Kesabaran seorang muslim
Orang-orang mukmin selalu sabar jika ditimpa musibah. Jika diminta berbuat kufur, berbuat fasik, atau perbuatan dosa lainnya mereka tidak akan mau. Jika tidak mengerjakannya, mereka mendapatkan gangguan dan siksaan dari orang-orang kafir.
Namun, bagi orang yang beriman lebih baik disiksa dan diganggu daripada berpisah dengan agamanya, bagaimanapun celaan dan hinaan yang diterimanya, dia akan tetap mencintai agamanya, atau walaupun dia diusir dari negerinya, sebagaimana yang pernah dialami oleh kaum Muhajirin ketika mereka memilih berpisah dari negerinya daripada berpisah dengan agamanya.
Walaupun orang-orang kafir menyiksa dan mengganggu, mereka bersabar dengan kesabaran ikhtiari. Kesabaran yang mereka lakukan lebih besar daripada kesabaran Nabi Yusuf karena jika tidak berbuat zina Nabi Yusuf hanya akan disiksa dan dihina. Sedangkan Nabi Muhammad dan para sahabat, jika tidak kembali kafir, diancam akan disiksa, dibunuh, dan disakiti dalam bentuk penyiksaan lainnya, seperti yang dialami beliau dan seluruh Bani Hasyim yang diboikot dan dipenjara di Syi'ib selama tiga tahun. Ketika Abu Thalib meninggal dunia, semakin bertambahlah penyiksaan kalangan musyrikin terhadap kaum muslimin. Ketika mereka mengetahui bahwa kaum Anshar berbai'at kepada beliau, maka kaum musyrikin berusaha untuk menahannya keluar serta menawan sahabat-sahabat Rasul. Tidak ada seorang pun diantara para sahabat berhijrah secara terang-terangan kecuali Umar ibnul Khaththab. Kaum musyrikin melarang kaum muslimin keluar dari rumah mereka. Orang-orang mukmin ketika itu sudah merasakan betul penyiksaan karena ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tidak pernah terjadi ujian yang turun dari langit dengan pilihan hamba, seperti yang terjadi pada Nabi Yusuf dan salah seorang sahabat yang berpisah dengan bapaknya karena lebih mencintai agamanya. Keduanya memiliki derajat yang tinggi dan mulia karena orang yang dikenai musibah akan diberi pahala atas kesabaran dan ketabahannya, serta diberi ampunan atas dosa-dosanya yang telah lalu. Musibah itu ditimpakan kepadanya karena taat kepada Allah. Allah memberikan pahala atas musibah tersebut yang kemudian ditulisnya sebagai amal shaleh sebagaimana firman-Nya berikut ini:
"...Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan pada jalan Allah. Dan, tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shaleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (at-Taubah: 120)
Orang-orang yang ditimpa musibah lain pun, seperti kesedihan yang tidak terduga, tertimpa penyakit, kematian seseorang yang dicintainya, atau harta ada yang mencuri pun akan diberi pahala atas kesabarannya. Penyiksaan karena keimanan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, menyebabkan kaum mukminin mendapatkan kesulitan, penyakit, ditawan, terusir dari negerinya, berpisah dengan harta dan keluarganya, dipukul atau dicaci maki, kehilangan jabatan, atau kehilangan hartanya. Sedangkan, mereka tetap menempuh perjuangan para nabi dan pengikut mereka, seperti para Muhajirin yang akan memperoleh pahala atas siksaan yang menimpa mereka. Allah mencatat bagi mereka pahala amal shaleh, sebagaimana pahala yang diperoleh para mujahid yang telah menderita kelaparan, kehausan, dan kelelahan, bahkan mereka mendapat pahala kerena kemarahan orang kafir terhadap mereka. Kaitannya dengan hal itu, orang-orang berbeda pendapat, apakah amalan yang dilakukan oleh seseorang merupakan penyebab dia memperoleh pahala atau pekerjaan itu harus dilakukan semata-mata untuk Allah SWT? Ataukah pahala akan diperoleh dengan ikut sertanya semua penyebab? Namun yang jelas, semuanya akan ditulis sebagai pahala amal shaleh.
Jika ada pertanyaan, langsung kirim aja ke 0411-9303899 (esia) atau irmbf@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar