Masalah Quraish Shihab: Katup Jantung Babi, Jilbab, Syi’ah, dan Tafsir Al-Mishbah (1)
Quraish Shihab mantan menteri agama 70 hari zaman Presiden Soeharto ternyata selama ini menyebarkan pendapat bolehnya menggunakan katup jantung babi sebagai pengganti katup jantung manusia. Alasannya, karena tidak digunakan untuk dimakan Penyebaran pendapatnya itu ditulis dalam bukunya, apa yang dinamai Tafsir Al-Mishbah, volume tiga, halaman 16, dalam menafsiri Surat Al-Maaidah ayat 3.
Di samping itu, selama ini Quraish Shihab dikenal dengan pendapatnya yang tidak mewajibkan jilbab bagi wanita Muslimah, sehingga anak perempuannya, Najwa Shihab yang dikenal pernah sebagai salah seorang pembawa acara televise swasta di Jakarta, pernah dijadikan cover satu majalah dari kelompok yang dekat dengan liberal dengan tulisan mencolok: terhormat tanpa memakai jilbab.
Masalah katup jantung babi, insya Allah akan kita bicarakan dalam membahas Tafsir Al-Mishbah. Sebelum sampai ke sana, mari kita cermati, bagaimana kiprah Qurasih Shihab dalam hal tidak menerapkan pemakaian jilbab dalam keluarganya, dapat disimak dari tulisan tentang sosok puteri Quraish Shihab yakni Najwa Shihab berikut ini.
Pilih Tak Berjilbab
By redaksiMinggu, 18-Januari-2009, 05:41:12
WANITA kelahiran 16 september 1977 ini hidup dalam keluarga religius. Najwa yang akrab dipanggil Nana bahkan selalu menempuh studi di jalur agama. Ketika tinggal di Makasar, dia bersekolah di TK Al-Quran. Bahkan, dia pun melanjutkan ke Sekolah Dasar di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Hidayah (1984-1990), lalu SMP Al-Ikhlas, Jeruk Purut, Jakarta Selatan, pada 1990-1993.
Pendidikan keagamaan itu juga diterapkan oleh keluarga besar Quraish Shihab, sang ayah. Nana dengan lima orang saudaranya sejak magrib harus ada di rumah. ’’Jadi berjamaah magrib, ngaji Al-Quran, lalu baca ratib Haddad bersama itu sudah menjadi ritual keluarga sampai saya SMU.”
Setelah kuliah, karena banyak kegiatan, Nana baru boleh keluar setelah magrib. Itu karena keluarganya memang sangat memprihatikan faktor pendidikan. ’’Pendekatan pendidikan di keluarga tidak pernah dengan cara-cara yang otoriter. Saya rasa itu sangat mempengaruhi, bagaimana pola didik orang tua ke anak akan mempengaruhi perilaku,” ujar mantan reporter Metro TV tersebut.
Kendati dididik dalam keluarga religius, namun soal mengenakan jilbab tak dituntut menjadi keharusan. Menurut ibu satu putra itu, kalau orang pakai jilbab itu bagus dan sangat terhormat. Tapi, kalau tak berjilbab juga tidak apa-apa. Karena memang, kata Nana, ayahnya mendidik bahwa yang lebih penting bagi wanita adalah menjadi terhormat dan menjaga kehormatan baik dalam berperilaku dan berpakaian.’’Tapi tidak pernah ada keharusan untuk berjilbab dalam keluarga saya, saya juga yakin banyak cara untuk terhormat selain dengan jilbab.” ucapnya.
Dengan cara berpakaian seperti itu, kata Nana, tak pernah ada yang komplain. Walaupun kadang Nana sering mengaku risih karena ada sejumlah orang yang mempertautkan penampilannya dengan sang ayah yang selain ahli tafsir Al Quran juga pernah menjabat sebagai Menteri Agama di era Presiden Soeharto. ’’Karena mungkin melihat ayah, memang banyak yang komplain. Kalau sudah begitu paling pas ya bercanda. Dan saya selalu bilang: ya insyaallah mudah-mudahan suatu saat. Yang pasti hatinya berjilbab kok.” Pungkas dia.
Quraish Shihab, pakar tafsir itu, bagi Nana, adalah sosok bapak yang terbuka. Jadi beliau, kata Nana, membebaskan pilihan kepada anak-anaknya untuk sekolah ke mana saja. Tidak hanya persoalan pendidikan, kebebasan juga diberikan oleh sang bapak untuk menentukan pasangan hidupnya. “Bahkan saat saya memutuskan untuk nikah muda, 20 tahun, ayah memberi kepercayaan. Bagi beliau yang penting kuliah selesai.”
Menjelang pernikahan, kata Nana, keluarga sempat ragu, tapi karena pengalaman kakak yang nikah saat usia 19 tahun akhirnya diizinkan. Tapi sebelum itu mereka sekeluarga umroh dulu. “Di sana ayah bertanya, ‘udah mantep?’ saya jawab, ‘udah’. Ya sudah diizinkan,” tutur Nana. (zul) (Radar Banten).
http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewcat&cid=7http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewcat&cid=7Rubrik / Utama
Untuk mengetahui lebih jelas pendapat Quraish Shihab tentang jilbab, mari kita simak ulang tulisan di nahimunkar.com tentang itu dan bantahan terhadap Quraish yang mengangagp jilbab itu khilafiyah, sebagai berikut:
Masalah Jilbab
Selain berpaham Syi’ah militan, Quraish Shihab juga berbanjar bersama-sama dengan sejumlah orang yang menempatkan berjilbab (menutup aurat) pada posisi khilafiah, sebagaimana ditulisnya dalam sebuah buku berjudul Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer di tahun 2006.
Menurut Quraish, ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang pakaian wanita mengandung aneka interpretasi. Selain itu, ketetapan hukum tentang batas yang ditoleransi dari aurat atau badan wanita bersifat zhanniy yakni dugaan semata. Quraish juga bersikap, bahwa adanya perbedaan pendapat para pakar hukum tentang batasan aurat adalah perbedaan antara pendapat-pendapat manusia yang mereka kemukakan dalam konteks situasi zaman serta kondisi masa dan masyarakat mereka, serta pertim-bangan-pertimbangan nalar mereka, dan bukannya hukum Allah yang jelas, pasti dan tegas.
Sikap seperti itu jelas menepis Al-Qur’an. Sebab, Allah sudah secara tegas berfirman melalui surat Al-Ahzaab ayat 59:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا(59)
Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (QS Al-Ahzab/ 33: 59).
Sedangkan berkenaan dengan batasan aurat, sudah secara tegas difirmankan melalui surat QS An Nuur ayat 31:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ(31)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS An-Nur/ 24: 31).
Sebab turunnya ayat ini, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Asma’ binti Murtsid pemilik kebun kurma, sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang sehingga kelihatan gelang-gelang kakinya, demikian juga dada dan sanggul-sanggul mereka. Berkatalah Asma’: langkah buruknya (pemandangan) ini. Turunlah ayat ini (S.24:31) sampai عَوْرَاتِ النِّسَاءِ auratinnisa (aurat wanita) berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memerintahkan kepada Kaum Mu’minat untuk menutup aurat mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil yang bersumber dari Jabir bin Abdillah.)
Sebab turunnya ayat (penggalan selanjutnya QS 24: 31) ini, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang wanita membuat dua kantong perak yang diisi untaian batu-batu mutu manikam sebagai perhiasan kakinya. Apabila ia lewat di hadapan sekelompok orang-orang, ia memukul-mukulkan kakinya ke tanah sehingga dua gelang kakinya bersuara beradu . Maka turunlah kelanjutan ayat ini ( S. 24 : 31, dari وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ “wala yadlribna bi arjulihinna” sampai akhir ayat) yang melarang wanita menggerak-gerakan anggota tubuhnya untuk mendapatkan perhatian laki-laki. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Hadhrami). (KHQ Shaleh dkk, Asbabun Nuzul, CV Diponegoro, Bandung, cetakan 7, tt, hlm 356).
Fatwa-fatwa tentang jilbab.
Mari kita bandingkan pendapat Quraish Shihab tersebut di atas dengan fatwa-fatwa berikut ini.
1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh berfatwa: Bahwa wanita itu adalah aurat, diperintahkan untuk berhijab dan menutup. Dan dilarang tabarruj (membuka aurat yang diperintahkan untuk ditutupi, atau berhias dan bertingkah laku untuk dilihat lelaki) dan dilarang memperlihatkan perhiasannya, kecantikannya, dan bagian-bagian tubuh yang menimbulkan fitnah. Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Ahzab ayat 59, QS An-Nur: 31, dan QS Al-Ahzab: 33.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu (QS Al-Ahzab/ 33: 33). (Fatawa dan surat-surat Muhammad bin Ibrahim Alu Al-Syaikh juz 2/ halaman 124).
2. Fatwa dari Qitho’il Ifta’ di Kuwait: Wajib atas perempuan muslimah sejak umur baligh untuk menutup seluruh badannya selain wajah dan dua tapak tangannya. Hal itu apabila ia keluar dari rumahnya atau adanya laki-laki bukan mahramnya, maka tidak boleh bagi perempuan muslimah menampakkan kepada lelaki ajnabi (bukan mahramnya) sebagian tubuhnya seperti: rambutnya, atau lehernya, atau hastanya (lengan/ dzira’) atau betisnya yang oleh sebagian wanita muslimah biasa terbuka pada masa kini menirukan orang bukan Islam. Apabila wanita muslimah menampakkan sebagian dari tubuhnya itu maka sungguh dia telah berbuat haram yang telah pasti haramnya.
Dalil atas wajibnya wanita menutup seluruh badannya selain wajah dan dua tapak tangan adalah nash-nash yang banyak dari Al-Qur’anul karim dan sunnah Nabi yang shahih. Di antaranya firman Allah Ta’ala dalam QS An-Nur: 31. Maksud dari firman-Nya إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا (kecuali yang (biasa) nampak daripadanya) adalah wajah dan dua tapak tangan. Sebagaimana hal itu telah ditunjukkan oleh As-Sunnah dan atsar dari sahabat. Maksud dari firman-Nya { وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ } (Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya), adalah hendaknya wanita melabuhkan kerudung yakni tutup kepalanya dimana agar menutup jaibuts tsaub yaitu bukaan leher. Oleh karena itu Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا(59)
Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (QS Al-Ahzab/ 33: 59).
Dan dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لا يَصْلُحُ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى كَفِّهِ وَوَجْهِهِ (أخرجه أبو داود (4/62 ، رقم 4104) ، والبيهقى فى السنن الكبرى (7/86 ، رقم 13274) . وأخرجه أيضًا : فى شعب الإيمان (6/165 ، رقم 7796) ). – ( ضعيف ) وصححه الشيخ الألباني في صحيح سنن أبي داود وقال في الترغيب والترهيب : ( حسن لغيره برقم 2045)
Wahai Asma’: Sesungguhnya wanita apabila telah sampai haidh maka tidak pantas untuk dilihat daripadanya kecuali ini dan ini, dan beliau menunjuk ke telapak tangan beliau dan wajah beliau. (HR Abu Dawud, dan Al-Baihaqi, dhaif, tetapi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud, dan dihasankan lighoirihi dalam At-Targhib wat Tarhib).
Atas dasar yang demikian itulah maka telah terjadi ijma’ ulama ummat sejak zaman Nabi, maka siapa yang menganggap bolehnya wanita muslimah di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) membuka rambutnya atau lehernya atau semacamnya dari apa-apa yang diperintahkan untuk ditutupnya, maka sungguh telah menyelisihi Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’, dan telah menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Fatawa Qitha’il Ifta’ bil-Kuwait juz 6 halaman 223-224).
Kembali ke sikap dan pemahaman yang dihembuskan Quraish Shihab:
Anak perempuan Quraish Shihab, Najwa Syihab (penyiar televisi swasta?), dalam salah satu edisi majalah buatan kelompok yang dekat dengan liberal, menjadi gambar sampul, dengan tulisan mencolok, terhormat tanpa memakai jilbab. Dia menganggap, jilbab tidak wajib, dan dia mengaku bahwa itu mengikuti fatwa bapaknya.
Begitulah watak Quraish Shihab, terhadap urusan yang sudah jelas landasannya saja ia masih berani membantah. (haji/tede). (nahimunkar.com, Quraish Shihab, Syi’ah, dan Jilbab, September 13, 2008 3:43 am admin Artikel ).
Komentar-komentar terhadap pendapat ataupun sikap Quraish Shihab pun beredar. Di antaranya sebagai berikut:
Diskusi online infoPalestina.com
UIN
muwahhid Posted on 6/3/2005 3:42:33 PM
Assalamu’alaikum wr wb.
Seperti kita ketahui ,bahwa UIN SYARIF HIDAYATULLOH ,JIL DAN YAHUDI memiliki kaitan satu sama lain.Setidaknya fakta dan data mereka telah tercium oleh beberapa intelek muslim yang mempunyai tanggung jawab dalam membersihkan akidah umat.Seperti kata Bang Ridwan Saidi,penulis buku DATA DAN FAKTA YAHUDI DI INDONESIA ,beliau berkata dalam suatu majelis,bahwa Al-Misbach,buku karangan Quraish Shihab itu artinya adalah lampu sinagog.Sebenarnya kengawuran orang ini(quraish) sangat banyak dan akidahnya yang tidak jelas,contoh dalam karangan bukunya Dia ada di mana-mana_.ini seperti ucapan orang-orang jahmiyyah yang mentakwilkan Al Quran seenak udelnya serta mengingkari Alloh berada di langit. Padahal Alloh berfirman bahwa Dia beristiwaa di Arsi Nya dalam tujuh tempat di dalam kitabNya:
@Dalam surat Al A’rof
@surat Yunus
@Surat Arro’du
@Surat Al Furqon
@Surat Assajdah
@Surat Thohaa
@Surat Al Hadid
Dan Ibnu Taimiyyah juga sering mendebat para jahmiyyin dan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang bodoh.
Itu pada masa ibnu Taimiyyah,apalagi sekarang kebodohan itu merata pada sebagian intelek yang intisab pada Islam,padahal Islam berlepas diri dari mereka disebabkan penafsiran Al Qur’an dan Assunnah sesuai hawa nafsunya bahkan di banyak tempat(radio,tv)mereka mengatakan ngga usahlah sholat tanpa adzan_’celana diatas mata kaki,atau memelihara jenggot itu kuno dan ketinggalan zaman_, ada juga yang mengatakan’Islam mengajarkan demokrasi dan kebebasan pendapat_,Islam adalah agama damai dan menolak kekerasan(maksudnya jihad),minuman keras itu hanya utk mengusir hawa dingin jadi tidak haram,ada yang menganjurkan dialog lintas agama(penyamaan agama).
Naudzubillah,sebegitu parahkah keadaan mereka,bahkan kabar terakhir yang
dikatakan bang ridwan saidi. Ketua MUI ,Umar syihab mengusir seorang ustadz
yg datang dari Arab yang menelanjangi gerakan Yahudi di Indonesia,dan kabarnya sang ustadz sudah dideportasi.
Ya Alloh inikah ketua MUI ?
Bahkan lanjut bang ridwan, Quraish syihab menurut salah seorang temannya yang dulu juga sama kuliah di al azhar mengatkan bahwa Quraish Shihab adalah seorang SYI’I (penganut syiah) Anaknya Najwa Syihab, dalam salah satu edisi majalah buatan kaum sesat, mengatakan terhormat tanpa memakai jilbab!!! dan menganggap jilbab tidak wajib.!!! (infoPalestina.com)
Apa yang disebut perkataan teman Quraish Shihab itu adalah Osman Ali Babseil yang menulis pernyataan pada Maret 1998, menjelang diangkatnya Quraish Shihab sebagai menteri agama oleh Presiden Soeharto. Beritanya sebagai berikut, sekalian disambung dengan pendapat Quraish Shihab tentang tidak wajibnya jilbab dan sanggahan dari nahimunkar.com yang diambil dari fatwa para ulama:
Benarkah Quraish Shihab penganut paham Syi’ah?
LPPI pernah mendapatkan surat pernyataan dari Osman Ali Babseil (PO Box 3458 Jedah, Saudi Arabia, dengan nomor telepon 00966-2-651 7456 ). Usianya kini sekitar 74 tahun, lulusan Cairo University tahun 1963.
Dengan sungguh-sungguh seraya berlepas diri dari segala dendam, iri hati, ia menyatakan:
Sebagai teman dekat sewaktu mahasiswa di Mesir pada tahun 1958-1963, saya mengenal benar siapa saudara Dr. Quraish Shihab itu dan bagaimana perilakunya dalam membela aqidah Syi’ah.
Dalam beberapa kali dialog dengan jelas dia menunjukkan sikap dan ucapan yang sangat membela Syi’ah dan merupakan prinsip baginya.
Dilihat dari dimensi waktu memang sudah cukup lama, namun prinsip aqidah terutama bagi seorang intelektual, tidak akan mudah hilang/dihilangkan atau berubah, terutama karena keyakinannya diperoleh berdasarkan ilmu dan pengetahuan, bukan ikut-ikutan.
Saya bersedia mengangkat sumpah dalam kaitan ini dan pernyataan ini saya buat secara sadar bebas dari tekanan oleh siapapun.
Pernyataan itu dibuat Osman Ali Babseil sepuluh tahun lalu (Maret 1998), namun hingga kini masih relevan, karena Quraish Shihab pun hingga kini terbukti masih menyebarluaskan doktrin Syi’ah.
Ke-Syi’ah-an Quraish Shihab juga terlihat ketika ia meluncurkan Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya, yang diterbitkan oleh Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal bekerjasama dengan Yayasan Bimantara (2007). Salah satu indikasinya, dalam Ensiklopedi itu terlalu gandrung menggunakan tafsir Syi’ah Al Mizan karangan Tabataba’i sebagai referensi dalam penulisan entri. Bahkan dapat dikatakan, rujukan utama Ensiklopedi ini adalah tafsir Syi’ah yang memberikan penafsiran terhadap Al-Qur’an sesuai dengan pemahaman aliran Syi’ah yang memusuhi sahabat-sahabat Nabi Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam.
Contoh lain ketika ia menerbitkan buku berjudul Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Pada buku itu antara lain dikatakan, bahwa di antara Sunnah-Syi’ah terdapat kesamaan dalam prinsip-prinsip ajaran, sedang dalam rinciannya terdapat perbedaan. Namun persamaannya jauh lebih banyak. Ini bisa dilihat dari masalah keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan hari kemudian, ketaatan kepada Rasul dan mengikuti apa yang dinilai sah bersumber dari beliau, serta melaksanakan Rukun Islam yang lima.
Benarkah demikian?
Dalam buku Syi’ah sendiri dinyatakan: Abi Abdullah berpesan; sesungguhnya dunia dan akhirat adalah kepunyaan Imam, diberikannya kepada yang dikehendakinya dan ditolaknya bagi yang tak diingininya. Ini kekuasaan yang diberikan oleh Allah kepada Imam. Sebagaimana ditulis oleh Muhammad bin Ya’kub al-Kulaini dalam kitab Ushul Kafi, khususnya pada bab yang berjudul Bumi Seluruhnya Adalah Milik Imam.
Salah satu ulama Syi’ah lainnya, Jakfar as-Shadiq diklaim mengatakan:
“Yang punya bumi adalah Imam, maka apabila Imam keluar kepadamu cukuplah akan menjadi cahaya (nur). Manusia tidak akan memerlukan matahari dan bulan.” (lihat Tarjumah Maqbul Ahmad, hal. 339). Tarjumah Maqbul Ahmad. (bahasa Urdu) hal. 339. Diterjemahkan secara harfiyah
Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan dalam Al-Qur’an, surat al-Araf:
إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya bumi adalah kepunyaan Allah, diwariskan kepada orang yang dikehendaki-Nya”. (QS Al-A’raf: 128)
Menurut Quraish pula, secara bahasa Suni atau Sunah berarti perilaku atau tindakan Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan Syi’ah berarti mengikuti, maksudnya adalah menjadi pengikut Nabi Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, semua Sunah adalah Syi’ah, dan semua Syi’ah adalah Sunah. Karena mereka yang mengikuti perilaku Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam adalah pengikutnya Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam dan begitu juga sebaliknya.
Padahal, makna Syi’ah adalah pengikut (‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu). Quraish jelas telah memanipulasi makna Syi’ah. Kalau Sunnah dan Syi’ah tidak ada perbedaan, tentu tak perlu repot-repot mengidentifikasikan dirinya dengan nama yang berbeda. (lihat tulisan nahimunkar.com berjudul Ahmadiyah, Syi’ah dan Liberal, April 7, 2008 2:30 am).
Apakah Quraish Shihab cukup menyuntikkan faham Syi’ah lewat pendapatnya saja atau dia juga aktif di lembaga yang ditengarai menyebarkan Syi’ah? Berikut ini beritanya:
Aktif di Lembaga Iran
Kembali tentang Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu, Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center), berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut Majalah Hidayatullah yang mewawancarai pihak ICC, di antara orang-orang yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab (salah seorang Ketua MUI –Majelis Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof Quraish Shihab (mantan rector IAIN Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari, pengarang tafsir Al-Mishbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem penulis produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga sejumlah keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Di samping itu banyak tokoh Islam Indonesia yang diundang untuk berkunjung ke Iran, kemudian ngomongnya sudah pelo, ada yang menganggap perbedaan Syi’ah dengan Sunni bukan perbedaan principal dan sebagainya. Tanpa malu-malu mereka telah menjilat Iran, padahal negeri itu adalah pembantai Ulama-ulama Sunni, bahkan penghancur masjid-masjid dan kitab-kitab rujukan Sunni.
Syi’ah di Iran yang memusnahkan Ahlis Sunnah itu di Indonesia berpenampilan seakan lemah lembut. Hingga banyak kaum ibu yang tertarik ikut ke pengajian-pengajian mereka. Bahkan Syi’ah merekrut para pemuda untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini ada 300-an mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada 200-an yang pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun mendirikan yayasan dan sebagainya. Di antaranya seperti ditulis Majalah Hidayatullah:
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga pesantren. Di antaranya Ahmad Baraqbah yang mendirikan Pesantren al-Hadi di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa), ada juga Husein al-Kaff yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan 43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat kabupaten. Kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar dilakukan melalui penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di Indonesia. (Majalah Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/ April 2009, halaman 29). (Iran Membunuh Dua Ulama Sunni, April 14, 2009 1:16 am admin Artikel http://www.nahimunkar.com/iran-membunuh-dua-ulama-sunni/#more-325) (haji) (Bersambung, insya Allah).
0 komentar:
Posting Komentar