka insya Allah cap-cap buruk atas orang-orang yang jadi agen pengkafiran, pemurtadan, kristenisasi, sekulerisasi, dan perusakan agama itupun akan melekat pada mereka dengan sendirinya. Sehingga dana bermiliar-miliar dari kafirin yang telah dikorbankan untuk pemurtadan dan kristenisasi serta penjauhan Islam dari ummatnya itu akan muspra sia-sia, sedang para penangguk dana itupun akan mati dengan mendapatkan laknat serta kutukan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, para malaikat, ulama yang shalih, dan ummat Islam pada umumnya.

Allah akan membalikkan tipu daya mereka kepada mereka sendiri, dan karena yang dirusak itu adalah agama Allah, maka Dia lah yang akan membalas langsung kejahatan mereka. Itu sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ(54)

Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS Ali Imran: 54).

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ(8)

Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (QS As-Shaff: 8).

Kerja keras mereka siang malam demi menangguk dolar dari kafirin dan menipu ummat Islam itu tidak jauh dari kecaman Allah SWT terhadap kaum munafiqin:

يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ(9)

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS Al-Baqarah; 9).

Nabi Muhammad saw telah memperingatkan dalam hadits:

حَدِيثُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ *

Diriwayatkan dari Ali Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Pada akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akalnya. Mereka berkata-kata seolah-olah mereka adalah manusia yang terbaik. Mereka membaca al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan. Apabila kamu bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka karena sesungguhnya, membunuh mereka ada pahalanya di sisi Allah pada Hari Kiamat . (HR Muttafaq ‘alaih).

Celakalah para perusak Islam, antek pemurtadan dan kristeniasi. Dan berbahagialah orang yang melawan upaya-upaya jahat itu dengan ikhlas demi meninggikan kalimah Allah sebagai kalimah yang tinggi. Semua itu membutuhkan ilmu, kesabaran, dan kecermatan yang tinggi. Kalau perjuangan ini sungguh-sungguh, maka sesuai dengan yang Allah janjikan:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ(69)

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-Ankabut: 69).

Mudah-mudahan ummat Islam ini menjadi pejuang-pejuang yang telah dijanjikan Allah untuk ditunjukkan jalan-jalan-Nya, yaitu jalan kebenaran yang sejati, yang kini sedang dirusak secara sistematis dan beramai-ramai oleh antek-antek kafirin seperti yang diuraikan dalam buku Ada Pemurtadan di IAIN. Hanya kepadaMu ya Allah, kami menyembah, dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan. Tolonglah hambaMu dari bahaya para pengkhianat agamaMu yang sekarang sedang marak merusak Islam ini. Amien. (Lebih komplitnya silahkan baca buku Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta)



[1] Karena professor itu dari Muhammadiyah, maka dibantah langsung pula oleh anggota Muhammadiyah: Kalau kita tidak tahu kebenaran dan tidak boleh mengklaim kebenaran, maka bubarkan saja Muhammadiyah. Untuk apa? Kalau sudah tidak tahu kebenaran, kan tidak ada gunanya lagi diadakannya organisasi Muhammadiyah ini, sanggah anggota Muhammadiyah dengan nada tinggi, ungkap Adian Husaini menceritakan tokoh pluralis (menyamakan semua agama) Prof Yunan Yusuf tokoh Muhammadiyah dosen UIN Jakarta waktu di UMS Solo dibantah anggota Muhammadiyah. Cerita Adian itu dalam diskusi Kajian Islam Cibubur Jakarta, Selasa malam, 1 Juni 2004.



[2] (Kuala Lumpur, 31 Maret 2004, Catatan Akhir Pekan di Radio Dakta, Bekasi, dan hidayatullah.com: Catatan Akhir Pekan ke-48 Radio Dakta 92,15 FM Oleh: Adian Husaini ).

Sumber: nahimunkar.com



Artikel Terkait:

0 komentar:

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP