Hukum Memakai Celana Jeans
Sejarah pemakaian blue jean berawal dari seorang yang bernama Loeb Strauss kelahiran Buttenheim, Jerman, menginjak remaja, ia dan keluarganya pindeh ke new york untuk mengadu nasib. Loeb strauss mengganti namanya menjadi levi strauss dan menjadi warga negar AS pada tahun 1855. saat itu demam emas tengah melanda san fransisco. Saat dia membuka usaha terpal berupa linen untuk menutup material di pertambangan, strauss memperhatikan celana yang dipakai oleh para pekerja tambang capat sekali rusak. Pada mulanya ia membuat celana berbahan kanvas, tetapi sebagian penambang tidak suka, maka struass menggunakan bahan lain yang dipesan dari Genoa, Itali. Para pemintal disana menyebut bahan tersebut ‘genes’. Strauss menggantinya dengan jeans.
Sementara celana jeans, tidak dapat dikatakan haram apabila hanya karena penemunya adalah orang yahudi. Lantas apa perbedaannya dengan hukum menggunakan setiap hasil penemuan orang – orang non-muslim? Bagaimana menilai hukumnya? Pertama, dalam kaidah syara’ dikatakan,” asal hukum setiap benda adalah ibahah (halal), sebelum ada dalil yang mengharamkannya.” Kedua, hukum benda terikat dengan status hadlarah dan madaniyah. yang dimaksud hadlarah adalah terikat dengan sebuah keyakinan atau budaya agama tertentu. Sedangkan mahdaniyah adalah hasil teknologi atau karya manusia yang bersifat umum dan tidak terikat oleh budaya keyakinan agama tertentu. Semua benda yang mengandung hadlarah (misalkan: kalung salib), hukumnya haram memakainya.
Jika ditinjau secara fakta, maka hukum celana jeans adalah mubah, selama tidak bergambar yang diharamkan. Jika bentuknya ketat yang menyebabkan aurat si pemakai tampak, maka hukumya haram jika dipakai dalam kehidupan umum atau pergaulan di masyarakat yang bukan lingkungan mahramnya, namun jika dipakai didalam rumah maka hukumnya mubah – mubah saja. Pada umunya celana jeans panjangnya melebihi mata kaki, bahkan sampai menjurai ke tanah. Bagi kaum laki – laki, dalam islam dilarang mengenakan pakaian yang melebihi mata kaki (isbal), akan tetapi celana tersebut dibuat dan dikenakan sesuai dengan ketentuan syara’, maka hukunya mubah (Buletin Al-Hidayah Edisi 282)
0 komentar:
Posting Komentar