..::::::..

Rekayasa Pembusukan Islam dan Doktor yang Lantang

Di kala kelak bumi ini penuh dengan bangkai makhluk perusak bernama Ya’juj wa Ma’juj menjelang qiyamat, maka Allah mengirimkan burung-burung untuk memakan bangkai yang berserakan itu. Demikian pula setiap kali ada manusia-manusia durjana yang membuat rekayasa pembusukan dalam rangka merusak Islam, maka Allah Ta’ala memunculkan manusia pembela agamaNya itu dan melawan musuh-musuhNya.

Rekayasa pembusukan berupa mengalihkan pendidikan Islam dari Ahlus Sunnah yang tauhidnya murni kepada pengkaderan calon-calon propagandis kemusyrikan baru berupa pluralisme agama telah berlangsung sejak 1975-an di IAIN atau perguruan tinggi Islam di Indonesia. Pelaku utamanya Dr Harun Nasution dibantu dengan aneka tenaga handal dan perangkat yang telah disediakan. Pembusukan Islam lewat pendidikan tinggi Islam itu telah dicium sejak awal oleh Prof Dr HM Rasjidi mantan menteri agama RI yang pertama dan bahkan merupakan seniornya Harun Nasution, baik di Mesir maupun di Mc Gill University, Canada. Maka Prof Dr HM Rasjidi pun tidak tinggal diam, beliau bersama para pakar lainnya menyuarakan penolakan keras terhadap penyelewengan yang dijajakan oleh Harun Nasution.



Sepeninggal Prof Dr HM Rasyidi, Dr Deliar Noer, Dr Daud Ali SH, dan Prof Dr Busthanul Arifin SH tampaknya dalam pergulatan memperjuangkan Islam sepi dari suara lantang doctor. Sementara itu dari pihak yang tidak pro kepada Islam justru tampak menjamur doctor-doktor yang lantang dalam “memperjuangkan” apa yang mereka bela. Hingga dari kelompok yang terkutuk oleh Islam seperti kelompok homo ataupun gay pun ada doktornya yang lantang. Bahkan tumbuh pula doctor yang menghalalkan berpasangan sejenis yang jelas-jelas telah diadzab Allah Ta’ala di zaman Nabi Nuh ‘alaihis salam itu. Belum lagi doctor-doktor maupun calon doctor yang di bidang masing-masing mereka lantang dan siap “mengganyang” Islam.

Fenomena itu masih pula ditambah lagi dengan sebagian doctor yang tadinya menegakkan aqidah Islam, tahu-tahu telah lekang dimakan panas dan lapuk kena hujan pergaulan, hingga bisa dibilang di barisan yang berhadapan dengan Islam. Secara perhitungan ukhuwah Islamiyah adalah suatu kerugian besar dan musibah bagi Ummat Islam.

Untuk menyadarkan bahwa kondisi Ummat Islam ini dalam hal menghadapi aneka masalah dan sering sekali ramai itu justru tidak lagi seperti dulu yang masih “dipandu” oleh doctor-doktor yang lantang alias vocal, maka perlu kami ingatkan kembali lewat tulisan ini.

Berikut ini kami turunkan contoh suara lantang doctor dalam dua kasus. Yang satu kasus lama, menghadapi rekayasa pembusukan agama lewat pendidikan tinggi Islam, IAIN, UIN, STAIN, STAIS dan lainnya; dan yang satunya lagi kasus baru, menghadapi pembusukan di suatu kelompok yang semula giat berdakwah namun belakangan telah jauh dari arah semula. Mari kita simak kasus yang lama lebih dulu berikut ini:





Mengenang Bahaya

Harun Nasution dan Ahmad Wahib

Dua Buku yang Menghebohkan





Ada dua buku tentang agama Islam yang merusak aqidah Islam dan merusak generasi muda Islam. Pertama, buku yang ditulis oleh Dr. Harun Nasution dengan judul “Islam ditinjau dari berbagai aspeknya”. Penerbit, Bulan Bintang, 1974. Tetapi penerbitnya agak menyesal menerbitkannya karena reaksi yang hebat menentang buku itu timbul dalam masyarakat. Buku ini mendapat tantangan dan reaksi yang sangat keras dan tajam dari Prof. Dr. H. M.Rasjidi, karena beliau khawatir akan pengaruh buku tersebut bagi angkatan muda Islam, mengingat buku itu konon menjadi buku wajib pada tingkat I IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Dan mengingat pula buku itu dikarang oleh Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sendiri. Dr. Harun Nasution adalah keluaran Mc. Gill University, Montreal, Canada. Dan masuknya di universitas itu adalah antara lain karena bantuan dari Prof. Rasjidi sendiri. Tetapi beliau kaget melihat hasil karya Dr. Harun tersebut. Dan tanpa ragu-ragu sedikitpun juga Prof. Rasjidi mengasah penanya yang sudah tajam itu untuk menghadapi dan mengoreksi Dr. Harun Nasution, dengan judul “Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution” antara lain berkata seperti di bawah ini:

“Terdorong oleh rasa faidah mengetahui hal-hal yang baru yang dapat saya manfaatkan dalam mengabdi kepada Islam dan Umat Islam Indonesia, saya merintis jalan untuk berusaha menyalurkan para sarjana tamatan IAIN dan lain-lain untuk memasuki alam fikiran orientalisme; dalam hal ini saya tidak bertindak sebagai perintis. Saya mengetahui bahwa banyak ulama dari Al-Azhar di Cairo dikirim ke Jerman atau London atau Paris oleh satu panitia yang memakai nama Almarhum Syekh Muhammad Abduh.

“Akan tetapi entah karena suatu hal yang tak terduga, di antara yang saya usahakan belajar di Instintute of Islamic Study ada yang memberikan hasil yang mengecewakan. Dalam menyelami alam fikiran orientalisme, mereka bukan mendapatkan sumber kekeliruan para sarjana Barat tentang Islam, akan tetapi malah menelan segala sesuatu yang mereka katakan dengan tidak memakai daya kritis.”

“Memang kemegahan Barat dalam keuletan cara meneliti dan berfikir dapat dibanggakan, akan tetapi bagi orang yang bijak, di celah hal-hal yang mengagumkan itu sering terdapat kekeliruan-kekeliruan yang besar.”

“Di antara mereka yang terpengaruh dengan cara berpikir orientalisme yang merugikan Islam adalah teman saya sendiri, Dr. Harun Nasution yang saya bantu untuk datang ke Canada pada tahun 1963.”

“Beliau mendapat MA pada tahun 1965 dan Ph. D. pada tahun 1968 sebagai putra Indonesia pertama yang mendapat gelar tersebut.”

“Akan tetapi cara berpikir beliau dan konsepsi beliau tentang Islam sangat merugikan kepada Islam dan Umat Islam di Indonesia sehingga perlu dikoreksi.”

“Mula-mula saya tidak mau melakukan koreksi tersebut di muka umum, pada tanggal 3-12 tahun 1975 saya menulis laporan Rahasia kepada Sdr. Menteri Agama dan beberapa orang staf eschelon tertinggi di Kementerian Agama. Laporan Rahasia tersebut berisi kritik terhadap buku Dr. Harun Nasution yang berjudul: Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Saya menjelaskan kritik saya pasal demi pasal dan menunjukkan bahwa gambaran Dr. Harun tentang Islam itu sangat berbahaya, dan saya mengharapkan agar Menteri Agama mengambil tindakan terhadap buku tersebut yang oleh Kementerian Agama dan Direktorat Perguruan Tinggi dijadikan buku wajib di seluruh IAIN di Indonesia.”

“Karena lebih dari satu tahun tidak ada respon dari Departemen Agama, maka saya menggambarkan dua kemungkinan:

A. Pihak Departemen Agama, khususnya Diperta (Direktorat Perguruan Tinggi Agama) setuju dengan isi buku tersebut dan ingin mencetak sarjan IAIN menurut konsepsi Dr. Harun Nasution tentang Islam.

B. Atau pihak-pihak tersebut di atas tidak mampu menilai buku tersebut dan bahayanya bagi existensi Islam di Indonesia serta umatnya.

Kedua kemungkinan tersebut di atas tidak memberikan harapan yang baik.”

“Dengan begitu maka satu-satunya jalan yang dapat saya tempuh adalah menyiarkan koreksi saya itu dalam bentuk buku untuk umum, sehingga pendapat umumlah yang akan memberi penilaian kepada dua pandangan yang berlainan ini.”

Demikian Prof. Dr. H. M. Rasjidi dalam kata pendahuluannya. Dan setelah memberikan koreksi dan kritiknya pasal demi pasal dan bab demi bab, pedas, asam , pahit, lincah dan ilmiah itu, maka Rasjidi sampai kepada kesimpulan dan menutup pembahasannya seperti tertera di bawah ini:

“Telah agak lama saya menerima pengaduan dari mahasiswa dan dosen-dosen tentang kuliah-kuliah Dr. Harun Nasution. Ketika saya membaca bukunya yang berjudul: Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, saya menjadi yakin akan keluhan-keluhan yang saya dengar.

“Karangan Dr. Harun Nasution yang diwajibkan untuk dipelajari mahasiswa IAIN adalah buku yang penuh fikiran kaum orientalis yang beragama kristen.

I. Pernyataan bahwa Tuhan tidak perlu ditakuti tetapi dicintai, adalah kata Kristen.

II. Agama monotheisme adalah Islam, Yahudi, Kristen (Protestan dan Katolik) dan Hindu adalah fikiran comparative religious yang ditimbulkan oleh orang-orang yang mengaku berdasar ilmiyah dengan tidak berguna sedikitpun.

III. Orang-orang yang kotor tidak akan diterima kembali ke sisi yang Maha Suci, adalah expresi Kristen, pengaruh dari Neo Platonisme dan Gnosticisme.

IV. Injil adalah teksnya bukan wahyu, yang wahyu adalah isi atau arti yang terkandung dalam teks itu. Pernyataan tersebut adalah pernyataan yang lebih Kristen dari pada teolog-teolog Kristen. Orang Kristen mengatakan bahwa wahyu adalah yang mendorong penulis-penulis Injil untuk menulis Injil masing-masing, adapun isinya banyak yang salah, karena manusia tak luput dari kekhilafan.

V. Tidak dapat diketahui dengan nama pasti mana Hadits yang betul berasal dari Nabi dan mana yang dibuat-buat. Ini adalah pendapat Goldziher, seorang Yahudi dari Hongaria.

VI. Istihsan yang dibawa oleh Abu Hanifah, Al Masalih Al Mursalah yang dicetuskan oleh Malik bin Anas ditolak oleh Al-Syafi’i, Qiyas yang dicetuskan oleh Al- Syafi’i ditolak oleh Ibn Hazm Al-Zahiri. Pintu ijtihad ditutup. Semua itu merupakan gambaran suram tentang hukum Islam ditulis oleh seorang sarjana Islam. Sedang ahli hukum di Prancis mengeluarkan pernyataan dalam konperensi hukum Islam di Paris sebagai berikut:

“Para peserta Kongres merasa tertarik oleh problema-problema yang dilontarkan dalam Minggu Hukum Islam dan oleh diskusi mengenai problema tersebut, serta mendapat kesimpulan yang terang bahwa prinsip Hukum Islam mempunyai nilai yang tak dapat dibantah, dan bahwa variasi aliran-aliran dalam hukum Islam mengandung kekayaan-kekayaan ilmu hukum yang istimewa yang memungkinkan hukum ini untuk melayani hajat penyesuaian dalam kehidupan modern, (dikutip dari “Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam Sejarah”, terbitan Bulan Bintang 1976).

VII. “Sementara itu Islam dalam sejarah mengambil bentuk ketatanegaraan”. Ini adalah konsep Kristen yang dibawa oleh Nabi Isa tak mengandung konsepsi tentang negara Kristen.

VIII. “Pemikiran pembahasan modernisasi mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama agar disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan modern. Pembaharuan dapat dilakukan mengenai interpretasi atau penafsiran aspek teologi, hukum dan seterusnya dan mengenai lembaga-lembaga.” “Ini semua berarti bahwa yang ada di Barat itu semua benar dan sempurna. Dan oleh karena Umat Islam tak dapat meninggalkan Al-Qur’an dan Hadits, maka diperlukan interpretasi baru tentang ayat-ayat, apalagi ayat-ayat itu banyak yang dubious.”

“Dengan begitu maka yang mutlak adalah yang terjadi di Barat yang beragama Kristen. Kita yang beragama Islam hanya dapat memberikan interpretasi baru kepada ayat-ayat Al-Qur’an.”

“Hal tersebut adalah fikiran orang yang belum yakin akan keunggulan isi Al-Qur’an dan belum sadar akan kelemahan dan bibit-bibit kehancuran yang sekarang tumbuh di Barat.”.

Dalam Tulisan Ini [hide]

1 Akhir kata
2 Kembali ke Asholah Dakwah
2.1 Dr. Daud Rasyid MA
2.2 Ba’da tahmid wa sholawat

Akhir kata

“Semula kita, Umat Islam Indonesia menginginkan generasi muda yang mahir dalam ilmu ke-islaman, bahasa Arab, Al-Quran, Syari’ah, Tauhid, dan lain-lain. Di samping itu mereka harus mengetahui ilmu-ilmu baru: Sosiologi, Hukum dan Filsafat dan lain-lain.”

“Buku Dr Harun Nasution menunjukkan bahwa sekarang ada di antara kita yang terpengaruh oleh metode orientalis Barat sehingga menganggap Islam sebagai suatu gejala masyarakat yang perlu menyesuaikan diri dengan peradaban Barat.”

“Dengan begitu akan hilanglah identitas Islam kita, dan akan hilanglah kekuatan jiwa yang kita peroleh dari Al-Qur’an.

“Buku Dr Harun Nasution telah membantu terciptanya masyarakat semacam itu, masyarakat modern yang segala-galanya di dalamnya benar, dan Agama Islam harus diubah penafsirannya sehingga sesuai dengan peradaban Barat itu.”

“Aku berdo’a kepada Allah SWT mudah-mudahan tulisan ini dapat menghindarkan bahaya yang besar itu!”

“Ya Allah, janganlah Engkau menyesatkan hati kami setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan berilah kami rahmat dari sisiMu, sungguh Engkau Maha Pemberi!” (Prof Dr HM Rasjidi, Koreksi terhadap Dr Harun Nasution tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, halaman 150, Bulan Bintang, Jakarta, 1977).

Buku kedua, yang lebih menghebohkan tetapi kurang berisi dan berbobot ialah buku dengan judul Pergolakan Pemikiran Islam karya Ahmad Wahib, diterbitkan oleh LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), Jakarta.

Buku ini mendapat reaksi demikian ramainya dari kalangan tua dan muda dari pusat sampai daerah. Disunting oleh dua orang aktivis Pemuda Islam, Djohan Effendi dan Ismed Natsir.

Reaksi Rasjidi

Prof Dr HM Rasjidi tidak begitu bersemangat berbicara tentang isi buku tersebut, karena itu hanyalah catatan harian pribadi Ahmad Wahib yang tidak pantas diterbitkan untuk umum.

Itu suatu tragedi yang merupakan halaman yang suram dalam kehidupan Islam di zaman Orde Baru ini. (Panji Masyarakat, No. 346, Jakarta). Yang diserang dan disesalkannya ialah penyuntingnya, Djohan Effendi dan pembuat kata pengantarnya, Prof Dr H Mukti Ali. Serangan kepada Mukti Ali lebih keras dan lebih tajam, karena beliau itu bekas Menteri Agama RI yang sama sekali tidak patut menyambut dan turut menghidangkan buku itu ke tengah masyarakat Islam yang sudah diserang dari segala penjuru itu. Cuma ada sesuatu yang baru bila Prof Dr Rasjidi menyebut dan menuliskan nama Mukti Ali. Tidak kurang dari 8 kali nama Mukti Ali disebut-sebut dengan variasi yang berbeda-beda. Empat kali tanpa memakai gelar Prof. Dr. Empat kali pula dengan menyebutkan Prof. Dr. , di antaranya dua kali diberi keterangan dalam kurung seperti ini: Prof. (DR) HA Mukti Ali. (Sekali lagi, DR dalam tanda kurung saya pinjam dari tuan Husserl), kata Rasjidi. Apakah barangkali beliau meragukan titel DR nya Mukti Ali? Wallahu a’lam. Sebagaimana diketahui, bahwa Mukti Ali pernah kuliah di Canada, sedang Rasjidi pernah lima tahun menjadi dosen di sana.

Rasjidi sendiri memang sengaja begitu. “Yang saya serang itu ‘kan kata pengantarnya,” katanya kepada Tempo. “Saya sendiri tidak apa-apa dengan almarhum Wahib. Ia sudah meninggal, dan mudah-mudahan Tuhan mengampuni dosa-dosanya, sudah begitu saja. Saya hanya mau bikin kapok orang yang melindungi cara berfikir seperti Wahib itu.” Dan yang dimaksudnya, tak lain tak bukan, Prof. Mukti Ali. Ialah yang memberi kata pengantar dan “pelindung”.(Tempo, No. 48, 1982).

Tentang penyutingnya, Johan Effendi oleh Rasjidi dikatakan “seorang doktorandus dari IAIN yang naik tinggi kedudukannya dalam kalangan sekretariat negara, yang juga salah seorang tokoh muda Ahmadiyah Lahore. (Panji Masyarakat, No.346, 1402 H.).

Apakah benar Johan Effendi sebagai seorang Ahmadiyah? Penulis (K.H. Firdaus A.N.) sendiri pernah bertanya kepadanya tentang hal itu. Tetapi ia agak malu-malu menjawabnya; dan saya tidak mau mendesaknya lagi.

Tetapi yang sebenarnya aktif menyunting buku Wahib itu adalah Ismed Natsir (alumni kampus Katolik STF –Sekolah Tinggi Teologi –Filsafat–Driyarkara Jakarta sebagaimana tokoh JIL –Jarigan Islam Liberal– Ulil Abshar Abdalla yang fahamnya mengacak-acak Islam, pen).

(K..H. Firdaus A.N. Mutiara Dakwah, C.V Pedoman Ilmu Jaya, cet: pertama 1993, hal:101-107.) (Media Dakwah, Oktober 2003/ Sya’ban 1424H).



Demikianlah kasus lama yang sampai kini aksi pembusukannya masih tetap berlangsung dan semakin menjadi-jadi.

Kasus yang kedua, suara lantang Dr Daud Rasyid MA, yang beredar di milis-milis. Berikut ini kutipannya.



Seorang netter menulis di satu milis sebagai berikut:



Tanggal: Tue, 02 Dec 2008 02:30:57 -0000

Topik: Kembali ke Asholah Dakwah (Dr. Daud Rasyid MA )



Tulisan ini diambil dari sebuah milist Depok. Tentu antum semua masih

ingat debat legendaris antara Dr. Daud Rasyid dengan mendiang

Nurcholis Madjid tahun 1992 di TIM. Disebut legendaris karena mungkin

utk pertamakalinya ada debat terbuka antara pentolan sekuler dengan

golongan Islam. Di tulisan ini terungkap kegeraman beliau ternyata

“lawan” diskusinya malah ditokohkan oleh jamaahnya. Mungkin hanya

sekedar strategi tapi yg jelas tidak difahami oleh orang sekelas

beliau apalagi oleh akar rumputnya.


Kembali ke Asholah Dakwah
Dr. Daud Rasyid MA
Ba’da tahmid wa sholawat

Ayyuhal muslimuun, ikhwah fillah yang dirahmati Allah, syukur

alhamdulillah yang tidak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah

SWT yang masih meneguhkan semangat kita walaupun dari sana sini SMS

ataupun panggilan ataupun lobi-lobi untuk orang-orang tertentu agar

tidak ikut dan tidak berhubungan dengan forum kader peduli, tetapi

ternyata alhamdulillah ana lihat mesjid ini, dari sejak pertemuan yang

lalu bahkan makin penuh. Ada apa ini, antum ini semua? Makin

ditakut-takuti makin penuh, makin banyak yang hadir. Sebenarnya ini

menunjukkan sebuah kerinduan kepada asshoolatudda’ wah.

Kita ingin kembali kepada materi-materi yang dulu kita pelajari sejak

awal. Al walaa-u lillaah, al baraa ‘ankulliththawwabii n. Berpihak

kepada Allah. Innama waliyyukumullaahu warrasuuluhu walladziina

aamanu, sesungguhnya wali kamu itu adalah Allah, rasulNya dan

orang-orang beriman.

Sekarang sudah menjadikan pahlawan orang-orang yang tak jelas arah

hidupnya. Dijadikan sebagai tokoh, sebagai wali. Diangkat nama-nama

orang yang dalam sejarah telah tercatat permusuhan mereka itu kepada

Islam.

Kenapa dulu syari’at Islam terganjal pada tahun 45? Dalam Piagam

Jakarta, kita semua tahu sejarah. Padahal pada waktu

diproklamasikannya itu kemerdekaan, dasar-dasar daripada negara ini,

itu didasarkan kepada Undang-undang Dasar 45 yang mengacu kepada

Piagam Jakarta. Yang intinya, ketuhanan dengan kewajiban menjalankan

syariat Islam bagi pemeluknya. Tanggal 18, sehari, berubahlah itu,

dicoretlah itu. Oleh siapa? Kelompok nasionalis yang kita tahu siapa.

Mereka inilah yang ditokohkan sebagai pahlawan sekarang dan dalam

iklan-iklan di televisi itu.

Jadi kita ini berubah 180 derajat, dari sebuah jama’ah (kelompok) umat

Islam yang ingin mengerahkan wala’ nya kepada Allah menjadi berwala’

kepada syaithon dan thawwabiin. Na’udzubillaahi min dzalik. Kita tidak

mau. Saya yakin inilah yang mendasari kehadiran antum.

Sebenarnya ikhwah fillah, ana mencium perubahan ini sudah sejak awal,

pada waktu adanya mukernas di Depok, di mana diundang berorasi bekas

musuh kita—yang sudah meninggal—tokoh sekuler di Indonesia.

Antum masih ingat? Disuruh, diminta, dihormati, diagungkan untuk

berorasi. Saya tidak perlu sebut nama, karena antum semua sudah tahu,

betul ndak?

Pada waktu itu hari Jum’at. Ana gak habis pikir, pusing kepala. Apa

dasarnya ini orang diundang? Yang dulu kita ludahi, yang dulu kita

hujat sebagai tokoh sekuler, tiba-tiba disambut, dihormati, diagungkan

seperti guru. Laa hawla wala quwwata illa billaah. Pada saat itu

betul-betul ana, secara pribadi, hati ini tersayat-sayat. Seperti

meludah, dijilat kembali ludahnya.

Oleh karena itu, pada saat itu, ana ingat kembali ini ceritanya.

Begitu dia naik, ana langsung keluar. Ditahanlah ana oleh tiga orang.

“Ustadz, ustadz, tunggu dulu, sebentar saja ustadz!”

“Oh tidak ada. Tidak pantas bagiku untuk menghormati, menghadapi muka

orang yang dulu memusuhi Islam. “

Waktu itu dia diagungkan, dijadikan rujukan sebagai bapak intelektual

Indonesia. Dan seperti orang yang mengilhami gerakannya yang disebut

dengan partai da’wah.

Dari situ saja, waktu itu, saya sudah mulai membayangkan, ini

bagaimanapun ke depannya akan menjadi kelompok sekuler. Sudah mulai

hilang rambu-rambu yang dipelajari, al walaa-u lillaah. Maka hari demi

hari makin menunjukkan. Betul kata salah seorang ikhwah kita di dalam

forum SMS itu, hari-hari ini belakangan terus akan memberitahukan

kepada engkau, apa yang dulunya engkau tak tahu. Apa yang dulunya

masih tertutup rahasia, hari ke depan akan makin lama makin tersingkap

rahasia tabir-tabir yang dulu tersembunyi.

Kita mengira bahwa kita itu berjalan di atas sebuah thariiqudda’ wah

yang shahihah, thariiqul anbiya wal mursaliin, ‘ibadatullaahi wahdah,

al kufru liththaghuut. Tetapi ternyata belakangan kitapun diajak

berdamai, cair, lemah lembut. Menunjukkan wajah yang senyum kepada

orang-orang mujrimin yang menghancurkan negara ini, yang menjual

negara ini. Kitapun disuruh untuk berbaik-baik kepada mereka.

Bagaimana mungkin seorang kader da’wah bisa menerima seperti itu?

Oleh karenanya ikhwah fillaah rahimakumullaah, mari kita tetap

berpegang. Perbanyak antum tilawatil Qur’an, insyaAllah orang-orang

yang terus senantiasa berpegang kepada kitabullah, ini tidak akan mau

tergelincir. “Laa tajtami’u ummati ‘ala dhalaalah”, kata nabi kita

SAW. “Tidak akan mungkin ummatku bersatu dalam sebuah kesesatan.”

Jadi mudah-mudahan kita ini penyelamat agar saudara-saudara kita yang

lain tidak sampai sesat. Kita ini sebagai pengontrol mereka. Sekali

lagi kita ingin tegaskan, kita ini bukan mau merebut sebuah qiyadah.

Apa yang mau direbut? Kita ndak punya kemampuan apa-apa. Kita ini

bukan mau mengganjal, kita ini bukan mau menggagalkan, tidak. Tetapi

jalan da’wah yang sudah dari awal dibangun secara benar, ini jangan

sampai miring, seperti orang yang mabuk, tidak lihat jelas jalannya

yang mana yang harus ditempuh, ke kiri atau ke kanan. Kita tidak mau

seperti itu, karena semuanya kita ini punya patokan, punya dasar

kitabullah, sunnah rasulillah. Tidak akan lahir mujtahid-mujtahid baru

yang akan mempunyai ta’wil-ta’wil untuk menjustifikasi

kebijakan-kenijakan yang nyeleneh dan kontroversial. Tidak bisa itu,

dan itu tidak akan kita biarkan. Dan kalau kita tetap dituduh sebagai

orang-orang yang ingin menggembosi, yang ingin menciptakan jama’ah

baru, biarlah mereka nanti tahu bahwa kita tidak punya keinginan untuk

membuat apa-apa yang baru. Kita hanya ingin meluruskan jalan yang

sudah ada.

Oleh karenanya mereka seharusnya membuka hati dan harusnya mereka itu

berterimakasih ada yang mengingatkan. Kan begitu seharusnya? Mereka

harusnya ruju’ kepada yang benar. Berterimakasih, bukan justru

menteror, beberapa saudara kita diteror lewat SMS, dan seterusnya dan

seterusnya. Maka oleh karena itu, kita tidak akan berhenti dalam

menegakkan al ma’al amru bil ma’ruf wan nahi ‘anil munkar, kapanpun

dan di manapun.

Dan kita yakin, insyaAllah, dengan do’a-do’a kita, kita berdo’a agar

ikhwah kita akan kembali seluruhnya ke jalan yang benar. Dan kita

tidak perlu berdo’a agar mereka celaka, tidak. Mereka itu sedang

menghadapi sebuah cobaan yang disebut dengan dunia. Supaya mereka

sadar akan cobaan itu, dan tidak larut tergelincir, akhirnya mereka

pun terpental dari jalan da’wah. Nanti, akhirnya yang disebut oleh

Said Hawwa, al mutafaqiqu fii thaariqudda’ wah, jangan dibalik, jangan

dibilang kita ini orang-orang yang berguguran di jalan da’wah.

Sekarang ada pemutarbalikan istilah, orang lurus dibilang bengkok,

yang bengkok dibilang lurus. Ini berarti kacamata sudah tidak benar.

Kalau kacamata sudah tidak benar, itu memang betul. Hitam kelihatan

putih, putih kelihatan hitam.

Jadi oleh karenanya, sekali lagi, mari kita tamassuh bi kitabillaah.

Apa yang dulu biasa kita lakukan, tilawatil Qur’an adalah merupakan

tugas seorang akh untuk berusaha mengkhatamkan Qur’an itu minimal satu

bulan sekali. Ini adalah tugas-tugas kita sebagai akh di dalam jama’ah

ini. Begitu juga ikhwah, kita menghidupkan sunnah, jangan kita anggap

kecil, sepele sunnah-sunnah. Sunnah-sunnah nabi itu semuanya mulia.

Rasulullah sudah berpesan kepada kita, jangan kamu anggap sepele.

“Taraktufiikum amroi maa intamasaktum bihi balanthadhillu ba’di

‘abada”. Biar orang lain menyepelekan sunnah, menganggap bahwa dirinya

sudah berubah, kita sudah maju, kita sudah meninggalkan masa lalu.

Oh tidak, kita tetap katakan, kita ini tetap dulu seperti yang dulu

juga. Kapanpun dan di manapun kita hidup, tetap saja manhaj yang kita

pakai manhaj yang lama. Manhajudda’wah anbiya wal mursaliin yang

mengajak orang kepada ‘ibadatullaah, al waahidil qahhaar. Ikhwah

fillah rahimakumullah, kalaupun awalnya kita mau berpartai tujuannya

adalah untuk mengajak orang menyembah Allah, bukan mau mencari

kekuasaan. Tak ada gunanya mencari kekuasaan. Apa gunanya kekuasaan

kalau akhirnya membuat kita celaka. Karena Allah pun mengatakannya

dalam al Qur’an

“Wa ‘adallaahulladzina amanu minkum wa ‘amilushshaalihaati ,

layastakhlifannahum fil ardhi, kamastakhlafalladzi na min qablihim, wa

layumakkinanna lahum diinahumulladzirtad ha lahum, wa layubaddi

lannahum min ba’di khawfi him amna ; ya’buduunani la yusyrikuuna bi

syai-an”

Allah menjanjikan kepada orang beriman dan beramal sholeh. Antum ndak

usah ribut, pusing kepala cari kekuasan. Itu sudah janji Allah, akan

dikasihnya. Ndak usah sampai kamu mengorbankan idealisme menjual

tokoh-tokoh orang. Akhirnya sekarang yang punya tokoh pada marah

semua. Malu tidak itu? Malu sekali. NU nya marah, Muhammadiyahnya

marah, orang nasionalisnya marah. Sudah tidak ada harga diri lagi.

Tokoh orang disanjung-sanjung seolah-olah tidak punya tokoh kamu itu.

Padahal kita itu, qudwatuna Rasulullah SAW. Kita tidak perlu kepada

tokoh-tokoh. Semua tokoh itu ada cacatnya, betul tidak? Yang bersih

dari cacat Rasulullah SAW. Kenapa kamu sibuk menokohkan orang? Semua

mereka itu punya cacat, yang cacatnya itu tidak tanggung-tanggung.

Oleh karenanya, kita kembali kepada manhaj, Allaahu ghayatuna,

warrasul qa’iduna. Rasulullah itu pemimpin kita yang insya Allah tidak

akan ada sesuatu yang negatif pada diri Rasulullah SAW. Kenapa kita

sibuk mencari tokoh di luar tokoh yang sudah diajarkan kepada kita?

Kembali kepada ayat yang tadi, Allah menjanjikan kepada orang-orang

beriman dan beramal sholeh, akan diberinya kekuasaan. Nah ini dia…

Jadi kamu tidak usah pusing, sibuk, menjilat ke sana ke mari mencari

perhatian orang. Ada pepatah Arab, “Kullun yadda’i hubban bi Laila, wa

Laila la tusirru bi waahid”, Semua laki-laki mengatakan Laila cinta

pada saya, tetapi Laila tidak pernah mengakui satu orangpun diantara

mereka. Malu sekali.

Jadi Allah akan memberikan yang namanya kekuasaan itu,

layastakhlifannahum , istikhlaaf, sebagaimana yang diberikannya kepada

ummat sebelum kamu, wa layumakkinanna lahum diinahumulladzirtad ha

lahum, akan memberikan tamkiin, akan memantapkan posisi diin ini di

muka bumi, kemudian wa la yubadilannahum min ba’di khawfi him amna,

akan diganti Allah rasa takut menjadi rasa aman, tapi syaratnya apa?

ya’buduunani la yusyrikuuna bi syai-an.

Sekarang kita itu sudah mulai menyerempet- nyerempet ke syirik, betul

tidak? Mengakui nasionalisme yang dibuat oleh orang-orang nasionalis

yang tidak mengenal Allah, yang tidak bertauhid kepada Allah Ta’ala.

Jadi kita sudah mulai nyerempet ke situ. Yang tadinya faham tentang

tauhid, yang tadinya memusuhi syirik tapi sekarang sudah berubah.

Bagaimana kita mau mendapatkan kekuasaan dari Allah Ta’ala? Yakin ana

gak bakalan. Tidak bakal dikasih Allaah Ta’ala itu. Karena sudah

dikatakan demikian, “ya’buduunani la yusyrikuna bi syai-an”. Mereka

menyembah Aku dan tidak mensekutukan Aku dengan segala sesuatu apapun.

Oleh karena itu, apapun namanya kita ini, mau jam’iyah mau jama’ah mau

hizbiyyah, tugas kita adalah mengajak orang untuk ‘ibadatillaahi

wahdah. Sekarang sesudah jadi partai, berani gak mengajak orang ke

tauhid? Berani gak mengajak orang supaya menyembah Allah? Tidak

berani. Sesudah jadi partai akan berbicara dengan bahasa-bahasa politik.

Dipikir mereka, mereka akan bisa diberikan Allah kekuasaan. Oh tidak.

Jadi selama kita tidak menempuh jalur, manhaj, cara, thariiqah yang

dilakukan oleh para pendahulu kita dari ummat ini, maka Allah tidak

akan kasih. Kalaupun dikasihNya nanti, ya kekuasaan yang akhirnya

menghancurkan kita. Ada yang mau? Saya yakin semua kita tidak akan

mau. Gara-gara kekuasaan iman kita tergadai. Gara-gara kekuasaan

aqidah kita larut. Gara-gara kekuasaan yang haram menjadi halal.

Tidak, lebih bagus kita tidak punya kekuasaan

Ikhwah fillah rahimakumullah, jadi pertemuan kita ini sebenarnya ingin

menghidupkan kembali apa yang dulu, yang biasa kita pelajari.

Syahadatain, memantapkan makna syahadatain itu kembali. Di mana lagi

ada pengertian ilaah almarhu fihi? Sudah ndak ada lagi itu

materi-materi seperti itu. Pertemuan-pertemuan hanya dicekoki dengan

pilkada di sini, pilkada di sana, menghadapi 2009, yang tidak ada

hubungannya dengan keimanan.

Oleh karenanya banyak para ikhwah itu mengeluh, datang ikut liqo

tetapi iman tidak terasa bertambah. Bahkan pulang liqo, pusing kepala.

Kalau dulu datang liqo, pulang, semangat keimanan membara, kecintaan

kepada Allah SWT. Sehingga habis malam itu dihabiskan untuk sujud

kepada Allah dan berdiri di hadapan Allah. Sekarang, karena terlalu

larut malam membicarakan masalah agenda-agenda, pulang tengah malam,

tidur, subuhpun lewat. Apakah begitu kader da’wah?

Jadi oleh karenanya ikhwah fillah rahimakumullah, biarpun sebagian

saudara kita menuduh ini sebuah upaya untuk menggembosi, kita katakan

kepada mereka, tidak ada penggembosan. Yang ada adalah penyadaran.

Ana, antum semua, mari kita sama-sama menyadarkan saudara-saudara kita

yang sedang larut dengan dunia. Kembalilah wahai ikhwah ke jalan yang

benar, dan kami semuanya saudaramu. Tidak ada keinginan diantara kami

untuk memecah-belah dan untuk menimbulkan permusuhan. Apabila kembali

jama’ah ini kepada khithah yang aslinya, insyaAllah, Allah akan

memberikan kemenangan itu di luar yang kita perhitungkan.

Allaahu akbar!



Demikianlah contoh nyata suara lantang dari doctor-doktor yang menghadapi pembusukan agama di negeri ini. Rekayasa pembusukan agama telah jelas nyata dan pasti. Yang dirambah bukan sekadar yang tingkatnya wadah kecil di daerah terpencil, namun wadah-wadah besar yang punya jangkauan nasional dan bahkan internasional. Pembusukan dari dalam yang selama ini dilangsungkan lewat pendidikan tinggi Islam sudah dirasakan ampuhnya virus bahaya yang disebarkan, maka pengalaman itu dikembangkan lagi di sector lain yang berkaitan dengan Islam, yakni di sector dakwah. Ketemulah wadahnya yang dianggap empuk untuk itu. Terjadilah apa yang terjadi.

Hidup ini adalah ujian. Allah Ta’ala berfirman:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(1)

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ(2)

Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Al-Mulk/ 67: 1, 2).

Dalam kasus seperti di atas, apakah kita mau berada di barisan yang merekayasa pembusukan Islam dengan aneka cara hanya demi keuntungan dunia yang fana ini, ataukah di barisan yang teguh mempertahankan agama Allah Ta’ala dengan aneka resiko namun buah manisnya insya Allah akan kita ni’mati kelak di akherat.

Bila ikut yang berpayah-payah memecundangi Islam, maka Islam itu sendiri justru dibela oleh Allah Ta’ala, maka yang dihadapi adalah Allah Yang Maha Perkasa. Badan ini hancur di dunia, dan siksa pun telah tersedia di akherat kelak.

Allah telah menjamin agamanya, dan menggambarkan kerugian orang-orang yang memecundanginya, karena berhadapan dengan Allah Ta’ala yang tiada tandingannya sama sekali.

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ(8)

Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (QS As-Shaff/ 61: 8).

وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ(50)

Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari. (QS An-Naml: 50). (Haji).



dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com



Artikel Terkait:

0 komentar:

Flash

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP