Ibadah dan Minta kepada selain Allah.
Oleh: Ust. Hartono Ahmad Jaiz
Indonesia yang kini menyandang banyak musibah bencana atas dosa-dosa manusianya, tampaknya yang kasat mata, bukannya bertaubat di hari-hari baik yaitu Bulan Dzulhijjah (bulan haji) yang puluhan pertamanya merupakan hari-hari paling baik sepanjang tahun, malahan tambah-tambah kemusyrikannya. Sampai-sampai ada kelompok yang ramai-ramai menanam kepala kerbau di Gunung Merapi yang meletus. Padahal berqurban untuk selain Allah, baik itu disebut tumbal, sesaji ataupun apapun namanya, adalah upacara kemusyrikan, dosa paling besar, dapat menghapus keislaman, dan menjadikan kekal di neraka bila sampai matinya tidak bertaubat. Dan itu menjadikan murka Allah Ta’ala sehingga tidak mustahil menimpakan bencana.
Apalagi kenyataannya, para pelaku kemusyrikan dengan upacara-upacara yang mereka gelar itu justru mengikuti kemusyrikan yang dipegangi oleh penguasa yakni di antaranya Kraton setempat, sebagaimana di tempat-tempat lain adalah pemerintah daerah setempat masing-masing. Sehingga duit yang berasal dari rakyat (mayoritas Muslimin) justru untuk menentang Allah sedahsyat-dahsyatnya yakni upacara kemusyrikan.
Ketika amanah telah dikhianati, sedang keyakinan telah dinodai bahkan diberangus dengan kemusyrikan, maka apa lagikah yang masih tersisa?
Ada di mana-mana pemda yang menggalakkan kemusyrikan sampai aneka macam sesaji larung laut, labuh sesaji ke gunung, menanam kepala kerbau ke gunung dan sebagainya ditumbuh suburkan di daerah-daerah. Bahkan sampai festival menikahkan kucing dengan upacara manten kucing pakai biaya 30 juta rupiah dari APBD pun diselenggarakan di Tulungagung Jawa Timur oleh Bupatinya. Pagelaran melecehkan Islam berupa upacara manten kucing dengan ijab qabul sebagaimana menikahkan orang Islam itu disuguhkan pihak Bupati Tuluangung pada 22 November 2010. Edan tenan!
Ada yang lebih gila lagi, atas nama membangun satu kuburan tokoh sesat pro Yahudi di Jombang, dikuraslah dana Rp180 miliyar dari APBD Kabupaten Jombang, APBD Provinsi Jawa Timur dan APBN Pusat. Diberitakan, anggaran untuk perbaikan kompleks makam KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng Kec. Diwek Kab. Jombang sebesar Rp 180 miliar.
Dari jumlah itu Pemkab Jombang urunan dana Rp 9 miliar dari APBD 2010. Sisanya sebanyak Rp 171 miliar urunan APBD Jatim dan APBN. (lihat Surabayapost.co.id, Perluasan Makam Gus Dur Dimulai, Kamis, 12 Agustus 2010 | 21:24 WIB)
Dalam kasus bencana meletusnya Gunung Merapi, agaknya tidak terlalu berlebihan apabila ada yang mengatakan bahwa kemusyrikan di zaman kini kadang lebih dibanding kemusyrikan di zaman dahulu. Karena di zaman dahulu, orang-orang musyrik ketika tertimpa musibah maka mereka meminta kepada Allah Ta’ala untuk melepaskan dari musibahnya. Baru setelah lepas dari bencana kemudian mereka berbuat kemusyrikan lagi.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan firman Allah Ta’ala
بَلْ إِيَّاهُ تَدْعُونَ فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ إِنْ شَاءَ وَتَنْسَوْنَ مَا تُشْرِكُونَ [الأنعام/41]
(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kamu seru, maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepadaNya, jika Dia menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah). (QS Al-An’am/ 6: 41).
Artinya; di waktu darurat kamu sekalian tidak berdoa kepada satu pun selain-Nya, dan hilanglah dari kalian berhala-berhala kalian dan tandingan-tandingan kalian (terhadap Allah Ta’ala). Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلَّا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الْإِنْسَانُ كَفُورًا [الإسراء/67]
Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih. (QS al-Israa’/ 17: 67). (Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 256).
Coba kita bandingkan dengan kemusyrikan zaman kini, ketika tidak ada bencana, mereka menyembelih kerbau kemudian kepalanya disajikan kepada Merapi dan sebagainya. Begitu Merapi meletus, mereka menyembelih kerbau dan kepalanya disajikan pula ke Merapi dan sebagainya.
Jadi kemusyrikan zaman kini, saat gembira tidak ada musibah bencana, mereka berbuat kemusyrikan. Dan ketika tertimpa musibah pun tetap berbuat kemusyrikan pula. Na’udzubillahi min dzalik! Kami berlindung dari hal yang demikian!
(dari buku Hartono Ahmad Jaiz, Lingkar pembodohan dan Penyesatan Ummat Islam, Pustaka Nahi Munkar, Jakarta-Surabaya, 2011).
dipublikasikan ulang oleh hukmulislam.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar